Dunia tanpa batas dan paradigma transubstansiasi manusia
Empat revolusi komunikasi
Menurut
Harnad, Stevan dalam. "Post-Guttenberg Galaxy: The Fourth
Revolution in the Means of Production of Knowledge” telah terjadi tiga
buah revolusi dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari konstruksi
pengetahuan umat manusia, dan kini kita ada di ambang yang keempat. Yang
pertama terjadi ribuan tahun yang lalu ketika bahasa pertama muncul dalam
spesies homo sapiens ini. Yang kedua adalah ditemukannya tulisan. Tidak bisa
dibayangkan bagaimana pengetahuan manusia akan berkembang tanpa adanya bahasa
tulisan. Invention dari tulisan dapat dipahami sebagai desakan dari naluri
ummat manusia untuk menyempurnakan terus konstruksi maupun propagasi pengetahuan
dengan cara yang lebih akurat dan masif kepada spesiesnya (yakni, homo
sapiens). Tapi ternyata tulisan pun
belum memadai. Untuk menuliskan sesuatu ide kepada seribu kelompok manusia
diperlukan waktu yang demikian lama. Sedangkan ide dan pemikiran manusia dapat
bergerak dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dari kecepatan cahaya. Pada
detik ini kita berpikir tentang internet. Pada detik yang sama pula kita bisa
berpikir tentang Galaksi Milky Way ataupun karya-karya Shakespeare. Ummat
manusia, sebagai makhluk yang berakal-budi ; yang hakikatnya tak lain terletak
dalam relung-relung keimanan, sifat spiritual maupun pengetahuannya memerlukan
sesuatu yang lebih sofistik (baca pula; canggih) dalam menyampaikan,
mengkomunikasikan, menyebarkan pengetahuannya baik pengetahuan praktis,
teoritis, filosofis maupun religius. Maka, Guttenberg
muncul dengan mesin cetaknya, dan memulai revolusi ketiga dalam sejarah tool konstruksi pengetahuan ummat
manusia. Kini, teks-teks dapat didistribusikan dengan kecepatan yang amat
tinggi; suatu kemajuan yang amat dramatik dibandingkan sebelumnya. Bilasanya
transisi perubahan dari tradisi oral ke tulisan membuat komunikasi lebih
reflektif dan individual dibandingkan pembicaraan langsung, mesin cetak membuat
lebih dimungkinkan elemen interaktif
yang terjadi dalam evolusi pengetahuan, misalnya dengan jurnal-jurnal
periodik. Nyatalah evolusi telah memberikan kepada kita keniscayaan kognitif
dan teknologi sebagai kendaraannya.
Kita ada di
ambang revolusi yang keempat. Sebelumnya telah ada temuan-temuan yang
mengindikasikan tendensi kepada komunikasi yang lebih cepat, seperti halnya
komunikasi oral namun menghilangkan berbagai batasan yang menghambat aliran
pengetahuan ummat manusia. Sebagai contoh telefon. Atau telegraf untuk data-data
teks. Contoh lain adalah mesin fotokopi dan faximile. Namun ternyata seluruh
kemampuan-kemampuan pendukung konstruksi pengetahuan ini menyatu dalam suatu
eksplosi yang merupakan big-bang kedua;
yakni internet, lengkap dengan
komunikasi elektromagnetooptis via satelit maupun kabel, yang didukung oleh
eksistensi jaringan telefoni yang telah ada dan akan segera didukung pula oleh
ratusan satelit yang sedang dan akan diluncurkan. Ummat manusia pasca revolusi
keempat ini dapat berinteraksi oral maupun dengan teks dengan sangat
interaktif; keseluruh penghujung dunia, tanpa sedikitpun kehilangan
interaktifitasnya maupun sense “live” nya. Distribusi, propagasi dan menebarnya
pengetahuan melalui internet maupun kodifikasi dan konstruksinya menjadi
teramat eksplosif. Maka bila big-bang pertama
di alam semesta material yang kita huni adalah material big bang dan
terjadi di taraf eksistensi fisik semesta, big-bang
kedua adalah knowledge big-bang dan terjadi di taraf eksistensi mental
spesies homo-sapiens. Metafisika, dengan ontologi, kosmologi dan eskatologinya,
mungkin memandang internet ini
sebagai salah satu manifestasi keniscayaan alladzii kholaqo fasawwa, bahwa Perancang Alam ini selalu menyempurnakan
apa yang diciptakannya, termasuk di dalamnya manusia, menuju puncak
kemanusiaannya.
Dunia tanpa batas
Realitas
informasi tanpa batas (borderless
information) adalah kesangathakikatan era informasi. Sumber-sumber
informasi text, audio dan video, dalam jumlah massal dapat diakses dari tiap
titik di globe dunia. Ratusan ribu
surat kabar dan majalah, jurnal dan hasil riset, universitas, sekolah dan
lembaga-lembaga pendidikan, perusahaan dan lembaga bisnis, sumber-sumber
pornografik (dan, ini merupakan sites yang
paling sering diakses di internet), organisasi-organisasi kemasyarakatan (mulai
dari organisasi pecinta sport, otomotif, organisasi keagamaan hingga organisasi
para gay dan lesbi [5]) kini telah on-line di web. Intelek Manusia memerlukan
semua data ini, dan kemudian Ia mesti menentukan langkahnya untuk lebih menyempurna,
seiring dengan kesempurnaan pengetahuannya.
Cara
berfikir tanpa batas (borderless way of
thinking) adalah karakter masyarakat pasca revolusi keempat. Pembatasan
fikiran manusia berdasar ras, nasionalisme, kepentingan bisnis dan lain-lain
adalah penjara besar bagi kemanusiaan. Tentu cara berfikir yang melampaui
batasan-batasan geografis, suku, ras dan agama ini pada gilirannya segera akan
menghasilkan kebudayaan tanpa batas (borderless
culture) maupun gaya hidup tanpa batas (borderless
life-style). Dan timbulnya masyarakat global dunia dengan cara berfikir,
gaya hidup dan kultur yang tanpa batas. Secara ekonomis, ini menumbuhkan
timbulnya pasar global dan kompetisi global ekonomi dunia, produsen dari mana
saja dapat melayani konsumen dan customer dari mana saja, kapan saja. Any time any place global market &
global competition
Revolusi pengetahuan manusia di era internet juga
menyebabkan lenyapnya batas-batas berbagai industri. [8] Pertemuan berbagai
teknologi barui menciptakan tuntutan baru terhadap para manajer dalam
perusahaan yang mapan. Integrasi teknologi kimia dengan elektronika dan
perangkat lunak (contoh; Eastman Kodak Company), teknologi mekanis dengan
elektronika (contoh; Ford Motor Company), teknologi farmasi dengan mode
(contoh; Revlon) memaksa para manager untuk tidak saja mencari teknologi baru,
namun juga harus berusaha secara aktif mengantisipasi fenomena lenyapnya
batas-batas antar teknologi ini. Kebutuhan untuk integrasi dan pengembangan
produk dan jasa hibrida ini, seperti Photo CD di Kodak, menciptakan tantangan
baru: para manajer harus selalu belajar, beradaptasi dan memanfaatkan
proses-proses logika yang berbeda. Sebuah contoh yang paling ekstrim; karena
komputer masa depan dapat juga berfungsi sebagai TV, Radio, Faximile, Telephone,
Videophone, Pager, kotak pos, dan lain-lain maka seluruh industri TV, Radio,
faksimile, telephone, videophone, pager, kantor pos maupun industri komputer
akan mulai saling kehilangan batas satu sama lain. [8]
Dalam dunia
pendidikan, fenomena lenyapnya batas-batas pertama langsung muncul pada
domainnya yang paling fisikal, yakni lenyapnya jarak dalam proses pendidikan.
Ini tampak pada program distance learning (belajar jarak jauh) di berbagai universitas di dunia.
Berbagai gelar, baik sarjana, Master maupun Doktor bisa diperoleh tanpa harus
mengikuti perkuliahan di universitas yang bersangkutan. Kuliah melalui
internet, lengkap dengan seluruh fasilitasnya (termasuk distance laboratory) adalah model kuliah abad-21. Seseorang bisa
mengikuti program studi di lima universitas pada lima negara yang berbeda.
Negara bagian Oklahoma (di Amerika), misalnya, saat ini telah mempunyai
sekolah-sekolah yang state of the art-nya
adalah internet. Daerah tersebut telah menginstalasi kabel-kabel serat optis ke
tujuh buah sekolah K-12 (baca pula; SD, SMP, SMU). Mereka telah
menyelenggarakan fasilitas video konferensi berbasis komputer PC untuk belajar
jarak jauh, dan mereka bisa menyelenggarakan pelajaran matematika SMU untuk
siswa-siswa SMP. Belajar jarak jauh juga memungkinkan siswa-siswa yang di rumah
karena sakit tetap terhubung dengan kelas-kelas mereka sehingga mereka tetap bisa mengikuti
pelajaran dengan baik, walaupun sedang mengaso di rumah karena sakit. [22]
Ketanpabatasan
terhadap realitas masyarakat global merupakan satu hal yang secara homogen
dapat diperoleh di seluruh titik di dunia dalam segala aspeknya. Maka meminjam
istilah Maulana Jalaluddin Rumi [18], bahwa Kekasih Abadi (yakni Tuhan)
tidaklah terhalang oleh apapun selain dari diri (baca pula; ego) pecinta;
analog dengan itu, realitas ketanpabatasan masyarakat global benar-benar
transparan, tidak terhalang oleh apapun selain dari diri (baca pula; sikap
kita) sendiri. Atau dengan kata lain;
kemajuan kemanusiaan yang dijanjikan
oleh era tanpa batas tidaklah terhalangi oleh apa pun selain ego dan kebodohan.
Sampai kapan kita akan bertahan dengan kejumudan, non-transparansi, birokrasi,
stagnasi, berpuas diri, anti perubahan,anti kemajemukan, fanatisme, klanisme
dan kejahilan-kejahilan lain?
Paradigma transubstansiasi manusia
Tom Peters, sang mahaguru manajemen dunia, mengatakan “The only constant thing today is change”. “ Satu-satunya hal yang tetap saat ini adalah perubahan.” P.F. Drucker dalam bukunya Post Capitalist Society [89 menuliskan; “Every organization today has to build into its very structure the management of change”. “Setiap organisasi saat ini harus membangun ke dalam struktur hakikinya manajemen perubahan.” Perubahan terus menerus di alam semesta sebenarnya bukanlah merupakan halp aksidental efek ledakan teknologi pada era informasi, tapi ia adalah prinsip transformasi alam secara kontinyui menuju Kesempurnaan, yang oleh Muhammad Sadruddin Shirazi, atau Mulla Sadra [19] disebut sebagai gerakan transubstansiasi. Sebagaimana era pengetahuan atau era informasi adalah hasil dari Gerakan Kemanusiaan menuju kesempurnaan Instinktifnya; yakni masyarakat pengetahuan yang bebas dari semua kejahilan, perubahan terus menerus dalam era pengetahuan adalah akibat prinsip transformasi dan transubstansiasi Kemanusiaan menuju Kesempurnaannya yang hakiki.
Dalam
situasi perubahan-perubahan mega seperti ini, ketika seseorang lepas dari
bangku kuliah, ketika itu pula-lah sebagian besar ilmu yang diperolehnya telah obsolete. Sebagai contoh yang sangat
sederhana, seseorang mengikuti D1 komputer pada tahun 1994 akhir dan
mempelajari seluruh aplikasinya under-Windows
3.1 Microsoft. Pada saat ia lulus
dan memperoleh pekerjaan, semua orang sudah mulai menggunakan Windows 95 . Setahun kemudian browser Netscape Navigator Gold sudah
mulai populer, namun dua tahun kemudian trend telah bergeser ke browser Internet Explorer Microsoft dan Windows 97.
Percepatan
teknologi yang semakin lama semakin supra, - misalnya dengan teknologi
semikonduktor, bioteknologi, opto-elektronika, dan lain-lain- menjadi suatu
sebab material perubahan terus menerus dalam semua interaksi dan aktifitas
masyarakat informasi. Dalam keadaan
seperti ini, renewal ability (kemampuan
untuk memperbaharui diri) merupakan suatu faktor kunci pendidikan. Siswa tidak
lagi mesti “diprogram” dengan hafalan anatomi tubuh manusia ataupun peta buta,
ataupun berbagai soal matematika dan fisika; namun aktifasi potensi intelek,
akal budi, kebebasan dan kemampuan berakal-budi siswa agar mereka bisa
memecahkan berbagai persoalan nyata
harus lebih diutamakan.
Covey,
pengarang Seven Habits of Highly
Effective People dan pendiri dari Covey Leadership Center, mengatakan bahwa
terdapat beberapa karakteristik pemimpin yang akan sukses dalam menghadapi masa
depan, antara lain; mereka belajar terus
menerus, mereka berorientasi untuk melayani, mereka meradiasikan energi
(kehidupan) yang positif, mereka selalu percaya kepada orang lain, mereka
menjalani hidup dengan seimbang, mereka melihat hidup sebagai petualangan,
mereka selalu berusaha bersikap sinergi,
dan mereka selalu berusaha dan berlatih untuk memperbaharui diri sendiri terus
menerus. [6] Siswa yang memiliki karakter ingin memperbaiki dan
memperbaharui diri sendiri terus menerus akan menjadi pemimpin masa depan.
Learning how to learn (belajar bagaimana
untuk belajar) nampaknya menjadi suatu paradigma yang cocok bagi pendidikan
yang bertujuan renewal ability. Diberikan
keadaan yang demikian berubah terus menerus dalam berbagai seginya, bagaimana
cara siswa dapat memecahkan suatu masalah yang diberikan dengan memanfaatkan
berbagai sumber informasi global yang dapat mereka akses on their finger tip (lewat ujung jari mereka)?
Walaupun terdapat mega perubahan
dalam semua aspek kehidupan, beberapa prinsip alami tertentu seperti halnya; keadilan,
keterbukaan, transparansi, fair-ness, kejujuran, kepercayaan (trust),
kerendah-hatian (honesty), kesempurnaan, hasrat untuk menyempurna terus
menerus, merupakan nilai-nilai yang tak bisa ditawar lagi.
Prinsip-prinsip ini merupakan prinsip (adi)-alami yang swa-bukti, jelas dengan
sendirinya, dan mendasari seluruh aktifitas manusia dari segala zaman; atas
kemauan dan kesadaran ataupun tidak. Kembali menurut Covey, keterkaitan
seseorang dengan prinsip-prinsip alami ini adalah kunci keberhasilannya di masa
depan. Dan sebaliknya tidak mungkin sukses dalam artian apa pun tanpa mengikuti
prinsip-prinsip alami yang swa-bukti ini. [7] Mengenai penyempurnaan segala
aspek terus menerus, - yang direalisasikan dalam managemen Jepang sebagai kaizen-, Michael Hammer mengatakan ; “If
you think you’re good, you’re dead”
“ Jika Anda berpikir Anda baik, maka Anda mati.” [12] Bagaimanakah membuat
suatu sistem pendidikan yang tidak membuat siswa yang paling baik berfikir
bahwa dirinya “baik” atau “berprestasi” namun mereka tetap memiliki motivasi
konsisten untuk memperbaiki dan memperbaharui dirinya ? Bagaimana membuat
sistem pendidikan yang dapat menanamkan prinsip-prinsip alami tersebut dalam
keadaan masyarakat saat ini? Inilah tantangan terbesar dunia pendidikan
nasional saat ini.
Meminjam
istilah Tabataba`i [20] kembalinya manusia ke prinsip-prinsip alami ini, yang
merupakan tujuan utama pendidikan dan merupakan sumber dari renewal
ability, adalah kecenderungan realisme
instinktif manusia, yang dengannya Tuhan memberinya
petunjuk agar memperoleh jalan kesempurnaannya. Di dalam alam fenomenal yang
dipenuhi dengan perubahan-perubahan mega, realisme instinktif, yakni, Intelek
dan Akal manusia yang utuh dan hasrat untuk memperbaharui diri menuju
Kesempurnaan terus menerus merupakan suatu paradigma pendidikan masa depan.
Sesungguhnya kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki melewati pendidikan yang benar
hanyalah RahmatNya Semata.
Nanar tatap Mu membuat
diriku kepayang,
Sejuk misti kedalamannya
membuat hidupku membaharu,
Akulah kapal Engkaulah
Nahkoda
Arungkah aku dalam Bahari
Smara Mu, Bahari Smara Mu
Dan Dia-lah Yang Maha Tahu
Referensi;
1.
Aristotle, Nichomacean Ethics, The Bobbs-Merrill Company, Inc., USA, 1962.
2.
A.M. Branderburger & B. J.
Nalebuff, Co-opetition, (Terjemahan),
Professional Books, Jakarta, 1997.
3.
D. Burrus, Technotrends, HarperCollins
Publishers, New York, 1993.
4.
R. Beckhard, W. Pritchard, Changing The Essence, Jossey-Bass
Publishers, San Fransisco, 1992.
5.
G. Celente, Trends 2000, (Terjemahan),
PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1997.
6.
S.R. Covey, Principle-Centered Leadership, Simon & Schuster, New York, 1991.
7.
The Drucker Foundation, The Leader of The Future, (Terjemahan), PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta, 1997.
8.
The Drucker Foundation, The Organization of The Future, (Terjemahan),
PT. Elex Media Komputiondo, Jakarta, 1997.
9.
P.F. Drucker, Post Capitalist Society, Butterworth-Heinemann Ltd, Oxford, 1993.
10. W.G.
Dyer, Strategies for Managing Change, Addison-Wesley
Publising Company, Inc., USA, 1984.
11. W.
H. Gates, The Road Ahead, (Terjemahan),
Yayasan Pembinaan dan Pengembangan Pemuda dan Olahraga kantor Menpora RI, DPP
Komite Nasional Pemuda Indonesia, dan PT Infotek Mitrasejati, Jakarta, 1996.
12. R.
Gibson (Editor), Rethinking The Future, Nicholas
Brealy Publishing Limited, UK & USA, 1997.
13. J.
Goldman, The X Files ; Book of The
Unexplaines, Simon & Schuster Ltd., London, 1996.
14. S.
Harnad, "Post-Gutenberg Galaxy: The Fourth Revolution in the Means of
Production of Knowledge." The Public-Access Computer Systems Review 2, no.
1 (1991): 39-The Guiness Book of Records, Guiness
Book of Records (1998), Guiness Publishing,
1997.
15. D.
Lundell, Art of War for Traders and
Investors, McGraw-Hill, New York,
1997.
16. K.
Ohmae, The Borderless World (Terjemahan), Binarupa Aksara, Jakarta, 1991.
17. K.
Ohmae, The End of The Nation State, Free
Press ( A Division of Simon & Schuster Inc.), New York, 1995.
18. J.
M. Rumi, Matsnawi-e-Ma’nawi, (English
Translation), Farhangsara Yassavoli.
19. M.
Sadra, Al-Hikmah Al-‘Arsyiyyah (English
Translation).
20. M.H.
Tabataba`I, Inilah Islam, (Terjemahan),
Pustaka Hidayah, 1992,
21. A.
Toffler & H. Toffler, War and
Anti-War, Little, Brown and Company, USA,
1993.
22. Visi-visi Microsoft (http://microsoft.com/corpinfo/2-9empowerment
1901.htm); 2001 Government Technology for the 21st Century White Paper,
Januari 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar