Sabtu, 21 April 2012

TIGA LELAKI BERJIWA MALAIKAT


Tiga lelaki berjiwa malaikat
Malam hari raya Idul Fitri telah tiba, kota Damaskus teranng-berderang oleh cahaya lampu beraneka warna. Takbir  bergemuruh terdengar membahara. Dalam sebuah rumah sederhana, seorang wanita berjilbab putih berkata kepada suaminya, “Abu Abdillah, suamiku. Besok hari raya, anak kita tidak memiliki pakaian baru seperti anak-anak tetangga lainnya. Ini semua disebabkan oleh sikap borosmu”.  Abu Abdillah mendengar pernyataan istrinya segera menjawab, “Aku tidak boros, aku hanya menginfaqkan hartaku dalam kebaikan dan demi membantu orang-orang sekitarku yang membutuhkan, ini bukan tindakan yang boros”, begitulah jawab Abu abdillah. Kemudian dengan serta merta, Ummu Abdillah, istri Abu abdillah memohonnya, “Baiklah, komohon sekarang tulislah surat dan kirim kepada salah seorang sahabatmu yang baik hati dan ikhlas agar mereka menyisihkan sebagian hartanya kepada kita. Jika keadaan kita membaik, Insya Allah akan kita ganti”. Abu Abdillah memiliki sua teman karib yang berhati ikhlas, namanya Hamdi dan Usamah. Mendengar permintaan istrinya itu, ia segera menulis surat, lalu memberikan pada pembantunya agar membawa ketempat sahabatnya yang bernama Hamdi. Pembantunya itupun lalu pergi ke tempat Hamdi menyerahkan surat yang ditulis tuannya. Hamdi membacanya dengan seksama dan ia segera tahu, bahwa sahabatnnya yang pemurah sedang dalam kesempitan dan kesusahan tidak memiliki apa-apa. Hamdi berkata kepada utusan Abu Abdillah, “Aku tahu, tuanmu telah menginfaqkan hartanya dalam kebaikan, untuk itu ambillah kantong ini dan katakana kepada tuanmu, hanya inilah harta yang aku miliki pada malam hari raya ini”. Pembantu Abu Abdillah pun segera bergegas kembali kepada
tuanya dan menyerahkan kantong pemberian Hammdi itu. Abu Abdillah memmbuka kantong itu dan ternyata berisi seratus dinar. Ia berkata pada istrinya dengan penuh gembira, “Ummu Abdillah, Ummu Abdillah!, lihatlah ini, Allah telah mengantarkan seratus dinar pada kita”. Sang istri pun gembira dan berkata pada suaminya, “Cepatlah pergi kepasar untuk membelikan pakaian dan sandal baru untuk anak-anak kita dan jangan lupa beli daging dan makanan”. Pada saat Abu Abdillah bersiap-siap hendak pergi kepasar, terdengar seorang mengetuk pintu. Abu Abdillah membuka pintu, dan ternyata yang datang adalah pembantu sahabatnnya Usamah. Ia datang dengan membawa surat meminta pertolongan Abu Abdillah, agar berkenang meminjami uang untk membayar utang yang telah jatuh tempo. Tanpa berpikir panjang, Abu Abdillah langsung menyerahkan kantong berisi uang seratus dinar yang ada ditangannya pada pembantu Usamah. Ia menyerahkan semuanya tanpa mengambil barang satu dinar pun. “Katakana pada Usamah tuanmu, segera lunasi utangnya malam ini juga”.  Begiitulah pesan Abu Abdillah pada pembantuu Usamah..menngetahui hal itu, terang saja Ummu Abdillah marah besar pada Abu Abdillah yang lebih mementingkan sahabatnya dari pada anak-anaknya. “Kau ini tegal melihat anak-anak kita sedih dank kelaparan. Kalaupun kau mau membantu  Usamah, kenapa tidak setengah dari uang itu saja? Kenapa kau perikan semuanya?”. Begitulah ucap Ummu Abdillah. Sang suami menjawab, “Temanku minta pertolonganku, bagaimana mungkian aku tidak memberinya. Aku juga tidak tahu apakah uangn dalam kantong itu cukup untuk melunasi utangnya apa tidak”. Ummu Abdillah diam dan beristiqfar untuk meredam kejengkelannya pada suaminya yang terlalu baik pada orang lain itu.
            Beberapa jam kemudian terdengar orang mengetuk pintunya. Abu Abdillah membuka pintu dan ia kaget bukan kepalang, ternyata yang datanng ialah sahabatnya yaitu Hamdi. Serta-merta ia memeluknya dan menyabutnay dengan hangat lalu memperslahkan masuk. Setelah duduk, Hamdi berkata, “Aku datang untuk bertanya padamu tentang kantong ini, apakah ini kantong yang aku kirim padamu dan didalamnya ada seratus dinar”. Abu Abdillah mengamati kantong itu dengan penuh seksama, dengan nada kaget ia berkata, “Iya, iya benar. Ini adalah kantong itu, nah coba ceritakan padaku Hamdi, bagaimana kantong ini bias kembali lagi kepadamu?”. Hamdi lalu bercerita, “Ketika pembantumu datang kepadaku membawa suratmu, aku berikan kantong ini dan berkata inilah harta satu-satunya yang aku punya. Karena aku tidak punya apa-apa lagi, maka aku langsung minta bantuan pada Usamah dan betapa terkejutnya aku ketika Usamah  memberikan kantong berisi seratus dinar yang tak lain adalah katong yang aku kirimkan kepadamu tanpa kurang satu dinar pun. Aku takjub, untuk lebih yakin benarkan ini kantong yang aku kirimkan kepadamu, maka aku datang kesini untuk menguak rahasia ini”. Abu Abdillah tertawa dan berkata, ”Usamah lebih mengutamakan kamu daripada dirinya dan memberikan kantong itu sebagaimana kamu mengutamakan diriku lebih pada dirimu sendiri Hamdi”. Hamdipuun menjawab, “Dan kamu lebih mengutamakan Usamah atas dirimu dan keluargamu, apa pendapatmuu Abdillah jika kita bagi uang ini bertiga?” Begitulah kata Hamdi sambil tersenyum.  Abu Abdillah menjawab, “Barrakallahufiika,  semoga Allah memberkahimu Hamdi. Akhirnya uang seratus dinar itu dibagi tiga.
            Kisah keluhuran budi tiga lelaki ini, didengar oleh khalifah, subhanallah, dan khalifah pun sangan tersentuh mendengarya. Masih ada diantara ummat Muhammad saw yang berjiwa mulia, laksana malaikat. Khalifah langsung memerintahkan bendahara Negara untuk memmbeeri hadiah pada tiga lelaki berjiwa malaikat itu masing-masing sebesar sepuluh ribu dinar. Begitu menerima uang dari khalifah, Abu Abdillah langsung sujud bersyukur lalu menemui istrinya dengan muka berseri-seri, “Ummu Abdillah, Ummu Abdillah, sekaranng lihatlah, apa pendapatmu. Apakah Allah menelantarkan kita?” Sang istri menjawab dengan mata berkaca-kaca, “Tidak  suamiku. Demi Allah, Dia Maha Pemurah,, Dia tidak mungkin menelantarkan kita. Bahkan Dia lah yang melimpahkan rizkinya kepada kita tiada  putusnya”. Abu Abdillah pun berkata kepada sang istri, “Sekarang kau tahu istriku, bahwa menginfaqkan harta dijalan Allah adalah bisnis yang pasti untungnya dan tidak akan rugi selamanya”

Tidak ada komentar: