Bebarapa Rahasia Al-Qur'an
PENDAHULUAN
Banyak orang
yang tidak beriman kepada al-Qur’an sekalipun mereka mengaku sebagai orang yang
beriman. Mereka menghabiskan hidup mereka dengan berpegang pada khayalan, dan
kehidupan mereka menyalahi al-Qur’an, bahkan mereka menolak al-Qur’an sebagai
pembimbing mereka. Padahal, hanya al-Qur’an yang memberikan pengetahuan yang
benar dalam masa kehidupan ini kepada setiap orang, dan al-Qur’an menjelaskan
rahasia-rahasia penciptaan Allah dengan penjelasan paling benar dan paling
murni. Informasi apa pun yang tidak berdasarkan pada al-Qur’an adalah
informasi yang tidak benar, dengan demikian informasi tersebut merupakan
tipuan dan khayalan. Dengan demikian, orang-orang yang tidak berpegang pada
al-Qur’an hidupnya dalam keadaan mengkhayal. Di akhirat, mereka akan dilaknat
selama-lamanya.
Dalam
al-Qur’an, juga dalam shalat, perintah, larangan, dan akhlak yang baik, Allah
menjelaskan berbagai rahasia kepada umat manusia. Sesungguhnya semuanya ini
merupakan rahasia penting, dan mata yang mau memperhatikan dapat menyaksikan
rahasia-rahasia ini di dalam hidupnya. Tidak ada sumber lain selain al-Qur’an
yang dapat menjelaskan rahasia-rahasia ini. Al-Qur’an adalah sumber istimewa
bagi rahasia-rahasia ini, sehingga siapa pun orangnya, betapapun ia orang yang
cerdas dan melek huruf tidak akan pernah menemukan rahasia-rahasia ini di
tempat lain.
Sebabnya
adalah karena al-Qur’an itu jelas, mudah, dan cukup sederhana untuk dipahami
oleh setiap orang. Dalam al-Qur’an, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. Kami telah menurunkan kepadamu cahaya
yang terang benderang. Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan
berpegang teguh kepada-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam
rahmat yang besar dari-Nya dan limpahan karunia-Nya, dan menunjuki mereka
kepada jalan yang lurus.” (Q.s. an-Nisa’: 174-75).
Namun
demikian, kebanyakan manusia, meskipun mereka sanggup memecahkan masalah yang
sangat sulit, memiliki pemahaman dan mampu mempraktikkan filsafat yang sangat
membingungkan, ternyata tidak mampu memahami hal-hal yang jelas dan sederhana
yang terdapat dalam al-Qur’an. Sebagaimana tetah dijelaskan dalam buku ini,
persoalan ini merupakan rahasia yang penting. Di samping tidak mampu
memahami sifat dunia yang sementara, hari demi hari orang-orang seperti ini
semakin dekat kepada kematian yang tak dapat dielakkan. Rahasia-rahasia dalam
al-Qur’an merupakan rahmat bagi orang beriman, dan di sisi lain, al-Qur’an memberikan
ancaman bagi orang-orang kafir, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Allah menjelaskan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu
hanyalah menambah kerugian bagi orang-orang yang zalim.” (Q.s. al-Isra’: 82).
Buku ini
membicarakan tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan ayat-ayat yang
telah diwahyukan Allah kepada manusia sebagai suatu rahasia. Ketika seseorang
membaca ayat-ayat ini, dan perhatiannya tertuju kepada rahasia-rahasia yang
terkandung dalam ayat ini, maka yang harus ia lakukan adalah berusaha
mengetahui maksud Allah di balik berbagai peristiwa, lalu memikirkan segala
sesuatunya berdasarkan al-Qur’an. Maka, orang-orang pun akan menyadari dengan
kesadaran yang mendalam tentang rahasia-rahasia tersebut, sehingga al-Qur’an
akan mengendalikan kehidupan mereka dan kehidupan orang lain.
Semenjak orang
bangun pada pagi hari, wujud dari rahasia-rahasia yang diciptakan Allah ini
dapat dilihat. Untuk memahami rahasia-rahasia ini, yang ia perlukan hanyalah
selalu memperhatikannya, berpaling kepada Allah, dan bertafakur. Maka, ia akan
menyadari bahwa hidupnya sama sekali tidak tergantung pada hukum–hukum yang
merugikan sebagaimana yang dipakai banyak orang, dan ia akan menyadari bahwa
satu-satunya kekuasaan dan hukum yang dapat dipercaya hanyalah hukum
Allah. Ini merupakan rahasia yang sangat penting. Tidak ada kebaikan di dalam
aturan-aturan dan praktik-praktik yang digunakan kebanyakan orang selama
berabad-abad yang dianggap sebagai kebenaran yang pasti. Sesungguhnya,
orang-orang ini telah tertipu. Kebenaran adalah apa yang dinyatakan dalam
al-Qur’an. Siapa pun yang membaca al-Qur’an dengan ikhlas, lalu memikirkan
berbagai peristiwa berdasarkan al-Qur’an dan iman, dan mendekatkan diri kepada
Allah, ia akan melihat dengan jelas rahasia-rahasia ini. Perbuatan inilah yang
akan memberikan pemamahan yang lebih baik bahwa Allah adalah Yang Maha Esa
Yang mengendalikan setiap makhluk, hati, dan pikiran, sebagaimana pernyataan
Allah dalam sebuah ayat:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup
(bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (Q.s. Fushshilat:
53).
ALLAH MENGABULKAN DOA SETIAP ORANG
Allah Yang
Mahakuasa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang, telah berfirman dalam al-Qur’an
bahwa Dia dekat dengan manusia dan akan mengabulkan permohonan orang-orang yang
berdoa kepada-Nya. Adapun salah satu ayat yang membicarakan masalah tersebut
adalah:
“Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.s. al-Baqarah: 186).
Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat di atas, Allah itu dekat kepada setiap orang. Dia Maha
Mengetahui keinginan, perasaan, pikiran, kata-kata yang diucapkan, bisikan,
bahkan apa saja yang tersembunyi dalam hati setiap orang. Dengan demikian, Allah
Mendengar dan Mengetahui setiap orang yang berpaling kepada-Nya dan berdoa
kepada-Nya. Inilah karunia Allah kepada manusia dan sebagai wujud dari
kasih-sayang-Nya, rahmat-Nya, dan kekuasaan-Nya yang tiada batas.
Allah memiliki
kekuasaan dan pengetahuan yang tiada batas. Dialah Pemilik segala sesuatu di
seluruh alam semesta. Setiap makhluk, setiap benda, dari orang-orang yang tampaknya
paling kuat hingga orang-orang yang sangat kaya, dari binatang-binatang yang
sangat besar hingga yang sangat kecil yang mendiami bumi, semuanya milik Allah
dan semuanya berada dalam kehendak-Nya dan pegaturan-Nya yang mutlak.
Seseorang yang
beriman terhadap kebenaran ini dapat berdoa kepada Allah mengenai apa saja dan
dapat berharap bahwa Allah akan mengabulkan doa-doanya. Misalnya, seseorang
yang mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan tentu saja akan berusaha
untuk melakukan berbagai macam pengobatan. Namun ketika mengetahui bahwa hanya
Allah yang dapat memberikan kesehatan, lalu ia pun berdoa kepada-Nya memohon
kesembuhan. Demikian pula, orang yang mengalami ketakutan atau kecemasan dapat
berdoa kepada Allah agar terbebas dari ketakutan dan kecemasan. Seseorang yang
menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan dapat berpaling kepada
Allah untuk menghilangkan kesulitannya. Seseorang dapat berdoa kepada Allah
untuk memohon berbagai hal yang tidak terhitung banyaknya seperti untuk memohon
bimbingan kepada jalan yang benar, untuk dimasukkan ke dalam surga bersama-sama
orang-orang beriman lainnya, agar lebih meyakini surga, neraka, Kekuasaan
Allah, untuk kesehatan, dan sebagainya. Inilah yang telah ditekankan Rasulullah
saw. dalam sabdanya:
“Maukah
aku beritahukan kepadamu suatu senjata yang dapat melindungimu dari kejahatan
musuh dan agar rezekimu bertambah?” Mereka berkata, “Tentu saja wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Serulah Tuhanmu siang dan malam, karena ‘doa’ itu merupakan
senjata bagi orang yang beriman.”1
Namun
demikian, terdapat rahasia lain di balik apa yang diungkapkan dalam al-Qur’an
yang perlu kita bicarakan dalam masalah ini. Sebagaimana Allah telah menyatakan
dalam ayat:
“Dan
manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan manusia
itu tergesa-gesa.” (Q.s.
al-Isra’:11).
Tidak setiap
doa yang dipanjatkan oleh manusia itu bermanfaat. Misalnya seseorang memohon
kepada Allah agar diberi harta dan kekayaan yang banyak untuk anak-anaknya
kelak. Akan tetapi Allah tidak melihat kebaikan di dalam doanya itu. Yakni,
kekayaan yang banyak itu justru dapat memalingkan anak-anak tersebut dari
Allah. Dalam hal ini, Allah mendengar doa orang tersebut, menerimanya sebagai
amal ibadah, dan mengabulkannya dengan cara yang sebaik-baiknya. Sebagai
contoh lainnya, seseorang berdoa agar tidak terlambat dalam memenuhi perjanjian.
Namun tampaknya lebih baik baginya jika ia sampai di tujuan setelah waktu yang
ditentukan, karena ia dapat bertemu dengan seseorang yang memberikan sesuatu
yang lebih bermanfaat untuk kehidupan yang abadi. Allah mengetahui masalah ini,
dan Dia mengabulkan doa bukan berdasarkan apa yang dipikirkan orang itu,
tetapi dengan cara yang terbaik. Yakni, Allah mendengar doa orang itu, tetapi
jika Dia melihat tidak ada kebaikan dalam doanya itu, Dia memberikan apa yang
terbaik bagi orang itu. Tentu saja hal ini merupakan rahasia yang sangat
penting.
Ketika doa
tidak dikabulkan, orang-orang tidak menyadari tentang rahasia ini, mereka
mengira bahwa Allah tidak mendengar doa mereka. Sesungguhnya hal ini merupakan
keyakinan orang-orang bodoh yang sesat, karena “Allah itu lebih dekat kepada
manusia daripada urat lehernya sendiri.” (Q.s. Qaf: 16). Dia Maha
Mengetahui perkataan apa saja yang diucapkan, apa saja yang dipikirkan, dan
peristiwa apa saja yang dialami seseorang. Bahkan ketika seseorang tertidur,
Allah mengetahui apa yang ia alami dalam mimpinya. Allah adalah Yang
menciptakan segala sesuatu. Oleh karena itu, kapan saja seseorang berdoa kepada
Allah, ia harus menyadari bahwa Allah akan menerima doanya pada saat yang
paling tepat dan akan memberikan apa yang terbaik baginya.
Doa, di
samping sebagai bentuk amal ibadah, juga merupakan karunia Allah yang sangat
berharga bagi manusia, karena melalui doa, Allah akan memberikan kepada manusia
sesuatu yang Dia pandang baik dan bermanfaat bagi dirinya. Allah menyatakan
pentingnya doa dalam sebuah ayat:
“Katakanlah:
‘Tuhanku tidak mengindahkan kamu, andaikan tidak karena doamu. Tetapi kamu
sungguh telah mendustakan-Nya, karena itu kelak azab pasti akan menimpamu’.” (Q.s. al-Furqan: 77)
Allah Mengabulkan Doa Orang-orang yang
Menderita dan Berada dalam Kesulitan
Doa adalah
saat-saat ketika kedekatan seseorang dengan Allah dapat dirasakan. Sebagai
hamba Allah, seseorang sangat memerlukan Dia. Hal ini karena ketika seseorang
berdoa, ia akan menyadari betapa lemahnya dan betapa hinanya dirinya di hadapan
Allah, dan ia menyadari bahwa tak seorang pun yang dapat menolongnya kecuali
Allah. Keikhlasan dan kesungguhan seseorang dalam berdoa tergantung pada sejauh
mana ia merasa memerlukan. Misalnya, setiap orang berdoa kepada Allah untuk
memohon keselamatan di dunia. Namun, orang yang merasa putus asa di tengah-tengah
medan perang akan berdoa lebih sungguh-sungguh dan dengan berendah diri di
hadapan Allah. Demikian pula, ketika terjadi badai yang menerpa sebuah kapal
atau pesawat terbang sehingga terancam bahaya, orang-orang akan memohon kepada
Allah dengan berendah diri. Mereka akan ikhlas dan berserah diri dalam berdoa.
Allah menceritakan keadaan ini dalam sebuah ayat:
“Katakanlah:
Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang
kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dengan suara yang lembut:
‘Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami
menjadi orang-orang yang bersyukur’.” (Q.s.
al-An‘am: 63).
Di dalam
al-Qur’an, Allah memerintahkan manusia agar berdoa dengan merendahkan diri:
“Berdoalah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.s. al-A‘raf: 55).
Dalam ayat
lainnya, Allah menyatakan bahwa Dia mengabulkan doa orang-orang yang teraniaya
dan orang-orang yang berada dalam kesusahan:
“Atau
siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa
kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu
sebagai khalifah di bumi? Apakah ada tuhan lain selain Allah? Sedikit sekali
kamu yang memperhatikannya.” (Q.s. an-Naml:
62).
Tentu saja
orang tidak harus berada dalam keadaan bahaya ketika berdoa kepada Allah.
Contoh-contoh ini diberikan agar orang-orang dapat memahami maknanya sehingga
mereka berdoa dengan ikhlas dan merenungkan saat kematian, ketika seseorang
tidak lagi merasa lalai sehingga mereka berpaling kepada Allah dengan
keikhlasan yang dalam. Dalam pada itu, orang-orang yang beriman, yang dengan
sepenuh hati berbakti kepada Allah, selalu menyadari kelemahan mereka dan
kekurangan mereka, mereka selalu berpaling kepada Allah dengan ikhlas,
sekalipun mereka tidak berada dalam keadaan bahaya. Ini merupakan ciri penting
yang membedakan mereka dengan orang-orang kafir dan orang-orang yang imannya
lemah.
Tidak Ada Pembatasan Apa pun dalam Berdoa
Seseorang
dapat memohon apa saja kepada Allah asalkan halal. Hal ini karena sebagaimana
telah disebutkan terdahulu, Allah adalah satu-satunya penguasa dan pemilik
seluruh alam semesta; dan jika Dia menghendaki, Dia dapat memberikan kepada
manusia apa saja yang Dia inginkan. Setiap orang yang berpaling kepada Allah
dan berdoa kepada-Nya, haruslah meyakini bahwa Allah berkuasa melakukan apa
saja dan bersungguh-sungguhlah dalam berdoa sebagaimana disabdakan oleh
Nabi saw.2 Ia perlu mengetahui bahwa mudah saja bagi-Nya
untuk memenuhi keinginan apa saja, dan Dia akan memberikan apa yang diminta
oleh seseorang jika di dalamnya terdapat kebaikan bagi orang itu dalam doa
tersebut. Doa-doa para nabi dan orang-orang beriman yang disebutkan dalam
al-Qur’an merupakan contoh bagi orang-orang beriman tentang hal-hal yang dapat
mereka mohon kepada Allah. Misalnya, Nabi Zakaria a.s. berdoa kepada Allah agar
diberi keturunan yang diridhai, dan Allah pun mengabulkan doanya, meskipun
istrinya mandul:
“Yaitu ketika
ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: ‘Ya Tuhanku,
sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku
belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku
khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang
mandul, maka anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra. Yang akan mewarisi
aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya‘qub; dan jadikanlah ia ya Tuhanku,
seorang yang diridhai’.” (Q.s. Maryam:
3-6).
Maka Allah
mengabulkan doa Nabi Zakaria dan memberikan kepadanya berita gembira tentang
Nabi Yahya a.s.. Setelah menerima berita gembira tentang seorang anak
laki-laki, Nabi Zakaria merasa heran karena istrinya mandul. Jawaban Allah
kepada Nabi Zakaria menjelaskan tentang sebuah rahasia yang hendaknya selalu
dicamkan dalam hati orang-orang yang beriman:
“Zakaria berkata, ‘Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal
istriku adalah seorang yang mandul dan aku sesungguhnya sudah mencapai umur
yang sangat tua.’ Tuhan berfirman, ‘Demikianlah.’ Tuhan berfirman, ‘Hal itu
mudah bagi-Ku, dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal
kamu belum ada sama sekali’.” (Q.s. Maryam: 8-9)
Ada beberapa
Nabi lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an yang doa-doa mereka dikabulkan.
Misalnya, Nabi Nuh a.s. memohon kepada Allah untuk menimpakan azab kepada
kaumnya yang tersesat meskipun ia telah berusaha sekuat tenaga untuk membimbing
mereka kepada jalan yang lurus. Sebagai jawaban dari doanya, Allah menimpakan
azab besar kepada mereka yang tercatat dalam sejarah.
Nabi Ayub a.s.
menyeru Tuhannya ketika ia sakit, ia berkata, “… Sesungguhnya aku telah
ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua
penyayang.” (Q.s. al-Anbiya’: 83). Sebagai jawaban terhadap
doa Nabi Ayub, Allah berfirman sebagai berikut:
“Maka Kami pun mengabulkan doanya itu, lalu
Kami hilangkan penyakit yang menimpanya dan Kami kembalikan keluarganya
kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari
sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Q.s. al-Anbiya’: 84).
Allah
mengabulkan Nabi Sulaiman a.s. yang berdoa, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan
anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun sesudahku,
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (Q.s. Shad: 35).
Maka Allah mengaruniakan kekuasaan yang besar dan kekayaan yang banyak
kepadanya.
Oleh karena
itu, orang-orang yang berdoa hendaknya mencamkan dalam hati ayat ini, “Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya,
‘Jadilah.’ Maka terjadilah ia. (Q.s. Yasin: 82) Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat ini, segala sesuatu itu mudah bagi Allah dan Dia
Mendengar dan Mengetahui setiap doa.
Allah Memberi Karunia di Dunia ini bagi
Orang-orang yang Menginginkannya, Tetapi di Akhirat Mereka akan Menderita
Kerugian
Orang-orang
yang tidak memiliki ketakwaan kepada Allah dalam hatinya, dan imannya sangat
lemah terhadap kehidupan akhirat, hanyalah menginginkan keduniaan. Mereka
meminta kekayaan, harta benda, dan kedudukan hanyalah untuk kehidupan di
dunia ini. Allah memberi tahu kita bahwa orang-orang yang hanya menginginkan
keduniaan tidak akan memperoleh pahala di akhirat. Tetapi bagi orang-orang yang
beriman, mereka berdoa memohon dunia dan akhirat karena mereka percaya bahwa
kehidupan di akhirat sama pastinya dan sama dekatnya dengan kehidupan dunia
ini. Tentang masalah ini, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Di antara
manusia ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di
dunia,’ dan tidak ada baginya bagian di akhirat. Dan di antara mereka ada orang
yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.’ Mereka itulah orang-orang
yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat
perhitungan-Nya. (Q.s. al-Baqarah: 200-2).
Orang-orang
yang beriman juga berdoa memohon kesehatan, kekayaan, ilmu, dan kebahagiaan.
Akan tetapi, semua doa mereka adalah untuk mencari keridhaan Allah dan untuk
memperoleh kebaikan bagi agamanya. Mereka memohon kekayaan misalnya, adalah
untuk digunakan di jalan Allah. Berkenaan dengan masalah ini, Allah memberikan
contoh tentang Nabi Sulaiman di dalam al-Qur’an. Jauh dari keinginan untuk
memperoleh dunia, doa Nabi Sulaiman untuk meminta kekayaan adalah demi tujuan
mulia untuk digunakan di jalan Allah, untuk menyeru manusia kepada agama Allah,
dan agar dirinya sibuk berdzikir kepada Allah. Kata-kata Nabi Sulaiman
sebagaimana yang diceritakan dalam al-Qur’an menunjukkan niatnya yang ikhlas:
“Sesungguhnya
aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik karena ingat kepada
Tuhanku.” (Q.s. Shad: 32).
Maka Allah
mengabulkan doa Nabi Sulaiman a.s. tersebut dengan mengaruniakan kepadanya
kekayaan yang sangat banyak di dunia dan ia akan memperoleh pahala di akhirat.
Dalam pada itu, Allah juga mengabulkan keinginan orang-orang yang hanya
menghendaki kehidupan dunia, namun azab yang pedih menunggu mereka di akhirat.
Keuntungan yang telah mereka peroleh di dunia ini tidak akan mereka peroleh
lagi di akhirat kelak.
Kenyataan yang
sangat penting ini diceritakan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Barangsiapa
menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan
barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami akan memberikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya bagian sedikit pun di
akhirat. (Q.s. asy-Syura: 20).
“Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang, maka Kami segerakan baginya di dunia apa yang
Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka
Jahanam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.s. al-Isra’: 18).
ALLAH MENAMBAHKAN
NIKMATNYA KEPADA ORANG-ORANG YANG BERSYUKUR
Setiap orang
sangat memerlukan Allah dalam setiap gerak kehidupannya. Dari udara untuk
bernafas hingga makanan yang ia makan, dari kemampuannya untuk menggunakan
tangannya hingga kemampuan berbicara, dari perasaan aman hingga perasaan
bahagia, seseorang benar-benar sangat memerlukan apa yang telah diciptakan
oleh Allah dan apa yang dikaruniakan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan orang
tidak menyadari kelemahan mereka dan tidak menyadari bahwa mereka sangat
memerlukan Allah. Mereka menganggap bahwa segala sesuatunya terjadi dengan
sendirinya atau mereka menganggap bahwa segala sesuatu yang mereka peroleh
adalah karena hasil jerih payah mereka sendiri. Anggapan ini merupakan kesalahan
yang sangat fatal dan benar-benar tidak mensyukuri nikmat Allah. Anehnya,
orang-orang yang telah menyatakan rasa terima kasihnya kepada seseorang
karena telah memberi sesuatu yang remeh kepadanya, mereka menghabiskan hidupnya
dengan mengabaikan nikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya di sepanjang
hidupnya. Bagaimanapun, nikmat yang diberikan Allah kepada seseorang sangatlah
besar sehingga tak seorang pun yang dapat menghitungnya. Allah menceritakan
kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:
“Dan jika
kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. an-Nahl: 18).
Meskipun
kenyataannya demikian, kebanyakan manusia tidak mampu mensyukuri kenikmatan
yang telah mereka terima. Adapun penyebabnya diceritakan dalam al-Qur’an:
Setan, yang berjanji akan menyesatkan manusia dari jalan Allah, berkata bahwa
tujuan utamanya adalah untuk menjadikan manusia tidak bersyukur kepada Allah.
Pernyataan setan yang mendurhakai Allah ini menegaskan pentingnya bersyukur
kepada Allah:
“Kemudian
saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan
dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.
Allah berfirman, ‘Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi
terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar
Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya’.” (Q.s. al-A‘raf: 17-8).
Dalam pada
itu, orang-orang yang beriman karena menyadari kelemahan mereka, di hadapan
Allah mereka memanjatkan syukur dengan rendah diri atas setiap nikmat yang
diterima. Bukan hanya kekayaan dan harta benda yang disyukuri oleh orang-orang
yang beriman. Karena orang-orang yang beriman mengetahui bahwa Allah adalah
Pemilik segala sesuatu, mereka juga bersyukur atas kesehatan, keindahan, ilmu,
hikmah, kepahaman, wawasan, dan kekuatan yang dikaruniakan kepada mereka, dan
mereka mencintai keimanan dan membenci kekufuran. Mereka bersyukur karena telah
dibimbing dalam kebenaran dan dimasukkan dalam golongan orang-orang beriman.
Pemandangan yang indah, urusan yang mudah, keinginan yang tercapai,
berita-berita yang menggembirakan, perbuatan yang terpuji, dan nikmat-nikmat
lainnya, semua ini menjadikan orang-orang beriman berpaling kepada Allah,
bersyukur kepada-Nya yang telah menunjukkan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Sebagai
balasan atas kesyukurannya, sebuah pahala menunggu orang-orang yang beriman.
Ini merupakan rahasia lain yang dinyatakan dalam al-Qur’an; Allah menambah
nikmat-Nya kepada orang-orang yang bersyukur. Misalnya, bahkan Allah memberikan
kesehatan dan kekuatan yang lebih banyak lagi kepada orang-orang yang bersyukur
kepada Allah atas kesehatan dan kekuatan yang mereka miliki. Bahkan Allah mengaruniakan
ilmu dan kekayaan yang lebih banyak kepada orang-orang yang mensyukuri ilmu dan
kekayaan tersebut. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang
merasa puas dengan apa yang diberikan Allah dan mereka ridha dengan karunia
tersebut, dan mereka menjadikan Allah sebagai pelindung mereka. Allah
menceritakan rahasia ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Dan ketika Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (Q.s. Ibrahim: 7)
Mensyukuri
nikmat juga menunjukkan tanda kedekatan dan kecintaan seseorang kepada Allah.
Orang-orang yang bersyukur memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat
keindahan dan kenikmatan yang dikaruniakan Allah. Rasulullah saw. juga menyebutkan
masalah ini, beliau saw. bersabda:
“Jika Allah
memberikan harta kepadamu, maka akan tampak kegembiraan pada dirimu dengan
nikmat dan karunia Allah itu.1
Dalam pada
itu, seorang kafir atau orang yang tidak mensyukuri nikmat hanya akan melihat
cacat dan kekurangan, bahkan pada lingkungan yang sangat indah, sehingga ia
akan merasa tidak berbahagia dan tidak puas, maka Allah menjadikan orang-orang
seperti ini hanya menjumpai berbagai peristiwa dan pemandangan yang tidak
menyenangkan. Akan tetapi Allah menampakkan lebih banyak nikmat dan
karunia-Nya kepada orang-orang yang ikhlas dan memiliki hati nurani.
Bahwa Allah
menambah kenikmatan kepada orang-orang yang bersyukur, ini juga merupakan salah
satu rahasia dari al-Qur’an. Bagaimanapun harus kita camkan dalam hati bahwa
keikhlasan merupakan prasyarat agar dapat mensyukuri nikmat. Jika seseorang
menunjukkan rasa syukurnya tanpa berpaling dengan ikhlas kepada Allah dan tanpa
menghayati rahmat dan kasih sayang Allah yang tiada batas, tetapi rasa
syukurnya itu hanya untuk menarik perhatian orang, tentu saja ini merupakan
ketidakikhlasan yang parah. Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati dan
mengetahui ketidakikhlasannya tersebut. Orang-orang yang memiliki niat yang
tidak ikhlas bisa saja menyembunyikan apa yang tersimpan dalam hati dari orang
lain. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah. Orang-orang seperti
itu bisa saja mensyukuri nikmat ketika tidak menghadapi penderitaan. Tetapi
pada saat-saat berada dalam kesulitan, mungkin mereka akan mengingkari nikmat.
Perlu
diperhatikan, bahwa orang-orang mukmin sejati tetap bersyukur kepada Allah
sekalipun mereka berada dalam keadaan yang sangat sulit. Seseorang yang melihat
dari luar mungkin melihat berkurangnya nikmat pada diri orang-orang yang
beriman. Padahal, orang-orang beriman yang mampu melihat sisi-sisi kebaikan
dalam setiap peristiwa dan keadaan juga mampu melihat kebaikan dalam
penderitaan tersebut. Misalnya, Allah menyatakan bahwa Dia akan menguji manusia
dengan rasa takut, lapar, kehilangan harta dan jiwa. Dalam keadaan seperti itu,
orang-orang beriman tetap bergembira dan merasa bersyukur, mereka berharap
bahwa Allah akan memberi pahala kepada mereka berupa surga sebagai pahala atas
sikap mereka yang tetap istiqamah dalam menghadapi ujian tersebut. Mereka
mengetahui bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kekuatannya. Sikap istiqamah dan tawakal yang mereka jalani dalam menghadapi
penderitaan tersebut akan membuahkan sifat sabar dan syukur dalam diri mereka.
Dengan demikian, ciri-ciri orang yang beriman adalah tetap menunjukkan
ketaatan dan bertawakal kepada-Nya, dan Allah berjanji akan menambah nikmat
kepada hamba-hamba-Nya yang mensyukuri nikmat-Nya, baik di dunia ini maupun di
akhirat kelak.
RAHASIA BERSERAH DIRI
DAN BERTAWAKAL KEPADA ALLAH
Berserah diri
kepada Allah merupakan ciri khusus yang dimiliki orang-orang mukmin, yang
memiliki keimanan yang mendalam, yang mampu melihat kekuasaan Allah, dan yang
dekat dengan-Nya. Terdapat rahasia penting dan kenikmatan jika kita berserah
diri kepada Allah. Berserah diri kepada Allah maknanya adalah menyandarkan
dirinya dan takdirnya dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Allah telah
menciptakan semua makhluk, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa — masing-masing dengan tujuannya sendiri-sendiri dan takdirnya
sendiri-sendiri. Matahari, bulan, lautan, danau, pohon, bunga, seekor semut
kecil, sehelai daun yang jatuh, debu yang ada di bangku, batu yang menyebabkan
kita tersandung, baju yang kita beli sepuluh tahun yang lalu, buah persik di
lemari es, ibu anda, teman kepala sekolah anda, diri anda — pendek kata segala
sesuatunya, takdirnya telah ditetapkan oleh Allah jutaan tahun yang lalu.
Takdir segala sesuatu telah tersimpan dalam sebuah kitab yang dalam al-Qur’an
disebut sebagai ‘Lauhul-Mahfuzh’. Saat kematian, saat jatuhnya sebuah daun,
saat buah persik dalam peti es membusuk, dan batu yang menyebabkan kita
tersandung — pendek kata semua peristiwa, yang remeh maupun yang penting —
semuanya tersimpan dalam kitab ini.
Orang-orang
yang beriman meyakini takdir ini dan mereka mengetahui bahwa takdir yang
diciptakan oleh Allah adalah yang terbaik bagi mereka. Itulah sebabnya setiap
detik dalam kehidupan mereka, mereka selalu berserah diri kepada Allah. Dengan
kata lain, mereka mengetahui bahwa Allah menciptakan semua peristiwa ini
sesuai dengan tujuan ilahiyah, dan terdapat kebaikan dalam apa saja yang
diciptakan oleh Allah. Misalnya, terserang penyakit yang berbahaya, menghadapi
musuh yang kejam, menghadapi tuduhan palsu padahal ia tidak bersalah, atau
menghadapi peristiwa yang sangat mengerikan, semua ini tidak mengubah keimanan
orang yang beriman, juga tidak menimbulkan rasa takut dalam hati mereka.
Mereka menyambut dengan rela apa saja yang telah diciptakan Allah untuk mereka.
Orang-orang beriman menghadapi dengan kegembiraan keadaan apa saja, keadaan
yang pada umumnya bagi orang-orang kafir menyebabkan perasaan ngeri dan putus
asa. Hal itu karena rencana yang paling mengerikan sekalipun, sesungguhnya
telah direncanakan oleh Allah untuk menguji mereka. Orang-orang yang menghadapi
semuanya ini dengan sabar dan bertawakal kepada Allah atas takdir yang telah
Dia ciptakan, mereka akan dicintai dan diridhai Allah. Mereka akan memperoleh
surga yang kekal abadi. Itulah sebabnya orang-orang yang beriman memperoleh
kenikmatan, ketenangan, dan kegembiraan dalam kehidupan mereka karena
bertawakal kepada Tuhan mereka. Inilah nikmat dan rahasia yang dijelaskan oleh
Allah kepada orang-orang yang beriman. Allah menjelaskan dalam al-Qur’an bahwa
Dia mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Q.s. Ali ‘Imran: 159)
Rasulullah saw. juga menyatakan hal ini, beliau bersabda:
“Tidaklah
beriman seorang hamba Allah hingga ia percaya kepada takdir yang baik dan
buruk, dan mengetahui bahwa ia tidak dapat menolak apa saja yang menimpanya
(baik dan buruk), dan ia tidak dapat terkena apa saja yang dijauhkan darinya
(baik dan buruk).”1
Masalah
lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an tentang bertawakal kepada Allah adalah
tentang “melakukan tindakan”. Al-Qur’an memberitahukan kita tentang berbagai
tindakan yang dapat dilakukan orang-orang yang beriman dalam berbagai keadaan.
Dalam ayat-ayat lainnya, Allah juga menjelaskan rahasia bahwa
tindakan-tindakan tersebut yang diterima sebagai ibadah kepada Allah, tidak
dapat mengubah takdir. Nabi Ya‘qub a.s. menasihati putranya agar melakukan beberapa
tindakan ketika memasuki kota, tetapi setelah itu beliau diingatkan agar
bertawakal kepada Allah. Inilah ayat yang membicarakan masalah tersebut:
“Dan Ya‘qub
berkata, ‘Hai anak-anakku, janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan
masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlainan, namun demikian aku tidak
dapat melepaskan kamu barang sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan menetapkan
(sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendaklah
kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri’.” (Q.s. Yusuf: 67).
Sebagaimana
dapat dilihat pada ucapan Nabi Ya‘qub, orang-orang yang beriman tentu saja juga
mengambil tindakan berjaga-jaga, tetapi mereka mengetahui bahwa mereka tidak
dapat mengubah takdir Allah yang dikehendaki untuk mereka. Misalnya, seseorang
harus mengikuti aturan lalu lintas dan tidak mengemudi dengan sembarangan. Ini
merupakan tindakan yang penting dan merupakan sebuah bentuk ibadah demi
keselamatan diri sendiri dan orang lain. Namun, jika Allah menghendaki bahwa
orang itu meninggal karena kecelakaan mobil, maka tidak ada tindakan yang dapat
dilakukan untuk mencegah kematiannya. Terkadang tindakan pencegahan atau suatu
perbuatan tampaknya dapat menghindari orang itu dari kematian. Atau mungkin
seseorang dapat melakukan keputusan penting yang dapat mengubah jalan hidupnya,
atau seseorang dapat sembuh dari penyakitnya yang mematikan dengan menunjukkan
kekuatannya dan daya tahannya. Namun, semua peristiwa ini terjadi karena Allah
telah menetapkan yang demikian itu. Sebagian orang salah menafsirkan
peristiwa-peristiwa seperti itu sebagai “mengatasi takdir seseorang” atau
“mengubah takdir seseorang”. Tetapi, tak seorang pun, bahkan orang yang sangat
kuat sekalipun di dunia ini yang dapat mengubah apa yang telah ditetapkan oleh
Allah. Tak seorang manusia pun yang memiliki kekuatan seperti itu. Sebaliknya,
setiap makhluk sangat lemah dibandingkan dengan ketetapan Allah. Adanya fakta
bahwa sebagian orang tidak menerima kenyataan ini tetap tidak mengubah
kebenaran. Sesungguhnya, orang yang menolak takdir juga telah ditetapkan demikian.
Karena itulah orang-orang yang menghindari kematian atau penyakit, atau mengubah
jalannya kehidupan, mereka mengalami peristiwa seperti ini karena Allah telah
menetapkannya. Allah menceritakan hal ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Tidak ada
suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. Supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.s.
al-Hadid: 22-3).
Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat di atas, peristiwa apa pun yang terjadi telah ditetapkan
sebelumnya dan tertulis dalam Lauh Mahfuzh. Untuk itulah Allah menyatakan
kepada manusia supaya tidak berduka cita terhadap apa yang luput darinya.
Misalnya, seseorang yang kehilangan semua harta bendanya dalam sebuah
kebakaran atau mengalami kerugian dalam perdagangannya, semua ini memang sudah
ditetapkan. Dengan demikian mustahil baginya untuk menghindari atau mencegah
kejadian tersebut. Jadi tidak ada gunanya jika merasa berduka cita atas
kehilangan tersebut. Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan berbagai kejadian
yang telah ditetapkan untuk mereka. Orang-orang yang bertawakal kepada Allah
ketika mereka menghadapi peristiwa seperti itu, Allah akan ridha dan cinta
kepadanya. Sebaliknya, orang-orang yang tidak bertawakal kepada Allah akan
selalu mengalami kesulitan, keresahan, ketidakbahagiaan dalam kehidupan mereka
di dunia ini, dan akan memperoleh azab yang kekal abadi di akhirat kelak.
Dengan demikian sangat jelas bahwa bertawakal kepada Allah akan membuahkan
keberuntungan dan ketenangan di dunia dan di akhirat. Dengan menyingkap
rahasia-rahasia ini kepada orang-orang yang beriman, Allah membebaskan mereka
dari berbagai kesulitan dan menjadikan ujian dalam kehidupan di dunia ini mudah
bagi mereka.
TERDAPAT KEBAIKAN
DALAM SETIAP PERISTIWA
Allah
memberitahukan kita bahwa dalam setiap peristiwa yang Dia ciptakan terdapat
kebaikan di dalamnya. Ini merupakan rahasia lain yang menjadikan mudah bagi
orang-orang yang beriman untuk bertawakal kepada Allah. Allah menyatakan, bahkan
dalam peristiwa-peristiwa yang tampaknya tidak menyenangkan terdapat
kebaikan di dalamnya:
“Mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.s.
an-Nisa’: 19).
“Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu
tidak mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 216).
Dengan
memahami rahasia ini, orang-orang yang beriman menjumpai kebaikan dan keindahan
dalam setiap peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang sulit tidak membuat mereka
merasa gentar dan khawatir. Mereka tetap tenang ketika menghadapi penderitaan
yang ringan maupun berat. Orang-orang Muslim yang ikhlas bahkan melihat
kebaikan dan hikmah Ilahi ketika mereka kehilangan seluruh harta benda mereka.
Mereka tetap bersyukur kepada Allah yang telah mengkaruniakan kehidupan.
Mereka yakin bahwa dengan kehilangan harta tersebut Allah sedang melindungi
mereka dari perbuatan maksiat atau agar hatinya tidak terpaut dengan harta
benda. Untuk itu, mereka bersyukur dengan sedalam-dalamnya kepada Allah karena
kerugian di dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kerugian di akhirat.
Kerugian di akhirat artinya azab yang kekal abadi dan sangat pedih. Orang-orang
yang tetap sibuk mengingat akhirat melihat setiap peristiwa sebagai kebaikan
dan keindahan untuk menuju kehidupan akhirat. Orang-orang yang bersabar
dengan penderitaan yang dialaminya akan menyadari bahwa dirinya sangat lemah
di hadapan Allah, dan akan menyadari betapa mereka sangat memerlukan Dia.
Mereka akan berpaling kepada Allah dengan lebih berendah diri dalam doa-doa
mereka, dan dzikir mereka akan semakin mendekatkan diri mereka kepada-Nya.
Tentu saja hal ini sangat bermanfaat bagi kehidupan akhirat seseorang. Dengan
bertawakal sepenuhnya kepada Allah dan dengan menunjukkan kesabaran, mereka
akan memperoleh ridha Allah dan akan memperoleh pahala berupa kebahagiaan
abadi.
Manusia harus
mencari kebaikan dan keindahan tidak saja dalam penderitaan, tetapi juga dalam
peristiwa sehari-hari. Misalnya, masakan yang dimasak dengan susah payah
ternyata hangus, dengan kehendak Allah, mungkin akan bermanfaat menjauhkan dari
madharat kelak di kemudian hari. Seseorang mungkin tidak diterima dalam ujian
masuk perguruan tinggi untuk menggapai harapannya pada masa depan.
Bagaimanapun, hendaknya ia mengetahui bahwa terdapat kebaikan dalam
kegagalannya ini. Demikian pula hendaknya ia dapat berpikir bahwa barangkali
Allah menghendaki dirinya agar terhindar dari situasi yang sulit, sehingga ia
tetap merasa senang dengan kejadian itu. Dengan berpikir bahwa Allah telah
menempatkan berbagai rahmat dalam setiap peristiwa, baik yang terlihat maupun
yang tidak, orang-orang yang beriman melihat keindahan dalam bertawakal
mengharapkan bimbingan Allah.
Seseorang
mungkin tidak selalu melihat kebaikan dan hikmah Ilahi di balik setiap
peristiwa. Sekalipun demikian ia mengetahui dengan pasti bahwa terdapat
kebaikan dalam setiap peristiwa. Ia memanjatkan doa kepada Allah agar
ditunjukkan kepadanya kebaikan dan hikmah Ilahi di balik segala sesuatu yang
terjadi.
Orang-orang
yang menyadari bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah memiliki tujuan tidak
pernah mengucapkan kata-kata, “Seandainya saya tidak melakukan…” atau
“Seandainya saya tidak berkata …,” dan sebagainya. Kesalahan, kekurangan,
atau peristiwa-peristiwa yang kelihatannya tidak menguntungkan, pada
hakikatnya di dalamnya terdapat rahmat dan masing-masing merupakan ujian.
Allah memberikan pelajaran penting dan mengingatkan manusia tentang tujuan
penciptaan pada setiap orang. Bagi orang-orang yang dapat melihat dengan hati
nuraninya, tidak ada kesalahan atau penderitaan, yang ada adalah pelajaran,
peringatan, dan hikmah dari Allah. Misalnya, seorang Muslim yang tokonya
terbakar akan melakukan mawas diri, bahkan keimanannya menjadi lebih ikhlas
dan lebih lurus, ia menganggap peristiwa itu sebagai peringatan dari Allah agar
tidak terlalu sibuk dan terpikat dengan harta dunia.
Hasilnya, apa
pun yang dihadapinya dalam kehidupannya, penderitaan itu pada akhirnya akan
berakhir sama sekali. Seseorang yang mengenang penderitaannya akan merasa
takjub bahwa penderitaan itu tidak lebih dari sekadar kenangan dalam pikiran,
bagaikan orang yang mengingat kembali adegan dalam film. Oleh karena itu, akan
datang suatu saat ketika pengalaman yang sangat pedih akan tinggal menjadi
kenangan, bagaikan bayangan adegan dalam film. Hanya ada satu yang masih ada:
bagaimanakah sikap seseorang ketika menghadapi kesulitan, dan apakah Allah
ridha kepadanya atau tidak. Seseorang tidak akan dimintai tanggung jawab atas
apa yang telah ia alami, tetapi yang dimintai tanggung jawab adalah sikapnya,
pikirannya, dan keikhlasannya terhadap apa yang ia alami. Dengan demikian,
berusaha untuk melihat kebaikan dan hikmah Ilahi terhadap apa yang diciptakan
Allah dalam situasi yang dihadapi seseorang, dan bersikap positif akan mendatangkan
kebahagiaan bagi orang-orang beriman, baik di dunia maupun di akhirat. Tidak
duka cita dan ketakutan yang menghinggapi orang-orang yang beriman yang
memahami rahasia ini. Demikian pula, tidak ada manusia dan tidak ada peristiwa
yang menjadikan rasa takut atau menderita di dunia ini dan di akhirat kelak.
Allah menjelaskan rahasia ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Kami
berfirman, ‘Turunlah kamu dari surga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku
kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada
kekhawatiran atas mereka, dan mereka tidak bersedih hati’.” (Q.s. al-Baqarah: 38).
“Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu
adalah kemenangan yang besar.” (Q.s. Yunus:
62-4).
WAJAH ORANG-ORANG
BERIMAN BERCAHAYA, DAN WAJAH ORANG-ORANG KAFIR DILIPUTI KEHINAAN
Salah satu
rahasia yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an adalah bahwa keimanan dan
kekufuran tercermin di wajah dan kulit manusia. Di beberapa ayat, Allah
memberitahukan bahwa terdapat cahaya di wajah orang-orang beriman, sedangkan
wajah orang-orang kafir diliputi kehinaan:
“Dan kamu
akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina,
mereka melihat dengan pandangan yang lesu …” (Q.s. asy-Syura: 45).
“Bagi
orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan ada tambahannya. Dan
muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak pula kehinaan. Mereka itulah
penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan
kejahatan memperoleh balasan yang setimpal dan mereka diliputi kehinaan. Tidak
ada bagi mereka seorang pelindung pun dari azab Allah, seakan-akan muka mereka
ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.s. Yunus: 26-7).
Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat-ayat tersebut, wajah orang-orang kafir diliputi oleh
kehinaan. Sebaliknya, wajah orang-orang beriman bercahaya. Allah menyatakan
bahwa mereka dikenal karena adanya bekas sujud pada wajah mereka:
“Muhammad itu
adalah Utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka
ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka
tampak pada muka mereka dari bekas sujud…” (Q.s. al-Fath: 29).
Dalam
ayat-ayat lainnya, Allah memberitahukan bahwa orang-orang kafir dan
orang-orang yang berdosa dikenali dari wajah mereka:
“Orang-orang
yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki
mereka.” (Q.s. ar-Rahman: 41).
“Dan kalau
kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu
benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar
akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka, dan Allah mengetahui
perbuatan-perbuatan kamu.” (Q.s.
Muhammad: 30).
Keajaiban dan
rahasia penting yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah adanya perubahan
fisik yang terjadi pada wajah seseorang. Hal itu tergantung pada keimanan dan
dosa seseorang. Keadaan ruhani menghasilkan pengaruh fisik pada tubuh,
sekalipun bentuknya tetap sama, namun ekspresi wajah dapat berubah, yakni
wajahnya diliputi kegelapan atau cahaya. Jika Allah menghendaki, orang yang
beriman dapat melihat keajaiban ini yang ditunjukkan kepada orang-orang.
RAHASIA MENGAPA
ALLAH MENGHAPUS PERBUATAN BURUK
Orang-orang
beriman bercita-cita memperoleh keridhaan, kasih sayang, dan surga Allah.
Namun, manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan lupa sehingga manusia
melakukan banyak kesalahan dan memiliki banyak kelemahan. Allah Yang Maha Mengetahui
keadaan hamba-hamba-Nya dan Maha Pengasih dan Penyayang memberitahukan kita
bahwa Dia akan menghapus perbuatan buruk dari hamba-Nya yang ikhlas dan akan
memberikan kepada mereka pemeriksaan yang mudah:
“Adapun orang
yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan
pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya dengan gembira.” (Q.s. al-Insyiqaq: 7-9).
Tentu saja
Allah tidak mengubah perbuatan buruk setiap orang menjadi kebaikan. Adapun
sifat orang-orang beriman yang perbuatan buruknya dihapus Allah dan diampuni-Nya
diberitahukan dalam al-Qur’an.
Orang-orang yang Menjauhi Dosa-dosa Besar
Dalam sebuah
ayat Allah menyatakan:
“Jika
kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami masukkan kamu ke tempat
yang mulia.” (Q.s. an-Nisa’: 31).
Orang-orang
yang beriman yang mengetahui fakta ini berbuat dengan sangat hati-hati dengan
memperhatikan batas-batas yang ditetapkan Allah, dan mereka menghindari hal-hal
yang dilarang. Jika mereka melakukan kesalahan karena kealpaannya, mereka
segera berpaling kepada Allah, bertobat, dan memohon ampunan.
Allah
memberitahukan kita dalam al-Qur’an tentang hamba-hamba-Nya yang tobatnya akan
diterima. Dalam hal ini, jika kita mengetahui perintah Allah, namun dengan
sengaja kita melakukan dosa dan berkata, “Tidak apa-apa, apa pun yang terjadi
saya akan diampuni.” Perkataan ini benar-benar menunjukkan cara berpikir yang
salah, karena Allah mengampuni perbuatan dosa hamba-hamba-Nya yang dilakukan
karena kealpaan dan ia segera bertobat dan tidak berniat mengulanginya lagi:
“Sesungguhnya
tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan
kejahatan lantaran ketidaktahuan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera,
maka mereka itulah yang diterima tobatnya oleh Allah; dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang
yang mengerjakan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di
antara mereka, ia mengatakan, ‘Sesungguhnya saya bertobat sekarang.’ Dan
tidak pula orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi
orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Q.s. an-Nisa’: 17-8).
Sebagaimana
disebutkan dalam ayat di atas, menjauhi perbuatan dosa dengan sungguh-sungguh
sangatlah penting jika seseorang ingin perbuatan-perbuatan buruknya dihapuskan,
dan jika tidak menginginkan penyesalan pada hari pengadilan kelak. Dalam pada
itu, seorang beriman yang melakukan suatu dosa, hendaknya secepatnya memohon ampun
kepada Allah.
Orang-orang yang Sibuk Mengerjakan Amal Saleh
Dalam ayat
lainnya, Allah menyatakan bahwa Dia akan menutupi perbuatan buruk orang-orang
yang beramal saleh. Sebagian dari ayat-ayat yang membicarakan masalah ini
adalah sebagai berikut:
“Pada hari
ketika Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari
ditampakkannya kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan mengerjakan amal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya
dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.s. at-Taghabun: 9).
“Kecuali
orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh, maka mereka
itu kejahatan mereka diganti dengan Allah dengan kebajikan. Dan Allah itu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s.
al-Furqan: 70).
Setiap
perbuatan dan semua tindakan yang dilakukan untuk mencari karunia Allah adalah
“amal saleh”. Misalnya, perbuatan seperti menyampaikan perintah agama Allah
kepada manusia, memperingatkan seseorang yang tidak mau bertawakal kepada Allah
atas takdirnya, menjauhi seseorang dari menggunjing, memelihara rumah dan
badan agar tetap bersih, memperluas wawasan dengan membaca dan belajar,
berbicara dengan sopan, mengingatkan orang tentang akhirat, merawat orang
sakit, menunjukkan perasaan cinta dan kasih sayang kepada yang lebih tua, mencari
nafkah dengan cara yang halal sehingga hasilnya dapat digunakan untuk
kemanfaatan orang lain, mencegah kejahatan dengan kebaikan dan kesabaran,
semua itu merupakan amal saleh jika dilakukan untuk mencari keridhaan Allah.
Orang-orang yang menginginkan agar kesalahannya diampuni dan diganti dengan
kebaikan di akhirat, hendaknya selalu melakukan perbuatan yang sangat diridhai
Allah. Untuk tujuan itu, hendaknya kita selalu ingat perhitungan pada Hari
Pengadilan. Tentunya menjadi jelas bagaimanakah seseorang seharusnya berbuat,
misalnya jika ia diletakkan di depan api neraka, kemudian kepadanya
diperlihatkan perbuatan-perbuatan buruknya yang telah ia kerjakan semasa
hidupnya, kemudian diingatkan bahwa ia seharusnya berbuat benar agar diampuni.
Seseorang yang melihat api neraka, yang mendengar keputusasaan, penyesalan, dan
keluh kesah para penghuni neraka yang mengalami siksaan yang pedih, dan yang
menyaksikan siksa neraka dengan matanya, tentu saja akan melakukan perbuatan
yang sangat diridhai Allah dan akan berusaha dengan sekuat tenaganya. Orang ini
akan mengerjakan shalat tepat pada waktunya, melakukan amal saleh, tidak
akan pernah lalai, tidak pernah berani melakukan perbuatan yang kurang diridhai
Allah, jika ia mengetahui bahwa ada perbuatan lainnya yang lebih diridhai-Nya.
Karena neraka yang ada di sisinya akan selalu mengingatkannya tentang kehidupan
yang kekal abadi dan siksaan Allah. Ia akan segera melakukan apa yang
diperintahkan oleh hati nuraninya. Ia akan berhati-hati dalam menjaga shalatnya.
Sehingga, dalam kehidupan di dunia ini, perbuatan buruk bagi orang-orang yang
melakukan amal saleh, takut kepada Allah dan hari pengadilan, bagaikan orang
yang melihat neraka lalu dikembalikan ke dunia, atau bagaikan mereka selalu
melihat api neraka di sisinya sehingga ia segera melakukan kebaikan.
Orang-orang yang beriman ini merasa yakin tentang akhirat dan mereka sangat
takut dengan azab Allah dan berusaha menjauhinya.
TUJUAN
MEMBELANJAKAN HARTA DI
JALAN ALLAH
Salah satu
amal ibadah yang terpenting yang dapat membersihkan kotoran kebendaan dan
keruhanian, dan sebagai latihan bagi ruhani sehingga seseorang dapat mencapai
derajat akhlak yang tinggi sehingga Allah akan ridha kepadanya adalah
membelanjakan harta di jalan Allah. Allah telah berfirman kepada Nabi saw. agar
mengambil zakat dari harta benda orang-orang beriman untuk membersihkan dan
menyucikan harta tersebut.
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
menyucikan mereka.” (Q.s. at-Taubah: 103).
Meskipun
demikian, perbuatan membelanjakan harta yang dapat membersihkan dan menyucikan
orang-orang adalah jika dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah disebutkan
dalam al-Qur’an. Orang-orang beranggapan bahwa mereka telah menunaikan tugas
mereka ketika mereka memberikan sejumlah uang yang sangat sedikit yang
diberikan kepada pengemis, memberikan pakaian bekas kepada orang miskin, atau
memberi makan kepada orang yang lapar. Tidak diragukan lagi bahwa
perbuatan-perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang akan memperoleh pahala
dari Allah jika niatnya untuk mencari ridha Allah. Namun sesungguhnya ada
batas-batas yang telah ditentukan dalam al-Qur’an. Misalnya, Allah
memerintahkan manusia agar menginfakkan apa saja yang melebihi keperluannya:
“Mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih dari
keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berpikir.” (Q.s. al-Baqarah: 219).
Manusia hanya
memerlukan sedikit saja untuk memenuhi keperluan hidupnya di dunia. Harta benda
yang di luar keperluan seseorang adalah harta yang berlebih. Yang terpenting
bukan jumlah yang diberikan, tetapi apakah ia memberikannya dengan ikhlas atau
tidak. Allah mengetahui segala sesuatu dan Dia telah memberi hati nurani
kepada manusia untuk menetapkan hal-hal yang sesungguhnya tidak diperlukan.
Menginfakkan harta benda merupakan bentuk ibadah yang mudah bagi orang-orang
yang tidak dihinggapi ketamakan terhadap dunia dan yang tidak mengejar dunia,
tetapi merindukan akhirat. Allah telah memerintahkan kita untuk menginfakkan
sebagian dari harta kita untuk menjauhkan cinta dunia. Menginfakkan harta
benda merupakan sarana untuk membersihkan diri dari sifat tamak. Tidak
diragukan lagi bahwa bentuk ibadah ini sangat penting bagi orang-orang yang beriman
dalam kaitannya dengan perhitungan di akhirat. Rasulullah saw. juga bersabda
bahwa orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan dirahmati Allah:
“Dua manusia
akan dirahmati: Yang pertama adalah orang yang diberi oleh Allah al-Qur’an dan
ia hidup berdasarkan al-Qur’an itu. Ia menganggap halal apa saja yang dihalalkan,
dan menganggap haram apa saja yang diharamkan. Yang lain adalah orang yang
diberi harta oleh Allah, dan harta itu dibelanjakannya kepada sanak keluarga
dan dibelanjakan di jalan Allah.1
Manusia Harus Memberikan Apa yang Ia
Cintai kepada Orang Miskin
Orang sering
kali cenderung memberikan sesuatu jika sesuatu yang diberikan itu tidak
merugikan kepentingannya. Misalnya, ketika seseorang memberikan harta bendanya
kepada orang miskin, sering kali ia memberikan sesuatu yang tidak lagi
diperlukannya dan tidak disukainya, sudah ketinggalan mode, atau tidak layak
pakai. Tampaknya orang merasa berat untuk memberikan harta benda yang
dicintainya, padahal sesungguhnya kedermawanan seperti ini sangat penting
untuk membersihkan diri dan agar mencintai amal kebajikan. Ini merupakan
rahasia penting yang diungkapkan Allah kepada umat manusia. Allah telah
menyatakan bahwa tidak ada cara lain untuk mencapai kebajikan bagi manusia
kecuali melalui:
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian
dari harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya.” (Q.s. Ali Imran: 92).
“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.s. al-Baqarah: 267).
Membelanjakan Harta di Jalan Allah sebagai
Sarana Agar Dekat Dengan-Nya
Bagi orang
yang beriman, tidak ada sesuatu pun yang lebih dirindukan daripada memperoleh
keridhaan Allah dan dicintai oleh-Nya. Orang yang beriman berusaha mencari
asbab untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam hidupnya. Tentang hal ini,
Allah menyatakan sebagai berikut:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (Q.s.
al-Ma’idah: 35).
Sebagai sebuah
rahasia dan berita gembira bagi orang-orang beriman, Allah mengungkapkan dalam
al-Qur’an bahwa apa yang dibelanjakan akan menjadi asbab untuk mencapai
kedekatan dengan-Nya. Dengan demikian bagi orang yang beriman, memberikan apa
yang ia cintai dan yang melebihi keperluannya kepada orang-orang miskin
tidaklah sulit, tetapi merupakan kesempatan berharga untuk membuktikan bahwa ia
adalah orang yang taat dan cinta kepada Allah. Tentang hal ini Allah menyatakan
sebagai berikut:
“Dan diantara
orang-orang Arab Badui ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, dan
memandang apa yang dinafkahkannya itu sebagai jalan mendekatkannya kepada
Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya
nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri. Kelak Allah
akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (Q.s. at-Taubah: 99).
Apa Saja yang Dinafkahkan di Jalan Allah
akan Memperoleh Balasan yang Baik
Rahasia lain
yang diungkapkan tentang membelanjakan harta seseorang di jalan Allah menurut
al-Qur’an adalah, bahwa apa saja yang dinafkahkannya itu pasti akan memperoleh
balasan. Ini merupakan janji Allah. Orang-orang yang menafkahkan harta mereka
di jalan Allah tanpa takut akan menjadi miskin, akan memperoleh rahmat yang
menakjubkan dalam kehidupan mereka. Apa saja yang dibelanjakan di jalan Allah
akan diganjar sepenuhnya. Sebagian ayat yang menceritakan janji tersebut
adalah sebagai berikut:
“Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allahlah yang
memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang
kamu nafkahkan, maka pahalanya itu untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu
membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan
cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya.” (Q.s. al-Baqarah: 272).
“Apa saja yang
kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan
kamu tidak akan dianiaya.” (Q.s.
al-Anfal: 60).
“Katakanlah,
‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya
diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.’ Dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah Pemberi rezeki yang
sebaik-baiknya.” (Q.s. Saba’: 39).
Orang-orang
yang beriman hanya mengharapkan keridhaan Allah dan surga ketika mereka
memberikan harta mereka; tetapi sebagai rahasia yang diungkapkan oleh Allah,
apa saja yang mereka nafkahkan akan dikembalikan lagi kepada mereka.
Pengembalian ini merupakan rahmat di dunia, dan di atas segalanya, Allah
menyediakan surga bagi orang-orang yang beriman. Dalam pada itu, berkebalikan
dengan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, Allah akan
mengurangi rezeki orang-orang yang bakhil dalam menafkahkan kekayaan mereka,
atau orang yang suka mengumpulkan kekayaan yang lebih banyak dan mengabaikan
batasan-batasan Allah. Salah satu ayat yang berkaitan dengan masalah ini
menceritakan tentang keadaan orang-orang yang memakan riba:
“Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Q.s. al-Baqarah: 276).
Allah
memberitahukan tentang keberuntungan yang akan didapatkan oleh orang-orang
yang memberikan harta mereka sebagai berikut:
“Perumpamaan
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah
Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (Q.s.
al-Baqarah: 261).
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakitinya, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan
orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu
ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatu
pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang kafir.
“Dan perumpamaan
orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan
untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran
tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua
kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis. Dan
Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.s. al-Baqarah: 265).
Dalam setiap
ayat tersebut terdapat rahasia yang diungkapkan Allah kepada orang-orang yang
beriman dalam al-Qur’an. Orang-orang yang beriman memberikan harta benda mereka
hanya untuk mencari keridhaan dan rahmat Allah dan surga-Nya. Namun, menyadari
tentang rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an, mereka juga mengharapkan
rahmat dan karunia Allah. Semakin banyak mereka memberikan hartanya di jalan
Allah, dan semakin mereka memperhatikan apa yang diharamkan dan yang
dihalalkan, Allah akan semakin menambah kekayaan mereka, tugas-tugas mereka
dijadikan mudah, dan Allah memberikan kesempatan yang semakin banyak untuk
menafkahkan hartanya di jalan Allah. Setiap orang beriman yang bertakwa kepada
Allah dan dalam hatinya tidak ada kekhawatiran terhadap masa depan, ia akan
memahami rahasia ini dalam kehidupannya.
PENGARUH PERBUATAN
BAIK DAN UCAPAN YANG BAIK
Manusia
senantiasa mencari lingkungan yang tenang tempat mereka dapat hidup dengan
aman, gembira, dan membina persahabatan. Meskipun mereka merindukan keadaan
yang demikian itu, mereka tidak pernah melakukan usaha untuk menyuburkan
nilai-nilai tersebut, tetapi sebaliknya, mereka sendirilah yang menjadi
penyebab terjadinya konflik dan kesengsaraan. Sering kali orang mengharapkan
agar orang lain memberikan ketenangan, kedamaian, dan bersikap bersahabat. Hal
ini berlaku dalam hubungan keluarga, hubungan antarpegawai di perusahaan,
hubungan kemasyarakatan, maupun persoalan internasional. Namun, untuk membina
persahabatan dan menciptakan kedamaian dan keamanan dibutuhkan sikap mau
mengorbankan diri. Konflik dan keresahan tidak dapat dihindari jika orang-orang
hanya bersikukuh pada ucapannya, jika mereka hanya mementingkan kesenangannya
sendiri tanpa bersedia melakukan kompromi atau pengorbanan. Bagaimanapun,
orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah tidak bersikap seperti itu.
Orang-orang yang beriman tidak mementingkan diri sendiri, suka memaafkan, dan
sabar. Bahkan ketika mereka dizalimi, mereka bersedia mengabaikan hak-hak
mereka. Mereka menganggap bahwa kedamaian, keamanan, dan kebahagiaan orang lain
lebih penting dibandingkan dengan kepentingan pribadi mereka, dan mereka
menunjukkan sikap yang santun. Ini merupakan sifat mulia yang diperintahkan
Allah kepada orang-orang beriman:
“Dan tidaklah
sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih
baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan
seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu
tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang
besar.” (Q.s. Fushshilat: 34-5).
“Ajaklah
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.s. an-Nahl:
125).
Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat tersebut, sebagai balasan atas perbuatan baiknya bagi
orang-orang yang beriman, Allah mengubah musuh mereka menjadi “teman yang
setia”. Ini merupakan salah satu rahasia Allah. Bagaimanapun juga, hati manusia
berada di tangan Allah. Dia mengubah hati dan pikiran siapa saja yang Dia
kehendaki.
Dalam ayat
lainnya, Allah mengingatkan kita tentang pengaruh ucapan yang baik dan lemah
lembut. Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun a.s. agar mendatangi Fir‘aun
dengan lemah lembut. Meskipun Fir‘aun itu zalim, congkak, dan kejam, Allah
memerintahkan rasul-Nya agar berbicara kepadanya dengan lemah lembut. Allah
menjelaskan alasannya dalam al-Qur’an:
“Pergilah
kamu berdua kepada Fir‘aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan
ia ingat atau takut.” (Q.s. Thaha: 43-4).
Ayat-ayat ini
memberitahukan kepada orang-orang yang beriman tentang sikap yang harus mereka
terapkan terhadap orang-orang kafir, musuh-musuh mereka, dan orang-orang yang
sombong. Tentu saja ini mendorong kepada kesabaran, kemauan, kesopanan, dan
kebijakan. Allah telah mengungkapkan sebuah rahasia bahwa Dia akan menjadikan
perbuatan orang-orang beriman itu akan menghasilkan manfaat dan akan mengubah
musuh-musuh menjadi teman jika mereka menaati perintah-Nya dan menjalankan
akhlak yang baik.
TERDAPAT KEMUDAHAN DALAM KESULITAN
Allah
menciptakan dunia sebagai ujian bagi manusia. Sebagaimana sifat ujian itu
sendiri, terkadang Dia menguji manusia dengan kesenangan, terkadang dengan
penderitaan. Orang-orang yang menilai berbagai peristiwa tidak berdasarkan
al-Qur’an tidak mampu menafsirkan secara tepat berbagai peristiwa tersebut,
kemudian menjadi bersedih hati dan kehilangan harapan. Padahal Allah
mengungkapkan rahasia penting dalam al-Qur’an yang hanya dapat dipahami oleh
orang-orang yang benar-benar beriman. Rahasia tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
“Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.s.
asy-Syarh: 5-6).
Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Allah dalam ayat ini, apa pun bentuk penderitaan yang
dialami seseorang atau bagaimanapun situasi yang dihadapi, Allah menciptakan
sebuah jalan keluar dan memberikan kemudahan kepada orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya, orang yang beriman akan menyaksikan bahwa Allah memberikan kemudahan
di dalam semua kesulitan jika ia tetap istiqamah dalam kesabarannya. Dalam ayat
lainnya, Allah telah memberi kabar gembira berupa petunjuk dan rahmat kepada
hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya:
“Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa
yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” (Q.s. ath-Thalaq: 2-3).
Allah Tidak Membebani Seseorang
di Luar Kemampuannya
Allah Yang
Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Mahaadil, menjadikan kemudahan dalam segala
sesuatu dan menguji manusia sesuai dengan batas-batas kekuatan mereka. Shalat
yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan manusia, kesulitan-kesulitan yang
Dia ciptakan untuk mengujinya, tanggung jawab yang Dia bebankan kepada manusia,
semuanya sesuai dengan kemampuan seseorang. Ini merupakan kabar gembira dan
menentramkan bagi orang-orang beriman, dan merupakan wujud dari kasih sayang
dan kemurahan Allah. Allah menceritakan rahasia ini dalam beberapa ayat
sebagai berikut:
“Dan
janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,
hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya.
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia
adalah kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat.” (Q.s. al-An‘am: 152).
“Dan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Kami tidak memikulkan
kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya, mereka
itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (Q.s. al-A‘raf: 42).
“Kami tidak
membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada
suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” (Q.s. al-Mu’minun: 62).
Hidup Menjadi Mudah dengan
Menjalankan Agama Allah
Sebagian besar
manusia beranggapan bahwa agama menjadikan hidup mereka sulit dan mereka
dibebani dengan kewajiban-kewajiban yang berat. Sesungguhnya ini merupakan
anggapan sesat yang dibisikkan oleh Setan kepada manusia agar mereka tersesat.
Sebagaimana telah disebutkan terdahulu, agama itu mudah. Allah menyatakan
bahwa Dia akan memberikan kemudahan kepada orang-orang beriman setelah mereka
menghadapi kesulitan. Di samping itu, ajaran agama seperti bertawakal kepada
Allah dan meyakini takdir juga dapat menghilangkan semua beban, kesulitan, dan
penyebab penderitaan dan duka cita. Bagi seseorang yang hidup dengan agama
Allah, tidak ada penderitaan, duka cita, atau putus asa. Dalam beberapa
ayat, Allah menjanjikan akan menolong orang-orang yang berserah diri kepada-Nya
dan orang-orang yang membantu agama-Nya, dan akan memberikan kehidupan yang
baik kepada mereka, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Tuhan kita, Yang
tidak pernah mengingkari ucapan-Nya, menyatakan sebagai berikut:
“Ketika
orang-orang yang bertakwa ditanya, ‘Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?’
Mereka menjawab, ‘Kebaikan.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini
mendapatkan yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik, dan
itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.” (Q.s. an-Nahl: 30).
Allah
memberikan berita gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa Dia akan
memberikan keberhasilan kepada orang-orang yang menjalankan agama-Nya:
“Adapun orang
yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan
adanya pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang
mudah.” (Q.s. al-Lail: 5-7).
Sebagaimana
yang diungkapkan oleh rahasia-rahasia ini, orang yang dengan ikhlas berpaling
kepada agama Allah berarti telah memilih jalan yang benar sejak permulaan,
jalan yang mudah yang akan membawa kepada keberhasilan, yang akan mendatangkan
manfaat di dunia dan di akhirat. Dalam pada itu bagi orang-orang kafir, yang
terjadi adalah sebaliknya. Orang-orang kafir semenjak awal telah mengalami
kehidupan yang penuh dengan duka cita, kesedihan, dan mengalami kerugian, baik
di dunia maupun di akhirat. Pada saat mereka memutuskan berada dalam
kekufuran, mereka telah mengalami kerugian di dunia dan akhirat. Hal ini dinyatakan
dalam ayat-ayat sebagai berikut:
“Dan adapun
orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala
yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sulit.” (Q.s. al-Lail: 8-10).
Allah adalah
Pemilik dan Pencipta segala sesuatu. Dengan demikian tentu saja sangat penting
bagi seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon bantuan dan
pertolongan-Nya agar Dia memberikan kekuatan. Orang yang menjadikan Allah
sebagai penolongnya dan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya, hidupnya di dunia
dan akhirat akan dipenuhi rahmat dan karunia, dan tidak ada sesuatu pun yang
dapat mencelakakan dirinya. Ini merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri.
Oleh sebab itu, setiap orang yang memahami kebenaran dan memiliki hati nurani
tentu memahami rahasia-rahasia yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan memilih
jalan yang benar dan lurus. Jika orang-orang kafir tidak dapat memahami
fakta-fakta yang sangat jelas ini, tentu saja hal ini juga merupakan rahasia
tersendiri. Betapapun mereka sangat cerdas dan berpendidikan, akal mereka tidak
mereka gunakan sehingga mereka tidak dapat memahami dan melihat fakta-fakta
tersebut.
ALLAH MENGABURKAN
PEMAHAMAN ORANG-ORANG KAFIR
Jika
orang-orang kafir tidak dapat memahami al-Qur’an, ini merupakan rahasia yang
sangat penting yang dijelaskan dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ini merupakan
rahasia penting, karena al-Qur’an itu merupakan kitab yang sangat jelas, mudah,
dan sederhana. Siapa pun yang mau dapat membaca al-Qur’an dan mengkaji firman
Allah tentang akhlak terpuji yang diridhai-Nya, keadaan surga dan neraka, dan
tentang berbagai rahasia yang juga diketengahkan dalam kitab ini. Meskipun
hukum-hukum Allah tersebut tidak terbantahkan, sebagian orang tidak mampu
memahami al-Qur’an, sekalipun telah sangat jelas. Di samping itu, orang-orang
seperti insinyur nuklir atau profesor biologi, yang dapat memahami
cabang-cabang sains yang rumit seperti fisika, kimia, atau matematika, dan
mampu memahami Budhisme, Hinduisme, Shintoisme, materialisme atau komunisme,
anehnya mereka tidak mampu memahami al-Qur’an. Orang-orang yang berpegang pada
sistem non-al-Qur’an yang rumit tersebut bagaimanapun tidak dapat memahami
agama Allah yang jelas dan mudah, bahkan mereka juga tidak mampu memahami persoalan-persoalan
yang jelas yang terkandung di dalamnya.
Bahwa mereka
tidak dapat memahami fakta yang sangat jelas, sesungguhnya ini juga merupakan
keajaiban tersendiri. Dengan menunjukkan bahwa mereka memiliki kekurangan
yang parah dalam hal pemahaman, Allah menjelaskan bahwa sebagian orang memiliki
kehidupan yang berbeda. Di sisi lain, hal ini memberikan bukti terhadap fakta
bahwa sesungguhnya hati, akal, dan pemahaman itu berada di tangan Allah.
Allah menyatakan bahwa Dia akan menutupi hati dan pemahaman orang-orang yang
dihinggapi perasaan takabur, yaitu orang yang tidak mau berserah diri kepada
Allah. Fakta bahwa mereka dapat memahami apa saja kecuali al-Qur’an, ini
menjelaskan bahwa Allah telah memalingkan mereka dari ayat-ayat-Nya, dan mereka
terhijab dari al-Qur’an karena ketidakikhlasan mereka. Adapun sebagian ayat
yang membicarakan masalah ini adalah:
“Dan
apabila kamu membaca al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang
yang tidak beriman dengan kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup, dan
Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan telinga mereka, agar
mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam
al-Qur’an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya.” (Q.s. al-Isra’: 45-6).
“Dan di
antara mereka ada orang yang mendengarkanmu, padahal Kami telah meletakkan
tutup di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan sumbatan di
telinganya. Dan jika mereka melihat segala tanda, mereka tetap tidak mau beriman
kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu,
orang-orang kafir itu berkata: ‘Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan
orang-orang dahulu’.” (Q.s. al-An‘am: 25).
“Dan siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari
Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan
oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati
mereka sehingga mereka tidak memahaminya, dan sumbatan di telinga mereka, dan
meskipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat
petunjuk selama-lamanya.” (Q.s.
al-Kahfi: 57).
Sebagaimana
telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut, mengapa orang-orang kafir tidak
dapat memahami al-Qur’an, rahasianya adalah bahwa Allah telah menutupi pemahaman
mereka dan meletakkan tutup di hati mereka karena penolakan mereka. Ini merupakan
keajaiban besar yang menunjukkan kebesaran Allah, dan bahwa Dia adalah pemilik
hati dan pikiran setiap orang.
ALLAH MENGARUNIAKAN
PEMAHAMAN KEPADA ORANG-ORANG YANG BERTAKWA
Rahasia lain
yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah bahwa Allah memberikan kemampuan
kepada orang-orang yang beriman kemampuan untuk membedakan antara yang benar
dan yang salah. Hal ini disebut sebagai “hikmah”. Allah menceritakan rahasia
ini dalam Surat al-Anfal sebagai berikut:
“Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
memberikan kepadamu furqan (petunjuk yang dapat membedakan antara yang hak dan
batil) dan menghapuskan segala kesalahanmu dan mengampunimu. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar.” (Q.s. al-Anfal: 29).
Sebagaimana
telah dijelaskan dalam bab terdahulu, Allah mengaburkan pemahaman orang-orang
kafir. Orang-orang ini, betapapun cerdasnya otak mereka, tidak dapat memahami
prinsip-prinsip agama yang sangat jelas. Hikmah adalah sifat istimewa yang
dimiliki orang-orang yang beriman. Sebagian besar manusia menganggap bahwa
kecerdasan otak dan hikmah itu memiliki makna yang sama. Kecerdasan otak
adalah kemampuan pikiran yang dimiliki oleh setiap orang. Misalnya, menjadi
seorang ilmuwan ahli atom atau jenius di bidang matematika menunjukkan
kecerdasan otak. Akan tetapi hikmah adalah hasil dari ketakwaan seseorang
kepada Allah dan digunakannya hati nurani, sama sekali tidak ada hubungannya
dengan kecerdasan otak. Bisa saja seseorang sangat cerdas otaknya, tetapi ia
tidak akan menjadi orang bijak selagi ia tidak bertakwa kepada Allah.
Dengan
demikian, hikmah adalah rahmat dari Allah yang dikaruniakan kepada orang-orang
yang beriman. Orang-orang yang dijauhkan dari pemahaman seperti itu bahkan
tidak menyadari keadaan mereka. Misalnya, orang-orang yang menganggap bahwa
mereka adalah sumber kekuasaan dan kekayaan, lalu menjadi sombong. Sesungguhnya
anggapan dan sikap seperti ini menunjukkan bahwa ia tidak memiliki hikmah.
Karena jika ia memiliki hikmah, ia akan menyadari bahwa tidak ada sesuatu pun
yang berkuasa kecuali Kehendak Allah. Kesadaran ini pada akhirnya akan
menghasilkan sikap yang rendah hati. Namun, orang seperti ini tidak berpikir
bahwa jika Allah menghendaki, semua kekayaannya dapat musnah dalam waktu
sekejap, atau bahwa dia dapat menghadapi kematian, dan semua yang ia miliki ia
tinggalkan di dunia, dan ia akan berada di neraka untuk menerima balasannya.
Semua ini lebih pasti dan lebih nyata daripada apa yang dimiliki seseorang di
dunia. Hanya orang-orang beriman yang bertakwa kepada Allah yang memiliki pemahaman
seperti ini, sehingga mereka tidak tertipu oleh kehidupan dunia. Mereka menghabiskan
hidup mereka dengan memahami hakikat segala sesuatu. Allah mengaruniakan
pemahaman kepada orang-orang beriman melalui keimanan mereka. Jika mereka merasa
semakin dekat kepada Allah, pemahaman mereka pun meningkat dan mereka menjadi
lebih memahami rahasia-rahasia ciptaan Allah.
ORANG-ORANG YANG
BERBUAT BAIK AKAN MEMPEROLEH KEBAIKAN
Rahasia lain
yang dijelaskan Allah dalam al-Qur’an adalah bahwa orang-orang yang berbuat
kebaikan akan memperoleh pahala berupa kebaikan di dunia dan akhirat. Mengenai
hal ini, Allah berfirman sebagai berikut:
“Katakanlah:
‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.’ Orang-orang
yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas.
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar yang dicukupkan pahala mereka
tanpa batas.” (Q.s. az-Zumar: 10).
Bagaimanapun,
orang perlu mengetahui apakah sesungguhnya “kebaikan” itu. Setiap kaum memiliki
pendapat masing-masing tentang kebaikan; ada yang menyatakan bahwa yang disebut
kebaikan adalah bersikap menyenangkan, memberikan uang kepada orang miskin,
bersikap sabar terhadap berbagai bentuk perlakuan, itulah yang sering kali disebut
“kebaikan” oleh masyarakat. Namun, Allah memberitahukan kita di dalam al-Qur’an
tentang hakikat “kebaikan”:
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaikan, akan tetapi
sesungguhnya kebaikan ialah beriman kepada Allah, hari Kiamat,
malaikat-malaikat, Kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, dan
orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila
ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.s. al-Baqarah: 177).
Sebagaimana
diingatkan dalam ayat di atas, kebaikan yang sesungguhnya adalah bertakwa
kepada Allah, menyibukkan diri mengingat hari perhitungan, menggunakan hati
nurani, dan selalu sibuk melakukan amalan yang mendatangkan ridha Allah. Utusan
Allah, Nabi Muhammad saw., juga memerintahkan agar orang-orang beriman bertakwa
kepada Allah dan berbuat kebaikan:
“Bertakwalah
kepada Allah di mana pun engkau berada. Bersegeralah berbuat kebaikan setelah
berbuat dosa agar dosa itu menjadi bersih, dan selalu berlemah lembut dalam
bergaul dengan manusia.” 1
Allah telah
menyatakan dalam al-Qur’an bahwa Dia mencintai orang-orang yang selalu berbuat
kebaikan karena keimanan mereka, dan orang-orang yang takut dan cinta kepada
Allah, selanjutnya Dia menyatakan akan memberi pahala kepada mereka dengan kebaikan:
“Karena itu
Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat.
Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.s. Ali ‘Imran: 148).
“Orang-orang
yang berbuat baik di dunia ini memperoleh yang baik. Dan sesungguhnya kampung
akhirat itu lebih baik, dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang
bertakwa.” (Q.s. an-Nahl: 30).
Ini merupakan
kabar baik yang diberitakan dalam al-Qur’an kepada orang-orang yang berbuat
kebaikan, yang mengorbankan diri, dan yang berusaha untuk memperoleh keridhaan
Allah.
Allah
memberikan kepada orang-orang ini berita gembira tentang kehidupan yang baik,
di dunia ini dan di akhirat kelak, dan Allah akan menambahkan karunia-Nya, baik
yang berupa kebendaan maupun keruhanian. Nabi Sulaiman yang diberi seluruh
kerajaan, yang tidak pernah diberikan kepada siapa pun, dan Nabi Yusuf yang
diberi wewenang atas seluruh harta benda Mesir, adalah contoh-contoh yang
diceritakan dalam al-Qur’an. Allah memberitahukan kita tentang nikmat yang Dia
berikan kepada Nabi Muhammad saw. dalam ayat, “Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (Q.s.
adh-Dhuha: 8).
Perlu kita
ketahui bahwa kehidupan yang indah dan baik tidak saja diberikan kepada
orang-orang beriman dari generasi terdahulu. Allah menjanjikan bahwa dalam
setiap kurun, Dia akan memberikan kehidupan yang baik kepada hamba-hamba-Nya
yang beriman:
“Barangsiapa
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.s. an-Nahl: 97).
Orang-orang
yang beriman tidak pernah mengejar dunia, yakni mereka tidak tamak terhadap
harta dunia, kedudukan, atau kekuasaan. Sebagaimana yang dinyatakan Allah
dalam sebuah ayat, mereka telah menjual diri dan harta mereka untuk memperoleh
surga. Jual beli dan perdagangan tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah,
mendirikan shalat, dan berjuang untuk agama. Di samping itu, mereka tetap
sabar dan taat sekalipun mereka diuji dengan kelaparan atau kehilangan harta,
dan mereka tidak pernah mengeluh. Orang-orang yang berhijrah pada zaman Nabi
merupakan sebuah contoh. Mereka berhijrah ke kota lain dengan meninggalkan
rumah, pekerjaan, perdagangan, harta, dan kebun mereka, dan di sana mereka
puas dengan yang sedikit mereka miliki. Sebagai balasannya, mereka hanya
mengharapkan keridhaan Allah. Kerelaan mereka dan keikhlasan mereka dalam
mengingat akhirat menyebabkan mereka memperoleh rahmat dari Allah berupa
kehidupan yang baik. Kekayaan yang diberikan Allah kepada mereka tidak menyebabkan
mereka mencintai dunia, sebaliknya mereka bersyukur kepada Allah dan
mengingat-Nya. Allah menjanjikan kehidupan yang baik di dunia ini kepada setiap
orang yang beriman dan berakhlak mulia.
Allah Berjanji akan Melipatgandakan Perbuatan
Hamba-hamba-Nya yang Berbuat Kebaikan
Allah berjanji
akan melipatgandakan perbuatan hamba-hamba-Nya yang berbuat kebaikan. Sebagian
ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan masalah ini adalah sebagai berikut:
“Barangsiapa
membawa amal yang baik, maka baginya sepuluh kali lipat amalnya; dan
barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan
melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak
dianiaya.” (Q.s. al-An‘am: 160).
“Sesungguhnya
Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarrah, dan jika ada
kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar. (Q.s.
an-Nisa’: 40).
Tanda yang
paling jelas bahwa Allah melipatgandakan setiap perbuatan baik adalah
perbedaan antara kehidupan di dunia dan akhirat. Kehidupan di dunia sangatlah
singkat waktunya, yang lebih kurang berlangsung selama 60 tahun. Namun,
orang-orang yang sibuk membersihkan diri mereka dan sibuk dalam amal saleh di
dunia ini akan memperoleh pahala berupa kebaikan tak terbatas di akhirat
sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan selama kehidupannya yang singkat
di dunia. Allah telah menyatakan janji ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:
“Bagi
orang-orang yang berbuat baik ada pahala yang terbaik dan tambahannya.” (Q.s. Yunus: 26).
Kita perlu
merenungkan pengertian “tak terbatas” agar dapat memahami besarnya pahala ini.
Marilah kita bayangkan tentang semua orang yang pernah hidup di bumi,
orang-orang yang sedang hidup di bumi, dan orang-orang yang akan hidup di bumi,
bagaimana mereka menghabiskan setiap detik dalam kehidupan mereka. Tentu saja
angka ini akan sangat besar jika dituliskan. Namun, sesudah “tak terbatas”,
bahkan angka yang sangat besar ini tidak berarti apa-apa. Karena “tak terbatas”
maknanya adalah tidak ada akhirnya, tidak memiliki batas waktu. Orang-orang
yang taat kepada Allah ketika di dunia, mereka ketika di akhirat akan bertempat
tinggal di surga. Mereka akan tinggal di sana untuk selama-lamanya, mereka akan
memperoleh apa saja yang mereka inginkan, yang tidak ada batasnya. Tentu saja
ini merupakan contoh yang harus direnungkan agar kita dapat memahami besarnya
kasih sayang dan rahmat Allah.
RAHASIA MENGAPA
ALLAH MEMERINTAHKAN MANUSIA UNTUK “MELAPANGKAN” MAJELIS
Salah satu
kesalahan besar yang dilakukan oleh orang-orang adalah bahwa mereka menganggap
segala sesuatu itu sebagai akibat dari sesuatu lainnya. Misalnya, sebagaimana
telah disebutkan dalam halaman-halaman sebelumnya, mereka berpendapat bahwa
mereka akan kehabisan uang jika mereka menafkahkan harta mereka di jalan Allah.
Padahal, ada suatu rahasia dalam ciptaan Allah yang tidak mereka ketahui, bahwa
Allah akan menambah karunia-Nya kepada orang-orang yang menginfakkan hartanya
karena Allah, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Tentu saja Allah
menjadikan manusia melihat hal ini sebagai sebab akibat yang berlaku di dunia.
Misalnya, urusan seseorang yang menginfakkan hartanya karena Allah dijadikan
mudah dan rezekinya pun ditambah oleh Allah. Atau, sebagaimana dijelaskan
dalam bagian terdahulu, seseorang mungkin akan menggunakan kekerasan dalam
menghadapi orang yang marah karena ia mempercayai bahwa kata-kata yang lemah
lembut tidak dapat meredakan kemarahannya. Namun, bagi seseorang yang menaati
perintah Allah, rahasia-rahasia yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an
memberikan jalan keluarnya.
Salah satu di
antara rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah perintah Allah
lainnya:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah
dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (Q.s. al-Mujadalah: 11).
Allah
memerintahkan orang-orang yang beriman agar menaati seruan agar melapangkan
majelis bagi orang yang baru datang atau merenggangkan kerumunan jika diperlukan.
Hal ini, di samping menunjukkan pentingnya bertenggang rasa juga sebagai tanda
ketaatan. Allah menjelaskan bahwa Dia akan memberi kelapangan kepada
orang-orang yang beriman dan akan meninggikan derajat mereka sebagai balasan
atas perbuatan mereka. Niat dan hati setiap orang berada dalam genggaman Allah.
Jika Dia ridha dengan perbuatan mereka, Dia dapat memberikan apa saja yang Dia
kehendaki kepada orang ini. Untuk itulah orang-orang yang beriman mengharapkan
balasan dan pahala apa saja dari Allah. Jika mereka melapangkan ruangan dalam
suatu majelis, mereka tidak mengharapkan ucapan terima kasih dari orang lain,
tetapi hanya mengharapkan keridhaan Allah, karena Dia akan memberikan
ketenangan dalam hati mereka dan akan meninggikan derajat mereka.
ALLAH PASTI
MENOLONG ORANG-ORANG YANG MENOLONG AGAMANYA
Allah
mengungkapkan sebuah rahasia dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.s.
Muhammad: 7).
Sepanjang
hidup mereka, orang-orang beriman melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk
mendakwahkan ajaran-ajaran al-Qur’an di kalangan manusia, dan mendakwahkan
perintah Allah. Di sisi lain, di sepanjang sejarah, selalu saja ada sekelompok
orang-orang kafir yang menentang orang-orang beriman dan menghalangi mereka
dengan kekerasan dan tekanan. Dalam al-Qur’an, Allah menyatakan bahwa Dia akan
selalu bersama-sama orang yang beriman dalam menghadapi orang-orang kafir,
bahwa Dia akan menjadikan urusan orang-orang beriman menjadi mudah, dan bahwa
Dia akan membela dan menolong orang-orang beriman. Orang-orang beriman yang
berjuang dengan ikhlas di jalan Allah dapat merasakan semua ini dalam setiap
detik dalam kehidupan mereka, yakni Allah menjadikan urusan-urusan mereka dapat
diselesaikan dengan mudah, dan Allah memberikan kepada mereka kejayaan dan
kebahagiaan. Bahkan dalam situasi yang sangat sulit, Dia memberikan kemudahan
kepada orang-orang yang beriman. Bahkan ketika orang-orang lemah imannya
berkeluh kesah, berputus asa, dan tidak melihat jalan keluar, Allah menurunkan
bantuannya kepada orang-orang yang beriman dan memberikan kejayaan kepada
mereka.
Orang-orang
beriman yang yakin akan pertolongan Allah tidak pernah kehilangan harapan, dan
mereka menunggu dengan penuh kegembiraan untuk melihat bagaimana Allah akan
menyelesaikan masalah mereka. Nabi Musa dan kaumnya merupakan contoh dari
peristiwa ini. Nabi Musa dan Bani Israel meninggalkan Mesir untuk menyelamatkan
diri dari kekejaman Fir‘aun. Tetapi Fir‘aun dan bala tentaranya mengejar
mereka. Ketika Nabi Musa dan kaumnya, Bani Israel, sampai di lautan, sebagian dari
mereka yang imannya lemah merasa ketakutan dan kehilangan harapan, mereka
berpikir akan terkejar oleh Fir‘aun. Namun, Nabi Musa berkata, “Sesungguhnya
Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberikan petunjuk kepadaku.” (Q.s.
asy-Syu‘ara’: 62). Demikianlah Nabi Musa menunjukkan keimanannya bahwa
Allah akan menolong orang-orang yang beriman. Kemudian Allah mengeringkan air
laut sehingga memungkinkan Nabi Musa dan para pengikutnya melintasi lautan
untuk menuju ke pantai seberang dengan selamat. Sementara itu, Dia menutup
lautan untuk Fir‘aun dan bala tentaranya sehingga mereka tenggelam.
Orang yang
beriman, yang dekat dengan Allah, yang menjadikan Allah sebagai pelindungnya,
dan mengetahui bahwa Dia akan menolong orang-orang yang beriman, akan melihat
rahasia-rahasia tersebut ditampakkan dalam setiap saat dalam kehidupannya.
Tentu saja mukjizat seperti air laut yang mengering merupakan ayat-ayat
(tanda-tanda) yang ditunjukkan oleh Allah kepada sebagian dari para
utusan-Nya. Namun demikian, jika orang-orang yang beriman merenungkan dengan
ikhlas, bertafakkur tentang ciptaan Allah dan ayat-ayat al-Qur’an dalam setiap
peristiwa, mereka dapat melihat perwujudan dari pertolongan Allah yang
menyerupai mukjizat dalam setiap situasi.
Allah juga Menolong Orang-orang Beriman
Melalui Cara-cara yang Tak Terlihat
Dalam beberapa
ayat, Allah telah memberitahukan kepada orang-orang beriman tentang
pertolongan yang Dia berikan kepada mereka. Misalnya, dalam sebuah ayat, Allah
telah menyatakan bahwa Dia akan menjadikan musuh-musuh mereka melihat
orang-orang beriman jumlahnya menjadi dua kali lipat:
“Sesungguhnya
telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (dalam
pertempuran). Segolongan berperang di jalan Allah dan yang lain kafir yang
dengan mata kepala melihat orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah
menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata
hati.” (Q.s. Ali Imran: 13).
Allah Menolong Orang-orang Beriman dengan Cara
Menggagalkan Rencana Jahat yang Ditujukan
kepada Mereka
Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya, orang-orang kafir menyebabkan kesulitan bagi
orang-orang beriman dan membuat rencana jahat bagi mereka untuk menghalangi
orang-orang beriman dari jalan Allah. Tetapi Allah memberitahukan dalam
al-Qur’an bahwa semua rencana jahat terhadap orang-orang beriman itu akan
digagalkan, akan dikembalikan kepada si pembuat rencana, dan sama sekali tidak
akan mencelakakan orang-orang beriman. Di antara ayat-ayat tersebut adalah
sebagai berikut:
“Ketika
datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah
kepada mereka, kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran), karena kesombongan
mereka di muka bumi dan karena rencana mereka yang jahat. Rencana yang jahat
itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tidaklah yang
mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunah kepada orang-orang yang
terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah
Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah
Allah itu.” (Q.s. Fathir: 42-3).
Sebagai contoh
dari hal ini adalah kehidupan Nabi Yusuf, yakni rencana yang dibuat untuk
mencelakakan orang-orang beriman pada akhirnya berbalik kepada mereka sendiri
dan mencelakakan si pembuat rencana. Sebagaimana diceritakan dalam Surat
Yusuf, saudara-saudara Nabi Yusuf, yang dihinggapi rasa iri, merencanakan untuk
melempar beliau ke dalam sumur. Ketika Nabi Yusuf a.s. masih muda, rencana yang
lain juga dibuat oleh istri gubernur, di mana Nabi Yusuf tinggal di tempat
itu. Sesuai dengan janji-Nya, Allah menggagalkan semua rencana itu dan melindunginya
dari madharat. Setelah rencana itu dibuat, Allah memberikan kekuasaan kepada
Nabi Yusuf atas seluruh perbendaharaan negeri. Setelah itu, Nabi Yusuf berkata
bahwa rencana orang-orang kafir itu menemui kegagalan.
“(Yusuf
berkata), ‘Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya
aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak
meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat’.” (Q.s. Yusuf: 52).
SALING BERDEBAT
MENYEBABKAN HILANGNYA KEKUATAN
Salah satu
rahasia penting dari Allah yang diungkapkan kepada orang-orang beriman adalah
supaya tidak berdebat. Jika saling berdebat, kekuatan mereka akan hilang dan
hati mereka akan menjadi lemah. Adapun ayat yang membicarakan masalah tersebut
adalah sebagai berikut:
“Dan taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya dan jangan saling berdebat, yang menyebabkan kamu
menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (Q.s.
al-Anfal: 46).
Akhlak Qur’ani
bercirikan kerendahan hati. Orang-orang yang berpegang pada nilai-nilai akhlak
dalam al-Qur’an menghindari pertengkaran, mencari jalan keluar dari masalah,
memberikan kemudahan kepada orang, dan tidak menunjukkan ketamakan. Tanpa
berpegang pada akhlak Qur’ani, pertikaian dan konflik tidak dapat dielakkan.
Adalah hal yang sangat wajar jika setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda.
Misalnya, 20 orang dapat mengusulkan 20 pemecahan yang berbeda-beda.
Masing-masing pemecahan mungkin saja cocok bagi atau benar bagi orang yang
bersangkutan. Jika setiap orang bersikukuh bahwa usulannya yang benar, dapat
dipastikan yang terjadi adalah kekacauan dan konflik. Dalam kasus seperti ini,
jika tidak terwujud kesepakatan dari 20 orang tersebut, maka yang terjadi
adalah pertengkaran dan ambisi pribadi, yang dapat menghapuskan amal saleh yang
telah dilakukan untuk mencari ridha Allah. Akibatnya, seluruh kekuatan dari 20
orang tersebut akan hilang, persatuan dan persaudaraan di antara mereka akan
lemah.
Orang-orang
yang beriman harus saling mencintai satu sama lain, berkorban dan mempererat
kesetia-kawanan dan kerja sama di antara mereka. Terutama pada saat-saat
menghadapi kesulitan, mereka harus menyibukkan diri mengingat Allah, lebih
bersabar dan saling membantu. Saling berdebat dapat mengurangi kekuatan,
sedangkan kerja sama dapat meningkatkan kekuatan di antara orang-orang beriman.
Dalam ayat lainnya, Allah telah mengungkapkan rahasia bahwa jika orang-orang
beriman tidak menjadi teman dan pelindung satu sama lain, maka akan terjadi
kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi:
“Adapun
orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang
lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling
melindungi), niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan yang besar.” (Q.s. al-Anfal: 73).
Masing-masing
dari rahasia Allah tersebut telah diungkapkan, dan orang-orang Muslim dibebani
tanggung jawab. Orang Muslim tidak boleh menganggap bahwa pertengkaran dengan
sesama Muslim merupakan hal yang remeh, dengan mengatakan, “Bagaimanakah jika
kita berdebat?” Karena, sebagaimana telah diberitahukan oleh Allah kepada kita,
setiap pertengkaran antara orang-orang Muslim, artinya menghilangkan kekuatan
orang-orang beriman, terhadap hal ini, orang-orang Muslim akan dimintai
tanggung jawab oleh Allah. Itulah sebabnya Nabi kita tercinta saw. bersabda,
“Takutlah kepada Allah, berdamailah sesama kamu agar Allah menciptakan
perdamaian sesama Muslim.”1
Orang-orang
Muslim jangan sampai saling melihat kesalahan atau kekurangan masing-masing,
tetapi sebaliknya supaya menutupi kesalahan sesama Muslim yang lain dengan penuh
kasih sayang. Kekuatan orang-orang beriman berasal dari persatuan ini, artinya
mengerahkan segenap tenaganya untuk mendakwahkan agama Allah dan akhlak
al-Qur’an. Dengan persatuan, mereka dapat berkonsentrasi untuk menyampaikan
tanda-tanda keberadaan Allah melalui karya-karya ilmiah dan melakukan pelayanan
yang bermanfaat bagi umat manusia. Namun, kita harus ingat bahwa setiap orang
yang melakukan pelayanan ini harus diniatkan terutama untuk mencari kehidupan
yang abadi di akhirat dan agar diselamatkan dari azab Allah.
HANYA DENGAN
BERDZIKIR, HATI MENJADI TENANG
Semua manusia
yang hidup di muka bumi mencari jalan untuk memperoleh kebahagiaan hakiki.
Harapan ditumpahkan untuk mencapai tujuan memperoleh kebahagiaan. Sebagian
orang mencari kebahagiaan melalui gaya hidup yang mewah, sebagian lainnya
melalui pekerjaan yang bergengsi, perkawinan yang indah, bedah plastik, dan
gelar akademis. Namun, jika tujuan itu telah tercapai, semua kebahagiaan
seperti itu hanyalah bersifat sementara. Atau sering kali tidak ada kegembiraan
atau kepuasan sama sekali setelah semuanya itu diperoleh. Bagaimanapun, tak
seorang pun di muka bumi ini yang akan mencapai kebahagiaan sejati melalui
cara-cara tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengganggu atau membuat bosan
orang yang mempercayai bahwa tujuan dalam mencapai kebahagiaan hakiki telah
tercapai.
Kebahagiaan,
ketenangan, kesenangan, atau kenyamanan sejati hanya dapat ditemukan dalam
mengingat Allah. Allah menceritakan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai
berikut:
“Orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Q.s. ar-Ra‘d: 28).
Ini merupakan
rahasia yang sangat penting yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an untuk umat
manusia. Karena tidak memahami kenyataan ini, banyak orang yang menghabiskan
hidup mereka dalam khayalan bahwa harta benda dunia dapat memberikan kepuasan.
Seakan-akan tidak akan pernah mati dan menghadapi hari hisab, mereka dengan
tamaknya berusaha keras untuk memiliki hal-hal yang bersangkut paut dengan
keduniaan.
Namun,
sesungguhnya ini merupakan khayalan besar. Tidak ada sesuatu pun yang dimiliki
di dunia ini yang dapat memberikan ketenteraman dan kebahagiaan sejati. Hanya
orang-orang yang beriman saja, yang dengan ikhlas berbakti kepada Allah, dan
orang-orang yang menyadari rahmat, kasih sayang, dan perlindungan Allah atas
mereka yang dapat memperoleh perasaan hati yang tenteram. Allah memberikan
perasaan tenteram ini ke dalam hati orang yang memperhatikan bukti-bukti
ciptaan Allah dan mengingat-Nya setiap saat. Dengan demikian sia-sia saja jika
mencari kesenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan melalui asbab yang lain.
TIPU DAYA SETAN ITU LEMAH
Musuh manusia
terbesar semenjak Nabi Adam a.s. adalah setan. Setan bersumpah kepada dirinya
sendiri untuk menyesatkan manusia pada saat Nabi Adam diciptakan, dan setan
melaksanakan sumpahnya itu dengan menyusun tipu daya agar dunia ini tampak
memikat dan mempesona di mata manusia. Al-Qur’an juga memberi tahu kita bahwa
tipu daya setan itu lemah dan tidak memiliki kekuasaan atas manusia:
“Orang-orang
yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di
jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya
tipu daya setan itu lemah.” (Q.s.
an-Nisa’: 76).
“Dan
sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap
mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian orang-orang yang beriman. Dan
tidak ada kekuasaan iblis atas mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat
membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa yang
ragu-ragu tentang itu. Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu.” (Q.s. Saba’: 20-1).
Sesungguhnya,
bahwa tipu daya setan itu lemah dan bahwa ia tidak memiliki kekuasaan atas
manusia, adalah agar Allah menjadikan segala sesuatu itu mudah bagi manusia.
Setan hanyalah kekuatan negatif bagi agama, dan kelemahan setan ini bermakna,
bahwa orang-orang yang beriman tidak akan mengalami kesulitan apa pun dalam
hidupnya jika mereka mengamalkan agama. Tetapi, hal ini akan terjadi jika
memiliki iman yang ikhlas. Dalam al-Qur’an, Allah memberi tahu kita bahwa
orang-orang yang memiliki iman yang ikhlas tidak akan terpengaruh oleh tipu
daya setan:
“Ia (setan)
berkata, ‘Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku
akan menjadikan hal-hal di muka bumi terlihat baik bagi mereka (manusia) dan
aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di
antara mereka’.” (Q.s. al-Hijr: 39-40).
Dalam ayat
lainnya, Allah telah mengungkapkan bahwa setan tidak memiliki kekuasaan atas
orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan:
“Sesungguhnya
setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal
kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya hanyalah atas orang-orang yang
mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya
dengan Allah.” (Q.s. an-Nahl: 99-100).
Rahasia Bagaimana Menjauhi
Angan-angan Kosong dan Bisikan Setan
Meskipun setan
itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman, kadang-kadang ia
berusaha menggoda mereka dengan bisikan-bisikan, karena kesalahan yang telah
mereka lakukan.
Rahasia
penting lainnya yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an adalah bagaimana
menyelamatkan diri dari bisikan setan. Ini merupakan masalah penting bagi
orang-orang beriman yang takut kepada Allah dan menginginkan surga, karena
bisikan setan itu menyesatkan dan memalingkan manusia dari jalan Allah, dan
menjadikan manusia sibuk dengan perbuatan sia-sia dan remeh. Setan berusaha
untuk menanamkan perasaan sedih dan takut kepada manusia, menyemaikan
benih-benih pertentangan di antara mereka, menyebabkan mereka merasa ragu-ragu
terhadap Allah, al-Qur’an, dan agama. Setan memenuhi hati manusia dengan
angan-angan kosong. Sebagian dari ayat-ayat yang menjelaskan tentang bisikan
setan kepada manusia adalah sebagai berikut:
“Dan saya
benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong
pada mereka dan akan menyuruh mereka memotong telinga binatang ternak, lalu
mereka benar-benar memotongnya, dan akan saya suruh mereka, lalu mereka
benar-benar mengubah ciptaan Allah. Barangsiapa yang menjadikan setan sebagai
pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.
Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan
kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain
dari tipuan belaka.” (Q.s. an-Nisa’: 119-20).
“Yang
membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” (Q.s. an-Nas: 5).
Apa saja yang
dibisikkan setan kepada manusia, ia tidak dapat memalingkan manusia dari
bimbingan Allah sepanjang mereka mengikuti jalan yang telah Allah tunjukkan.
Allah memperingatkan orang-orang beriman agar waspada terhadap bisikan setan:
“Dan jika
kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang
bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah,
maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (Q.s. al-A‘raf: 200-01).
Sebagaimana
dapat kita pahami dari ayat tersebut, orang-orang yang beriman tetap waspada
terhadap bisikan setan. Mereka tidak mau kehilangan waktu untuk memperhatikan
bisikan itu, dan karena sadar bahwa hal itu tidak akan diridhai Allah, mereka
tidak pernah membiarkan diri mereka larut dalam keputusasaan, takut dan duka
cita, yang semuanya itu merupakan perasaan negatif yang dijauhi oleh
orang-orang beriman. Manakala orang-orang beriman diganggu dengan sesuatu yang
tidak sesuai dengan ajaran al-Qur’an, mereka segera mengenali bahwa itu
merupakan bisikan berbahaya dari setan yang tidak akan mendatangkan keridhaan
Allah. Mereka mengusir bisikan setan itu melalui dzikrullah dan ayat-ayat
al-Qur’an.
MENGIKUTI SEBAGIAN
BESAR ORANG HANYALAH AKAN MENYESATKAN DARI JALAN YANG BENAR
Anggapan yang
pada umumnya diyakini orang adalah bahwa mayoritas itu adalah yang benar,
pandangan ini sering kali menyesatkan manusia. Sesungguhnya, jika ditanya
tentang alasan yang mendasari perbuatan atau sikap tertentu, banyak orang yang
menjawab, “Karena kebanyakan orang melakukannya.” Namun, Allah memberitahukan
kita bahwa mengikuti sebagian besar orang itu menyesatkan:
“Dan jika
kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta.” (Q.s. al-An‘am: 116).
Dalam ayat
lainnya, Allah menyatakan bahwa sebagian besar manusia tidak akan beriman:
“Dan sebagian
besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu menginginkannya.” (Q.s.
Yusuf: 103).
Dalam surat
al-Ma’idah, Allah menyebutkan tentang merajalelanya yang “buruk” dan
menyerukan agar orang-orang yang berakal menjauhinya.
“Katakanlah,
‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu
menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar
kamu mendapat keberuntungan’.” (Q.s.
al-Ma’idah: 100).
Dengan
demikian, apa yang dilakukan oleh sebagian besar orang dan yang mempercayainya
atau yang mendukungnya, tidaklah dapat dipakai sebagai sumber rujukan yang
dapat dipercaya. Orang-orang cenderung untuk mengikuti sebagian besar orang
karena menuruti “kecenderungan berkelompok”. Namun, orang-orang yang beriman
yang berbuat sesuai dengan rahasia Ilahi yang diberikan Allah dalam al-Qur’an
tidaklah mengikuti sebagian besar orang, tetapi mereka hanya melaksanakan
perintah Allah dan agama-Nya. Sekalipun seorang diri, mereka tidak pernah
merasa bimbang terhadap keyakinan mereka dan jalan yang mereka tempuh.
RAHASIA TENTANG
BERTAMBAH ATAU BERKURANGNYA NIKMAT
Dalam al-Qur’an,
Allah mengungkapkan alasan mengapa Dia memberikan nikmat atau mengambilnya dari
manusia:
“Yang
demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah sesuatu
nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kamu, hingga kaum itu
mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.s.
al-Anfal: 53).
“Bagi manusia
ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung
bagi mereka selain Dia.” (Q.s. ar-Ra‘d:
11).
Apa yang
dikemukakan dalam ayat-ayat tersebut merupakan rahasia yang sangat penting
yang tidak diketahui atau diabaikan oleh kebanyakan manusia. Allah berfirman
bahwa Dia akan menambah nikmat bagi orang-orang yang sibuk mengerjakan amal
saleh, dan akan mempersempit nikmat bagi orang-orang yang melakukan
kemaksiatan, dan nikmat terhadap manusia akan berubah sesuai dengan perubahan
perbuatan dan keikhlasan mereka.
Orang-orang
yang beriman yang mengetahui rahasia-rahasia Allah ini berusaha untuk melihat
maksud tersembunyi di balik ciptaan Allah dalam setiap keadaan yang mereka
jumpai dan mereka senantiasa memperhatikan masalah tersebut. Mereka tidak
pernah merasa sempurna, tetapi mereka berusaha keras untuk memiliki
kesempurnaan akhlak sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an, dan berusaha
membetulkan kesalahan dan kekhilafan mereka. Dalam hal ini, mereka tidak
pernah ragu-ragu untuk selalu berusaha memperbaiki akhlak mereka dan
membersihkan tingkah laku mereka.
MENAATI RASUL BERARTI MENAATI ALLAH
Salah satu
amal ibadah yang sangat penting yang diperintahkan Allah kepada orang-orang
beriman dalam al-Qur’an adalah menaati Rasul-Nya. Allah berfirman bahwa Dia
telah mengirim para rasul-Nya untuk ditaati, dan orang-orang beriman, dalam
setiap zaman, telah diuji ketaatan mereka terhadap para rasul tersebut. Para
rasul adalah orang-orang yang menyampaikan pesan Allah dan perintah-Nya kepada
manusia, dan mengingatkan mereka tentang hari perhitungan dan tentang
ayat-ayat-Nya. Para rasul adalah orang-orang yang lurus dan dirahmati, yang
dipilih Allah di antara seluruh manusia; dan perbuatan, sikap, dan kesempurnaan
akhlak mereka sebagai teladan. Mereka adalah para kekasih Allah yang sangat
dekat dengan-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut ini, orang yang
menaati rasul berarti menaati Allah.
“Barangsiapa
yang menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa
yang berpaling, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka.” (Q.s. an-Nisa’: 80).
Rasulullah
saw. juga bersabda bahwa orang yang bersaksi terhadap hal ini akan memperoleh
berita gembira:
“Tidakkah
kamu telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa saya adalah
utusan-Nya? Jika demikian, maka kabar gembira bagi kamu. Qur’an adalah sebuah
tali yang satu ujungnya sampai kepada Allah dan ujung yang lain sampai
kepadamu. Berpegang teguhlah kepadanya. Jika kamu melakukan itu, kamu tidak
pernah terjerumus dalam kesalahan atau bahaya.1
Mendurhakai seorang rasul
adalah mendurhakai Allah dan agama-Nya. Ini merupakan salah satu rahasia
penting yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an. Dalam sebuah ayat, Allah
menceritakan keadaan orang-orang yang menaati rasul dan orang-orang yang
mendurhakainya:
“Itu adalah
ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang
besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka
sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan.” (Q.s. an-Nisa’: 13-4).
Allah telah
mengungkapkan dengan jelas dalam al-Qur’an tentang ketaatan kepada rasul, dan
menjelaskan bahwa orang-orang yang benar-benar taat dan berserah diri juga akan
diterima di sisi-Nya. Sebagaimana yang terlihat dalam ayat-ayat ini,
dipenuhinya semua syarat agama dan melakukan banyak ibadah belumlah mencukupi.
Jika seseorang tidak menerapkan sikap dan akhlak yang menunjukkan ketaatan
kepada rasul sesuai dengan yang dijelaskan Allah dalam al-Qur’an dan hanya
setengah-setengah dalam menaati-Nya, mungkin Allah akan menjadikan semua
perbuatannya sia-sia. Sebagian dari ayat-ayat yang membicarakan masalah ini
dikaji di bawah ini yang dibagi menjadi beberapa bagian:
Tidak Beriman sehingga Menyerahkan Diri
Mereka Sepenuhnya kepada Rasul
Allah
mengungkapkan sebuah rahasia yang sangat penting dalam Surat an-Nisa’:
“Maka demi
Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati
mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.” (Q.s.
an-Nisa’: 65).
Dalam ayat ini
diungkapkan sebuah rahasia penting tentang ketaatan yang sempurna kepada
rasul. Hampir semua orang mengetahui apakah ketaatan itu. Namun, ketaatan
kepada rasul sangat berbeda dibandingkan dengan bentuk-bentuk ketaatan
sebagaimana yang diketahui orang banyak. Sebagaimana dinyatakan Allah dalam
ayat di atas, orang-orang yang beriman haruslah menaati rasul dengan sepenuh
hati, tanpa ada sedikit pun perasaan ragu di dalam hati. Jika seseorang merasa
ragu-ragu terhadap apa yang dikatakan oleh rasul dan menganggap pikirannya
sendiri lebih benar daripada pikiran rasul, maka sebagaimana dinyatakan oleh
ayat tersebut, pada hakikatnya ia bukanlah orang yang beriman.
Orang-orang
yang benar-benar beriman dan berserah diri mengetahui bahwa apa yang disabdakan
oleh rasul adalah yang terbaik bagi mereka. Sekalipun sabdanya tersebut
bertentangan dengan kepentingan pribadi mereka, mereka menerima dan menaati
dengan penuh gairah dan semangat. Sikap seperti ini merupakan tanda bahwa ia
adalah orang yang benar-benar beriman, dan Allah memberikan kabar gembira
berupa keselamatan kepada orang-orang yang menaati rasul dengan ketaatan yang
sempurna. Inilah sebagian dari ayat-ayat yang menyatakan kabar gembira dari
Allah:
“Dan
barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin.” (Q.s. an-Nisa’: 69).
“Dan
barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan
bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (Q.s. an-Nur: 52).
“Katakanlah,
‘Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan
kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan
jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban
rasul itu melainkan menyampaikan dengan terang’.” (Q.s. an-Nur: 54).
Sebagaimana
dinyatakan di atas, orang-orang yang menaati rasul akan memperoleh petunjuk. Di
sepanjang sejarah, semua orang diuji atas ketaatan mereka terhadap para rasul.
Allah selalu memilih Rasul-rasul-Nya dari kalangan manusia. Dalam hal ini,
orang-orang yang berpikiran sempit dan tidak memiliki hikmah tidak mampu
memahami bagaimana menaati seorang manusia dari kalangan mereka sendiri, atau
seseorang yang tidak lebih kaya daripada diri mereka sendiri. Namun, Allah
telah memilih Rasul-rasul-Nya, menolong mereka dari sisi-Nya, dan memberikan
kepada mereka ilmu dan kekuatan. Hakikat dari persoalan ini yang tidak mampu
dipahami oleh orang-orang adalah bahwa Allah memilih siapa saja yang Dia kehendaki.
Orang beriman yang ikhlas dengan sepenuh hati menaati dan menghormati orang
yang telah dipilih Allah, lalu ia mengikutinya dengan sepenuh hati. Ia
mengetahui bahwa jika ia menaati rasul, sesungguhnya ia menaati Allah.
Orang-orang yang berserah diri kepada Allah dan melaksanakan agama dengan
demikian juga menyerahkan diri kepada rasul. Allah menceritakan keadaan
orang-orang yang menyerahkan diri kepada-Nya sebagai berikut:
“Bahkan
barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan,
maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (Q.s.
al-Baqarah: 112).
Perbuatan Orang-orang yang Meninggikan Suara
Mereka Melebihi Suara Nabi Menjadi Terhapus:
Dalam sebuah ayat, Allah
menyatakan sebagai berikut:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana
kerasnya sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus
amalan-amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang-orang yang
merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah
diuji hati mereka Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang
besar.” (Q.s. al-Hujurat:: 2-3).
Rasulullah
selalu menyeru orang-orang beriman kepada jalan yang lurus dan kepada kebaikan.
Tentu saja ada saat-saat ketika seruan para rasul ini bertentangan dengan
kepentingan orang-orang yang diseru. Namun, orang-orang yang beriman dan
menaati rasul tidak menuruti pikirannya sendiri, tetapi berserah kepada firman
Allah, Rasul-Nya, dan al-Qur’an . Dalam pada itu, orang-orang yang imannya
lemah, yang tidak dapat mengendalikan nafsu mereka menunjukkan kedurhakaan atau
kelemahan terhadap seruan rasul. Sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut,
suara mereka, pembicaraan mereka, dan kata-kata yang mereka ucapkan, dapat
mengungkapkan penyakit yang ada dalam hati mereka dan lemahnya mereka dalam
ketaatan. Perbuatan mereka yang menentang apa yang dikatakan oleh Nabi dan
sikap mereka yang meninggikan suaranya tersebut, sesungguhnya menunjukkan
kebodohan mereka. Allah memberi tahu bahwa perbuatan orang-orang seperti ini
akan menjadi terhapus. Allah menyatakan bahwa semua perbuatan orang seperti
ini, sekalipun ia berusaha siang malam untuk menyebarkan agama, hanyalah
sia-sia karena kedurhakaannya tersebut.
Ini merupakan
rahasia penting yang diungkapkan dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an. Allah
telah memerintahkan manusia agar mengerjakan amal saleh, berjuang dengan
sungguh-sungguh dan teguh untuk kepentingan Islam, bertingkah laku sesuai
dengan akhlak mulia sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an , dermawan,
sabar, menjaga perasaan orang lain, jujur, dan dapat dipercaya. Tidak
diragukan lagi, semua ini merupakan bentuk ibadah yang penting yang akan
mensyafaati orang yang melakukannya di akhirat kelak. Namun, sebagaimana yang
tercantum dalam Surat al-Hujurat, satu sikap yang tidak menghormati Rasulullah
dapat menyebabkan semua perbuatan orang itu sia-sia. Sekali lagi, hal ini
mengingatkan kita betapa pentingnya menaati dan menghormati Rasulullah.
Allah Mencabut Kekuatan Orang-orang
yang Tidak Menaati Rasul
Kisah tentang
Thalut dan bala tentaranya yang diceritakan dalam al-Qur’an merupakan
peringatan lain, yang sangat menekankan pentingnya menaati Rasulullah. Sebagaimana
diceritakan dalam al-Qur’an , ketika Thalut memberangkatkan pasukannya untuk
melawan musuh, ia memperingatkan pasukannya agar jangan minum air sungai
yang akan mereka seberangi. Berikut ini adalah ayat yang menceritakan kisah
tersebut:
“Maka ketika
Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan
menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya,
bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tidak meminumnya, kecuali menciduk
seciduk tangan, maka ia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali
beberapa orang di antara mereka. Maka ketika Thalut dan orang-orang yang
beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah
minum berkata, “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan
tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata,
‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang
banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar’.” (Q.s. al-Baqarah: 249).
Sebagaimana
terlihat dari ayat tersebut, orang-orang yang tidak menaati perintah Thalut
menjadi lemah, sedangkan orang-orang yang menaati Thalut diberi kekuatan oleh
Allah, dan atas kehendak-Nya, mereka dapat mengalahkan musuh meskipun jumlah
mereka lebih sedikit. Ini merupakan rahasia yang diungkapkan Allah dalam
al-Qur’an kepada manusia. Kekuatan, kemenangan, dan keunggulan tidak tergantung
pada kekayaan materi, kedudukan yang bergengsi, jumlah yang banyak, atau
kekuatan jasmani. Barangsiapa yang menjalankan perintah Allah, menaati Dia dan
Rasul-Nya, Allah menjadikan mereka lebih kuat dibandingkan semuanya, dan
Allah akan memberi pahala kepada mereka dengan karunia yang sangat banyak
seperti hikmah, kekayaan, kebaikan, kenikmatan, dan kekayaan. Bagi orang-orang
yang siap untuk mengikuti Rasulullah disediakan kenikmatan yang kekal abadi
di akhirat kelak.
KELOMPOK MINORITAS ORANG
BERIMAN DAPAT MENGALAHKAN ORANG KAFIR YANG JUMLAHNYA LEBIH BESAR
Salah satu
mukjizat dari Allah yang diberikan kepada orang-orang yang beriman, meskipun
mereka berjumlah sedikit adalah bahwa mereka dapat mengalahkan musuh-musuh
mereka dengan Kehendak Allah. Ini merupakan rahasia penting yang diungkapkan
Allah dalam beberapa ayat sehingga menjadikan orang-orang kafir tertipu. Sebagaimana
dapat dilihat dalam kisah tentang Thalut, Allah menjadikan orang-orang beriman
memperoleh kemenangan karena ketaatan mereka, meskipun mereka berjumlah
sedikit. Allah mengakhiri kisah tentang Thalut dengan kata-kata sebagai berikut:
“Berapa
banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak
dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.s. al-Baqarah: 249).
Dengan Bersabar, Orang-orang Beriman
akan Memperoleh Kekuatan Besar
Sebagaimana
sering kali ditekankan dalam buku ini, terdapat banyak rahasia yang tersembunyi
dalam berbagai ayat al-Qur’an. Salah satu di antara rahasia-rahasia tersebut
adalah tentang kesabaran. Allah memberikan kabar gembira bahwa orang-orang yang
bersabar akan semakin kuat. Ingatlah bahwa semua kekuatan adalah milik Allah.
Bahkan kekuatan orang yang menentang Allah sesungguhnya juga milik Allah.
Allah memberikan berbagai macam kemampuan kepada orang-orang untuk menguji
mereka dan orang-orang di sekeliling mereka. Demikian pula, Dia dapat mengambil
dengan mudah sebagaimana Dia dapat memberikan dengan mudah apa saja yang Dia
kehendaki. Allah memberi tahu kita bahwa orang-orang yang bersabar akan menjadi
kuat, yakni Dia akan memberikan kekuatan kepada mereka. Tentang hal ini, Allah
menyatakan sebagai berikut:
“Ya, jika
kamu bersabar dan bersiap siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan
seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang
memakai tanda.” (Q.s. Ali Imran: 125).
Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat di atas, jika Allah menghendaki, Dia dapat memberikan
kemenangan kepada orang-orang dengan cara yang tak terlihat. Dalam usaha untuk
memperjuangkan agama Allah misalnya, Allah dapat memberikan pertolongan yang
tak terlihat sehingga memungkinkan seseorang bicaranya sangat berpengaruh dan
membuat hati orang-orang yang mendengarkannya berpaling kepada agama. Dengan
demikian, tak seorang pun yang dapat memperoleh kemenangan atau mempengaruhi
orang lain, kecuali jika Allah menghendakinya. Pemilik semua kejayaan,
kemenangan, dan pengaruh adalah Allah. Apa yang harus dilakukan oleh manusia
adalah menaati perintah Allah dan melaksanakan ketentuan-ketentuan-Nya. Dalam
ayat lainnya, Allah memberi tahu orang-orang yang beriman cara memperoleh
kekuatan besar:
“Hai Nabi,
kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang
sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus musuh. Dan jika
ada seratus orang diantaramu, mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir
disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah
meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka
jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan
dua ratus orang, dan jika diantaramu ada seribu orang, niscaya mereka dapat mengalahkan
dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.s. al-Anfal: 65-6).
Sebagaimana
dinyatakan Allah dalam ayat tersebut, jika orang-orang beriman tidak memiliki
kelemahan dalam diri mereka, dan mereka teguh, sabar, dan yakin, maka kekuatan
satu orang beriman adalah sama dengan kekuatan sepuluh orang. Dalam hal ini,
perkataan “kekuatan” memiliki pengertian lain yang bukan sekadar kekuatan
fisik. Misalnya, kekuatan seorang beriman yang menyampaikan pesan agama dan
menyeru manusia ke jalan Allah adalah sama dengan kekuatan sepuluh orang. Dalam
pada itu, pengetahuan seorang yang beriman dapat menyamai pengetahuan sepuluh
orang. Perbuatan baik seorang beriman yang dilakukan semata-mata untuk mencari
ridha Allah dapat menyamai perbuatan yang dilakukan sepuluh orang. Seorang yang
beriman dapat menyeru sepuluh orang kafir yang tersesat kepada jalan Allah
yang benar dan dapat menjadi asbab bagi perbaikan iman mereka. Seorang yang beriman
dapat menghancurkan kekafiran orang kafir dan menggantinya dengan kebenaran.
Rahasia yang
diungkapkan Allah dalam al-Qur’an ini sangat penting. Hal ini karena jika semua
orang Islam saling berlomba-lomba di jalan yang benar, betapapun kecilnya
jumlah mereka, Allah akan memberikan kemenangan kepada mereka dalam setiap
urusan yang mereka lakukan. Misalnya, jika orang di seluruh dunia ini
berkumpul yang terdiri dari orang-orang kafir, dan profesor-profesor kafir dari
seluruh dunia yang memimpin semua orang di setiap negara agar menjadi kafir,
maka Allah cukup mengirim sekelompok kecil orang-orang Muslim yang kuat,
bertanggung jawab, dan cukup bijak untuk menunjukkan kepada orang-orang tersebut
jalan yang benar. Allah memberikan kemudahan kepada orang-orang beriman dalam
setiap urusan mereka dan membuat berbagai urusan menjadi sulit bagi orang-orang
kafir. Untuk itulah, orang-orang beriman yang mengetahui rahasia ini jangan
sampai meremehkan usaha mereka dan mengatakan, “Mungkinkah usaha kita ini dapat
membawa perubahan terhadap situasi seperti ini?” Tetapi sebaliknya mereka yakin
bahwa Allah akan membalas setiap perbuatan yang ikhlas, yang dilakukan
semata-mata untuk mencapai ridha-Nya tersebut dengan hasil yang baik. Sebaris
tulisan tentang keberadaan Allah, sepatah kata yang menyeru manusia kepada
Allah, atau suatu perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran al-Qur’an dapat
saja membawa manusia kepada keselamatan dan membangkitkan perasaan cinta dan
takut kepada Allah dalam diri mereka. Perlu kita camkan bahwa hukum-hukum dan
fenomena sebab dan akibat yang berlaku di dunia ini hanyalah berdasarkan apa
yang dijelaskan oleh Allah dalam al-Qur’an. Siapa pun yang berpikirnya sesuai dengan
al-Qur’an dapat memahami rahasia-rahasia dalam ciptaan Allah ini, dan dengan
kehendak Allah, akan memperoleh kekuatan yang lebih unggul dan hikmah melebihi
apa yang dapat dicapai oleh orang lain. Allah memberikan berita gembira kepada
orang-orang yang beriman bahwa mereka akan mengalahkan orang-orang kafir jika
mereka teguh keimanannya:
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.s. Ali Imran: 139).
Sebagaimana
dapat dibaca pada ayat di atas, persyaratan yang diperlukan agar memperoleh
kemenangan dan ketinggian, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak adalah
keimanan yang ikhlas. Rahasia lain yang diungkapkan dalam al-Qur’an dalam
masalah ini adalah beriman dengan tidak menyekutukan Allah.
ALLAH MENJADIKAN AGAMANYA TINGGI
JIKA ORANG-ORANG
HANYA MENYEMBAH DIA SAJA
Salah satu
tujuan terpenting bagi seorang Muslim dalam hidup ini adalah mendakwahkan
ajaran-ajaran al-Qur’an ke seluruh dunia, sehingga orang-orang dapat menyembah
Allah sebagaimana yang seharusnya. Dalam al-Qur’an, Allah telah menunjukkan
kepada orang-orang beriman jalan untuk mencapai tujuan ini, dan Dia
memerintahkan sebagai berikut:
“Dan Allah
telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku
dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
kafir sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.s. an-Nur: 55).
Berdasarkan
rahasia Allah yang diungkapkan kepada orang-orang beriman, Allah akan
meneguhkan nilai-nilai al-Qur’an di seluruh dunia jika orang-orang beriman dan
hanya menyembah Allah, tanpa menyekutukan-Nya. Ini merupakan rahasia yang
sangat penting, karena hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya merupakan
tanggung jawab setiap orang beriman untuk mendakwahkan ajaran al-Qur’an kepada
manusia. Dengan demikian setiap orang beriman yang memiliki hati nurani harus
menjauhkan diri dengan sungguh-sungguh dari menyekutukan Allah dan hanya menyembah-Nya.
Dibandingkan hal-hal lainnya, menyekutukan Allah merupakan dosa yang tidak
akan diampuni oleh Allah dan orang yang melakukannya akan dimasukkan ke dalam
neraka. Bagaimanapun, tampaknya sebagian besar manusia terlibat dalam
ajaran-ajaran orang musyrik yang menyembah berhala. Manusia harus waspada
terhadap “kemusyrikan yang tersembunyi”. Dalam bentuk kemusyrikan seperti ini,
orang tersebut menyatakan beriman kepada Allah, mengakui Allah itu satu, Allah
Yang Menciptakan, dan Yang wajib ditaati. Tetapi, ia juga takut kepada
makhluk selain Allah, menganggap persetujuan dan dukungan orang lain lebih
penting, menganggap bahwa perdagangan, keluarga, dan anak cucu lebih penting
daripada Allah dan berjuang di jalan-Nya, sesungguhnya semua ini merupakan
bentuk kemusyrikan yang nyata. Keimanan yang benar sebagaimana yang dijelaskan
dalam al-Qur’an adalah memandang bahwa keridhaan Allah adalah di atas
segala-galanya. Mencintai makhluk lain selain Allah hanyalah sebagai asbab
untuk mencari keridhaan-Nya. Orang-orang yang merasa berutang budi kepada
manusia yang telah memberi sesuatu kepada mereka, yang memandang manusia
sebagai pelindungnya, sesungguhnya mereka adalah orang-orang musyrik. Hal ini
karena Yang memberi rezeki hanyalah Allah, Yang memberi makan, menolong, dan
melindungi setiap makhluk hidup dan menyembuhkan orang yang sakit, hanyalah
Allah. Jika Allah menghendaki, Dia dapat menyembuhkan orang yang sakit melalui
tangan seorang dokter. Dalam hal ini, sungguh tidak masuk akal jika seseorang
menumpukan harapannya hanya pada dokter. Karena, tak seorang dokter pun yang
dapat menyembuhkan pasiennya kecuali jika Allah menghendaki. Seseorang yang
melihat kesehatannya membaik harus melihat, bahwa dokter itu sebagai orang yang
dipakai tangannya oleh Allah untuk menyembuhkannya, sehingga ia akan
menghormati dokter itu dengan semestinya. Namun, karena ia mengetahui bahwa
sesungguhnya yang menyembuhkan adalah Allah, maka hanya kepada Allah saja ia
harus bersyukur. Jika tidak demikian, berarti ia telah menyekutukan Allah
dan menganggap sama sifat Allah dengan sifat manusia. Semua Muslim harus
menjauhi dengan sungguh-sungguh syirik yang tersembunyi ini, dan jangan
sampai menjadikan penolong dan pelindung selain Allah.
KEHIDUPAN DUNIA INI SANGAT SINGKAT
Sebagian besar
manusia sangat mencintai dunia ini seakan-akan mereka tidak akan pernah mati,
sehingga mereka menjauhi kehidupan agama, tidak ingat mati dan akhirat.
Padahal, kehidupan dunia yang sangat mereka cintai ini sesungguhnya sangatlah
singkat dan sementara. Bahkan orang-orang yang umurnya sangat panjang pada
suatu saat pasti akan menghadapi kematian. Di samping itu, kehidupan dunia ini
sesungguhnya tidaklah sebagaimana yang tampak. Allah mengungkapkan rahasia ini
kepada manusia dalam beberapa ayat al-Qur’an:
“Allah
bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab,
‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman, ‘Kamu tidak tinggal (di bumi)
melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.’ Maka apakah kamu
mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa
kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.s. al-Mu’minun: 112-15).
“Dan pada
hari terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah bahwa mereka tidak
berdiam melainkan sesaat, seperti itulah mereka selalu dipalingkan dari
kebenaran.” (Q.s. ar-Rum: 55).
Percakapan di
atas adalah percakapan antara orang-orang yang dikumpulkan untuk dihisab.
Sebagaimana yang ditunjukkan dalam percakapan tersebut, setelah mati
orang-orang menyadari bahwa sesungguhnya mereka tinggal di dunia hanya
sebentar. Yaitu, waktu yang tampaknya enam puluh atau tujuh puluh tahun dalam
kehidupan dunia ini, sesungguhnya sama singkatnya dengan satu hari, atau bahkan
lebih singkat lagi. Hal ini bagaikan kisah seseorang yang menganggap bahwa ia
telah menghabiskan beberapa hari, bulan, atau bahkan beberapa tahun dalam
mimpinya, tetapi setelah bangun baru menyadari bahwa mimpi tersebut hanya
berlangsung selama beberapa detik.
Dengan
bertafakkur, orang akan dapat memahami betapa singkatnya dan betapa
sementaranya kehidupan dunia ini. Misalnya, setiap orang membuat rencana yang
jelas dan menetapkan beberapa tujuan dalam hidupnya. Rencana-rencana ini
merupakan tujuan yang tidak pernah berakhir. Antara keduanya saling mengikuti.
Demikian pula orang yang baru lulus dari SLTA, lalu masuk ke Perguruan Tinggi,
lalu bekerja di sebuah perusahaan. Betapapun, semua ini merupakan pengalaman
yang bersifat sementara. Ketika muda, orang hampir-hampir tidak dapat
membayangkan ia akan berumur tiga puluh tahun. Tetapi tahu-tahu ia telah berumur
empat puluh tahun.
Singkatnya
kehidupan dunia ini merupakan kepastian dari Allah yang diungkapkan dalam
al-Qur’an, yang dapat dipahami oleh siapa pun sebelum mati. Bagi orang yang memahaminya,
betapa bodohnya jika ia mengabaikan kehidupan yang nyata dan tidak berakhir
di akhirat, hanya untuk mengejar kehidupan yang singkat dan sementara ini.
Sebagian di antara ayat-ayat, yang di dalamnya Allah mengingatkan manusia
tentang singkatnya kehidupan dunia adalah sebagai berikut:
“Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (Q.s. Ghafir: 39).
“Sesungguhnya
mereka menyukai kehidupan dunia yang sementara dan mereka tidak mempedulikan
hari yang berat.” (Q.s. al-Insan: 27).
ALLAH MEMASUKKAN
RASA TAKUT KE DALAM HATI ORANG-ORANG KAFIR
Allah
menyatakan dalam beberapa ayat bahwa Dia memasukkan perasaan takut ke dalam
hati orang-orang kafir:
“Ketika
Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkanlah orang-orang yang telah beriman.’ Kelak akan Aku jatuhkan rasa
ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir.” (Q.s. al-Anfal: 12).
“Dialah yang
mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka
pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan
keluar dan mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat
mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada
mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan
ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan
tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah untuk
menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (Q.s. al-Hasyr: 2).
Apa yang
diceritakan dalam ayat-ayat tersebut merupakan mukjizat dari Allah. Dengan
cara memasukkan perasaan takut ke dalam hati mereka, Allah menghilangkan kekuatan
orang-orang yang menentang orang-orang beriman dan yang menolak Allah dan
agama-Nya. Sangatlah penting agar orang-orang beriman merenungkan ayat-ayat ini
dan mengambil pelajaran bagi diri mereka. Hal ini karena — sebagaimana
disebutkan pada bab-bab terdahulu — hati kita berada di tangan Allah, dan Allah
memasukkan apa saja ke dalam hati, kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Tugas orang-orang beriman bukanlah berusaha untuk menciptakan pengaruh kepada
orang lain, tetapi hanya supaya ikhlas. Misalnya, seorang beriman memiliki tanggung
jawab untuk mengingatkan seseorang berdasarkan ayat-ayat Allah. Namun, orang
itu hanya akan memperoleh hidayah dari nasihat yang diberikan — betapapun
penjelasannya itu sangat terang — Allah membimbing orang itu ke jalan yang
benar. Dengan penjelasan tersebut, seorang beriman tidak berdaya menghadapi
bahaya. Demikian pula, ia tidak mempunyai kekuatan untuk menjadikan musuh
ketakutan. Tetapi Allah melindungi dan menolong orang-orang beriman yang
ikhlas dan dalam melakukan usahanya hanya untuk mencari ridha Allah. Misalnya,
sebagaimana dikatakan dalam ayat di atas, Dia memasukkan perasaan takut ke
dalam hati musuh, dan menjadikan mereka terjerumus dalam kesulitan mereka
sendiri. Dengan cara inilah Allah memberikan jalan keluar kepada orang-orang
yang beriman.
Allah
memasukkan berbagai ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir seperti takut
mati, takut masa depan, takut terluka, takut akan bencana, atau takut
kehilangan harta. Demikian pula, mereka takut mati karena tidak mempercayai
akhirat dan sangat mencintai dunia. Meyakini bahwa ia akan lenyap dan
kehilangan semua kekayaannya, ketakutan terhadap mati semakin besar. Pada
akhirnya, rasa takut ini berkembang menjadi sakit.
Allah
menceritakan kepada kita bahwa rasa takut tersebut dimasukkan ke dalam hati
orang-orang kafir karena mereka menyekutukan Allah. Kesudahan orang-orang
seperti ini diceritakan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Akan Kami
masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka
menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan
tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk
tempat tinggal orang-orang yang zalim.” (Q.s.
Ali Imran: 151).
HIKMAH DAN
PEMBICARAAN YANG JELAS ADALAH RAHMAT DARI ALLAH
Hikmah dan
pembicaraan yang jelas adalah rahmat dari Allah, sebagaimana yang diceritakan
dalam ayat-ayat al-Qur’an sebagai berikut:
“Allah
memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa diberi
hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil
pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (Q.s. al-Baqarah: 269).
“Dan Kami
kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan pembicaraan yang
jelas.” (Q.s. Shad: 20).
Hikmah dan
kemampuan berbicara yang jelas adalah karunia yang besar dari Allah. Suatu
persoalan dapat dijelaskan oleh bermacam-macam orang dengan gaya yang
berbeda-beda. Namun, gaya yang paling berpengaruh adalah gaya yang mengesankan
dan jelas. Penjelasan seperti itu dapat menjadikan seseorang memusatkan
perhatiannya, membangunkannya dari kelalaian, mendorongnya untuk berpikir
tentang hal-hal yang telah diketahui tetapi sering dilupakan. Seseorang yang memiliki
kemampuan berbicara yang jelas tidak perlu berbicara panjang lebar, tetapi
cukup menyatakan pikiran-pikirannya dan pandangan-pandangannya secara singkat,
padat, namun memiliki pengertian yang sangat luas dan mengesankan. Seorang
bijak yang menjelaskan suatu persoalan dengan ikhlas menjadikan penjelasan
yang diberikannya menimbulkan kesan yang lebih kuat bagi orang lain. Satu hal
yang patut disebutkan di sini — bahwa berbicara dengan jelas itu bukan merupakan
sebuah bidang yang dapat dipelajari. Ia tidak memiliki aturan atau teori yang
rumit. Ia hanya memerlukan keikhlasan dan doa untuk meminta rahmat dari Allah.
Ketika seseorang berbicara, Allah memberikan ilham kepada siapa saja yang Dia
kehendaki.
Karya agung
tentang hikmah dan pembicaraan yang jelas adalah al-Qur’an , yang merupakan
firman Allah secara langsung. Hikmah ini merupakan sesuatu yang istimewa dari
semua kitab yang diturunkan Allah kepada umat manusia. Hal ini diceritakan
dalam ayat berikut ini:
“Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat
cegahan: itulah suatu hikmah yang sempurna — tetapi peringatan-peringatan itu
tidak berguna.” (Q.s. al-Qamar: 4-5).
MANUSIA JUGA AKAN DIMINTAI TANGGUNG JAWAB ATAS APA YANG
MEREKA PIKIRKAN DAN MEREKA NIATKAN
Dalam
al-Qur’an, Allah memerintahkan manusia agar hidup berdasarkan asas-asas agama
dengan kerelaan hati dan dengan khusyuk:
“Barangsiapa
dengan kerelaan hati mengerjakan kebaikan, maka itulah yang lebih baik
baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 184).
“Peliharalah
segala shalatmu, dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyuk.” (Q.s.
al-Baqarah: 238).
“Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada
Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan.” (Q.s. an-Nahl: 120).
Sebagaimana
terlihat dalam ayat-ayat di atas, Allah memerintahkan umat manusia agar
mengerjakan semua shalatnya dengan khusyuk. Di samping mengerjakan shalat,
puasa, bersedekah, atau amal saleh lainnya, yang sesungguhnya sangat penting
bagi seseorang adalah niatnya. Dalam al-Qur’an, Allah mengingatkan kita
tentang keadaan sebagian orang yang mengerjakan shalat atau yang menginfakkan
hartanya hanya untuk pamer. Kemungkinan orang seperti ini tidak mengingat
Allah, tidak bersikap khusyuk dan khudhu’ di hadapan Allah dalam shalatnya,
tetapi shalatnya hanya bersifat ritual saja. Mungkin seseorang secara lahiriah
tampak melakukan kedermawanan, menyumbang sekolah, atau membantu orang miskin.
Tetapi jika hal itu tidak dikerjakan untuk mencari ridha Allah, tidak menyadari
kelemahannya, tidak merasa memerlukan Allah, tidak takut terhadap akhirat,
amalan-amalan ini tidak akan diterima Allah. Allah menceritakan kepada kita
bahwa darah binatang kurban tidak sampai kepada-Nya, tetapi yang sampai
kepada-Nya adalah ketakwaannya:
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat sampai kepada Allah, tetapi
ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya
untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.s. al-Hajj: 37).
Di antara
kesalahan-kesalahan besar yang banyak dipercayai adalah bahwa manusia menganggap,
mereka hanya akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan mereka. Padahal,
Allah memberi tahu kita bahwa manusia akan dimintai tanggung jawabnya atas niatnya,
pikirannya, bahkan apa yang tersimpan di dalam lubuk hatinya.
“Kepunyaan
Allah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa
yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan
membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni
siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.s.
al-Baqarah: 284).
Allah
mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, apa yang ada dalam bawah sadarnya,
apa yang dipikirkannya, dan apa yang tersembunyi dari orang lain. Allah
menengahi antara seseorang dan hatinya. Dengan demikian, manusia tidak mungkin
menyembunyikan segala sesuatu dari Allah. Keraguan apa pun yang terlintas
dalam hati, bisikan-bisikan setan, keimanannya yang sesungguhnya, keimanannya
terhadap al-Qur’an, apa saja yang terlintas dalam hatinya ketika sedang shalat,
semuanya diketahui satu per satu oleh Allah, dan semuanya diingat oleh Allah.
Misalnya, Allah mengetahui ketika seseorang mengerjakan shalat dengan malas,
atau ketika pikirannya mengalami pertentangan. Manusia akan menjumpai
semuanya itu pada Hari Akhir. Membersihkan hati, menjalani hidup berdasarkan
agama dan dalam mengamalkannya tidak hanya bersifat ritual tetapi dengan
ikhlas dan penuh kekhusyukan, semua ini merupakan jalan untuk mencapai
keselamatan. Betapa bodohnya mengabaikan kehidupan yang abadi dan hakiki hanya
untuk mengejar kehidupan yang singkat dan sementara. Di bawah ini diketengahkan
beberapa ayat, yang di dalamnya Allah mengingatkan manusia tentang singkatnya
kehidupan di dunia:
“Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal.” (Q.s. Ghafir:
39).
“Sesungguhnya
mereka menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak mempedulikan hari yang
berat.” (Q.s. al-Insan: 27).
ALLAH MEMASUKKAN
RASA CINTA KE DALAM HATI MANUSIA
Dalam beberapa
ayat, Allah menyatakan bahwa Dialah Yang memasukkan perasaan cinta dan kasih
sayang ke dalam hati manusia. Misalnya, Allah telah menyatakan dalam ayat di
bawah ini bahwa Dialah Yang mengumpulkan orang-orang beriman dan menyatukan
hati mereka sebagai saudara:
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan,
maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu
Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.s. Ali Imran: 103).
Dalam ayat
lainnya, Allah memberi tahu kita bahwa Dialah Yang memberikan kepada
orang-orang beriman perasaan belas kasihan.
“Dan Kami
berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak, dan rasa belas kasihan
yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian. Dan ia adalah seorang yang bertakwa.”
(Q.s. Maryam: 12-3).
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan
menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Q.s. Maryam: 96).
“Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.s. ar-Rum: 21).
Allah juga
menyatakan bahwa Dia akan memasukkan perasaan kasih sayang di antara
orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memusuhi mereka. Telah jelas
bahwa Allahlah yang mengendalikan semua hati – baik orang-orang yang beriman
maupun yang tidak beriman.
“Mudah-mudahan
Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di
antara mereka. Dan Allah adalah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Q.s. al-Mumtahanah: 7).
KEMATIAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN KAFIR TIDAK AKAN SAMA
Dalam al-Qur’an,
Allah mengungkapkan suatu rahasia tentang kematian, yang tidak diketahui oleh
banyak orang — bahwa saat kematian yang dialami oleh seseorang sesungguhnya
tidaklah sebagaimana yang dilihat orang lain. Allah menceritakan kepada kita
dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
“Maka mengapa
ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami
lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.” (Q.s. al-Waqi‘ah: 83-5).
Rahasia lain
yang diungkapkan Allah tentang kematian adalah bahwa saat kematian itu bagi
orang-orang kafir merupakan pengalaman yang mengerikan dan menyengsarakan.
Tetapi orang-orang di sekitarnya tidak dapat menyaksikan kengerian itu. Allah
menyatakan kenyataan ini dalam ayat-Nya sebagai berikut:
“Dan siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau
yang berkata, ‘Telah diwahyukan kepada saya,’ padahal tidak ada diwahyukan
sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, ‘Saya akan menurunkan seperti
apa yang diturunkan Allah.’ Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di
waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul-maut,
sedang para malaikat memukul dengan tangannya, sambil berkata, ‘Keluarkanlah
nyawamu.’ Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan,
karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan
(karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (Q.s. al-An‘am: 93).
“Dan
janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah
menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan
agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.” (Q.s. at-Taubah: 9).
Berdasarkan
rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an, seorang kafir tampaknya saja mati
dalam keadaan tenang di tempat tidurnya. Kelihatannya bagi orang-orang yang ada
di sekitarnya ia sama sekali tidak mengalami kesakitan atau penderitaan pada
saat kematiannya, kecuali matanya hanya tertutup. Namun, Allah memberi tahu
kita bahwa seorang kafir merasakan penderitaan yang dahsyat yang tidak dapat
kita saksikan. Bagaimana para malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir
dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Bagaimanakah
apabila malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung
mereka? Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang
menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci apa yang diridhai-Nya;
sebab itu Allah menghapus amal-amal mereka.” (Q.s. Muhammad: 27-8).
“Kalau kamu
melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya
memukul muka mereka dan belakang mereka, ‘Rasakanlah olehmu siksa neraka yang
membakar. Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya
Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya’.” (Q.s. al-Anfal: 50-1).
Sebagai
kebalikan dari kematian yang menyengsarakan yang dialami orang-orang kafir,
orang-orang beriman mengalami kematian dengan sangat mudah. Misalnya, seorang
beriman yang berperang di medan peperangan di dekat nabi, kemudian ditikam
dengan pedang, ia terbebas dari semua rasa takut, ia mengalami saat kematian
yang damai. Sebagaimana diberitakan oleh Allah dalam ayat tersebut, nyawa
orang-orang yang beriman akan dicabut dalam keadaan suci dan mereka akan
disambut oleh malaikat dengan salam dan berita gembira. Allah menjelaskan kematian
orang-orang beriman sebagai berikut:
“Orang-orang
yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan,
‘Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah
kamu kerjakan’.” (Q.s. an-Nahl: 32).
SHALAT MENJAUHKAN MANUSIA DARI
PERBUATAN JAHAT
Shalat
diperintahkan kepada orang-orang beriman pada saat-saat yang telah ditetapkan
setiap hari, sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an. Allah menjanjikan
pahala bagi orang-orang yang benar-benar menjaga shalatnya dan yang istiqamah
dalam mengerjakannya. Pahala lain yang akan diberikan kepada orang-orang yang
mengerjakan shalat dijelaskan dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
“Bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an ) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar. Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.s. al-‘Ankabut: 45).
Sebagaimana
dinyatakan Allah dalam ayat di atas, orang-orang yang mengerjakan shalat
dijauhkan dari perbuatan keji dan mungkar. Allah akan menolong untuk
menjauhkannya dari perbuatan jahat.
Orang yang
benar-benar menjaga dan mengerjakan shalat sebagaimana dijelaskan dalam
al-Qur’an adalah orang yang bertakwa kepada Allah. Orang yang berdiri, ruku’,
dan sujud di hadapan Allah pada waktu-waktu tertentu setiap hari pasti akan
dijauhkan dari perbuatan jahat, dan ia akan sangat takut kepada Allah. Hati
nurani orang-orang seperti itu, dengan kehendak Allah, akan senantiasa dijauhkan
dari perbuatan keji dan mungkar. Sekalipun mereka melakukan kemungkaran untuk
sementara waktu, mereka akan menyadari kesalahan mereka pada saat berdoa dan
bertafakkur di hadapan Allah Yang Mahakuasa. Kemudian mereka akan bertobat dan
menjauhi kemungkaran tersebut pada masa berikutnya.
ORANG-ORANG YANG
TERBUNUH DI JALAN ALLAH TIDAKLAH MATI
Allah telah
mengungkapkan dalam al-Qur’an, bahwa orang-orang yang meninggal di jalan-Nya
sesungguhnya tidaklah “mati”, tetapi hidup di sisi-Nya. Keadaan mereka ini
diungkapkan dalam ayat-ayat sebagai berikut:
“Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka
itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan
gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka
bersenang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum
menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. Mereka bersenang hati dengan nikmat dan karunia yang
besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
beriman.” (Q.s. Ali Imran: 169-71).
“Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah itu
mati. Bahkan mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Q.s. al-Baqarah: 154).
Bahwa Allah
akan menyempurnakan rahmat bagi orang-orang yang syahid dan bahwa mereka akan
dimasukkan ke dalam surga merupakan rahasia Allah lainnya yang diungkapkan
dalam al-Qur’an.
“Dan
orang-orang yang gugur di jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal
mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka,
dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenankan-Nya kepada
mereka.” (Q.s. Muhammad: 4-6).
“Maka Tuhan
mereka mengabulkan permohonan mereka, ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan
amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan,
sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang
berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku,
yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Aku hapuskan kesalahan-kesalahan
mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada
sisi-Nya pahala yang baik’.” (Q.s. Ali
Imran: 195).
“Dan
orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati,
benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik. Dan
sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan
memasukkan mereka ke dalam suatu tempat yang mereka menyukainya. Dan
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Q.s. al-Hajj: 58-9).
Kenyataan yang
diungkapkan dalam ayat-ayat di atas tentang orang-orang yang gugur di jalan
Allah adalah di antara rahasia-rahasia dalam al-Qur’an, yang pada umumnya tidak
diketahui orang banyak.
ALLAH PEMBERI KEMULIAAN
Banyak orang
yang tidak mempercayai akhirat, sehingga berlomba mencari kekuasaan, kekuatan,
dan kehebatan di dunia, mereka menganggap bahwa kehidupan itu hanyalah
kehidupan dunia. Sepanjang hidup mereka, mereka berusaha dengan tamak untuk
mencapai tujuan ini. Mereka memiliki nilai dan patokan tersendiri tentang kekuasaan,
kekuatan, dan kemuliaan. Menurut kriteria mereka, orang perlu kaya, memiliki
peran penting dalam masyarakat, dan kemasyhuran. Seandainya mereka tidak
memiliki salah satu di antara kriteria tersebut, mereka menganggap bahwa mereka
tidak memiliki harga diri, kemuliaan, dan gengsi. Padahal itu merupakan pandangan
yang salah. Kesalahan ini dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Dan mereka
telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu
menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka
(sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan terhadapnya, dan mereka
(sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka.” (Q.s. Maryam: 81-2).
Satu-satunya
pemiliki kekuatan dan kekuasaan adalah Allah, dan Dialah yang memberikan
kekuatan dan kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dengan demikian,
orang-orang yang menggunakan asbab lain untuk memperoleh kekuatan dan kekuasaan
selain dari berdoa kepada Allah sesungguhnya telah menyekutukan-Nya. Hal ini
karena kekayaan, prestise, atau kedudukan tidak dapat memberikan
kekuatan kepada seseorang. Di samping itu, bagi Allah hanya memerlukan waktu
sedetik saja untuk mencabut kekuasaan itu dari seseorang. Misalnya, seorang top-eksekutif
bisa saja kehilangan seluruh kekayaannya, kehormatannya, dan kedudukannya dalam
sesaat, karena satu-satunya pemilik yang hakiki dari segala sesuatu adalah
Allah.
Allah
mengaruniakan kekuatan dan kemuliaan kepada hamba-hamba-Nya yang dekat
dengan-Nya, yang dengan sepenuh hati mengabdi kepada-Nya, dan yang mengikuti
al-Qur’an. Seseorang yang hidup berdasarkan al-Qur’an tidak pernah melakukan
apa pun yang dapat membawa kepada kehinaan, penyesalan, atau malu di hadapan
Tuhan. Orang-orang yang benar-benar beriman tidak takut kepada siapa pun dan
kekuasaan mana pun, dan tidak pernah menjilat siapa pun. Yang mereka inginkan
hanyalah memperoleh ridha Allah dan hanya takut kepada Allah. Itulah sebabnya
mereka tidak merasa lemah dan tidak pernah merasa kekurangan. Meskipun mereka
tidak memiliki harta benda, kekayaan, jabatan, atau prestise, Allah
memberikan kepada mereka kekuatan dan kemuliaan. Orang-orang seperti itu memiliki
ketinggian dan kemuliaan karena iman mereka, dan mereka hidup berdasarkan
ajaran al-Qur’an. Tentang hal ini, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Padahal
kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin,
tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.” (Q.s. al-Munafiqun: 8).
RAHASIA MENCARI JALAN YANG BENAR
Hampir setiap
orang memiliki kriteria sendiri-sendiri tentang yang benar dan yang salah.
Kriteria yang digunakan untuk menetapkan yang benar dan yang salah ini sangat
berbeda-beda. Sebuah buku, seseorang, seorang politisi, atau kadang-kadang
seorang filsuf, barangkali dijadikan pembimbing dalam kehidupan seseorang.
Namun demikian, jalan yang benar, sebagai satu-satunya jalan yang menuju
kepada keselamatan, adalah agama yang telah dipilihkan oleh Allah. Menurut
jalan ini, tujuan utamanya adalah untuk mencari keridhaan, rahmat, dan surga
Allah. Sedangkan jalan-jalan lainnya, betapapun menariknya jalan itu
kelihatannya, hanyalah menipu dan menjerumuskan kepada kehancuran,
keputusasaan, penderitaan, dan siksa yang pedih, baik di dunia maupun di
akhirat.
Orang-orang
yang dibimbing ke jalan yang benar merupakan rahasia yang diungkapkan dalam
al-Qur’an. Mereka adalah hamba-hamba yang dibimbing Allah kepada jalan-Nya dan
yang memperoleh surga-Nya.
Beriman dengan Penuh Keyakinan
Sebelum yang
lain-lainnya, orang perlu memiliki iman agar dapat memperoleh bimbingan kepada
jalan yang lurus. Jika seseorang meyakini bahwa pemilik dan Pencipta langit dan
bumi dan segala sesuatu di antara langit dan bumi itu adalah Allah, dan ia
merasa yakin bahwa tujuan keberadaannya di dunia adalah untuk menjadi hamba
Allah, dan ia mencari ridha Allah dalam seluruh kehidupannya, maka Allah akan
membimbingnya ke jalan yang lurus. Beriman kepada Allah, akhirat, dan al-Qur’an
haruslah merupakan iman yang teguh dan yakin. Meskipun sebagian orang
mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman, tetapi mereka
menyimpan keraguan. Ketika mereka berkumpul dengan orang-orang kafir dan
berada di bawah pengaruh mereka, orang-orang seperti itu kemungkinan
menampakkan kelemahan dan bersikap memusuhi terhadap Allah dan agama-Nya. Akan
tetapi, orang-orang yang dibimbing Allah kepada jalan yang lurus memiliki iman
yang teguh dan tidak tergoyahkan:
“Dan agar
orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa al-Qur’an itulah yang hak dari
Tuhanmu lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepadanya, dan sesungguhnya
Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang
lurus.” (Q.s. al-Hajj: 54).
Berpaling kepada Allah dengan
Penyerahan yang Sempurna
Orang-orang
beriman yang berpaling kepada Allah dengan penyerahan yang sempurna merupakan
rahasia lain dalam memperoleh petunjuk ke jalan yang lurus. Bagi orang yang
beriman kepada Allah dan takut akan akhirat, dunia ini tidaklah menarik
baginya.
Karena yang
didambakannya hanya mencari ridha Allah, orang-orang yang benar-benar beriman
berpaling kepada Allah dalam semua perbuatan mereka, dan mereka mengetahui
bahwa Allah menguji mereka, mereka berserah diri kepada Allah atas takdir
mereka yang telah ditetapkan Allah. Allah telah memberi tahu bahwa orang-orang
yang berserah diri kepada-Nya akan memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus:
“Dan
bagaimanakah kamu menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu,
dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa berpegang teguh
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang
lurus.” (Q.s. Ali Imran: 101).
“Dia telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada-Nya orang yang
kembali kepada-Nya.” (Q.s. asy-Syura: 13).
Mengikuti Nasihat yang Diberikan
Perintah Allah
lainnya kepada hamba-hamba-Nya yang menginginkan petunjuk kepada jalan yang
lurus adalah sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya
kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal
yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan mereka. Dan
kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi
Kami, dan pasti Kami tunjukkan mereka ke jalan yang lurus.” (Q.s. an-Nisa’: 66-8).
Orang-orang
beriman yang bertakwa kepada Allah berusaha untuk membersihkan diri mereka dari
kesalahan dan berusaha untuk memperoleh kesempurnaan akhlak yang menjadikan
Allah ridha kepadanya. Namun, orang perlu bersikap rendah hati agar
kesalahan-kesalahannya diampuni dan agar memperoleh petunjuk kepada jalan yang
lurus. Orang yang rendah hati yang berusaha untuk membersihkan dirinya,
pertama-tama akan bersungguh-sungguh mengikuti perintah-perintah Allah. Di
samping itu, orang-orang beriman yang ikhlas saling menjadi teman dan pelindung
bagi orang lain. Mereka memerintahkan yang benar dan melarang yang mungkar.
Dengan demikian, karena mengetahui bahwa peringatan seorang yang beriman itu sangat
penting bagi penghisaban seseorang di akhirat, maka orang-orang yang beriman
juga harus saling mau menerima nasihat. Orang yang mau mengikuti nasihat yang
baik akan memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah memberikan kabar
gembira kepada hamba-hamba-Nya yang menjauhi bujukan setan dan menaati
orang-orang yang menyeru kepada al-Qur’an dan perintah-perintah-Nya:
“Dan
orang-orang yang menjauhi thaghut tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah,
bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada
hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.s. az-Zumar: 17-8).
NAFSU MANUSIA MEMERINTAHKAN
PERBUATAN FASIK
Nafsu manusia
merupakan kekuatan dari dalam yang mendorong dan mengetahui kefasikan dan cara
menjauhinya. Dengan kata lain, ia merupakan nafsu yang mengilhamkan kefasikan
dan kejahatan. Allah menceritakan dua sifat nafsu ini dalam al-Qur’an, sebagai
berikut:
“Dan nafsu
serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada nafsu itu kefasikan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan nafsu itu.” (Q.s. asy-Syams: 7-9).
Nafsu
disebutkan dalam ayat tersebut sebagai sumber semua keburukan dan kesalahan
bagi manusia. Karena memiliki sifat seperti itu, nafsu merupakan salah satu di
antara musuh manusia yang sangat berbahaya. Nafsu itu bersifat sombong dan
mementingkan diri sendiri; ia selalu ingin memuaskan kehendaknya dan
kesombongannya. Ia hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri, kepentingannya
sendiri, dan hanya mencari kesenangan. Ia berusaha melakukan apa saja untuk
memperdayakan manusia, karena nafsu selalu tidak mungkin dapat memenuhi keinginannya
melalui cara yang benar. Ucapan Nabi Yusuf menjelaskan keadaan ini dalam
al-Qur’an, sebagai berikut:
“Dan aku
tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. Yusuf: 53).
Bahwa nafsu
seseorang dengan kuat mengilhamkan perbuatan fasik dan jahat merupakan
rahasia penting yang diungkapkan kepada orang-orang beriman, dan takut kepada
Allah. Dengan diungkapkannya rahasia ini, mereka dapat mengetahui bahwa nafsu
tidak pernah berhenti bekerja, sekalipun hanya sedetik. Melalui godaan, ia
selalu berusaha menjerumuskan manusia dari jalan Allah. Berdasarkan rahasia
ini, nafsu tidak akan pernah diam; ia akan selalu membenarkan perbuatannya
dalam keadaan apa saja, ia akan selalu mencintai dirinya sendiri melebihi yang
lain, ia semakin sombong, menginginkan benda apa saja dan menginginkan kenikmatan.
Pendek kata, ia berusaha dengan cara apa saja agar seseorang melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan hal-hal yang diridhai Allah.
Sesungguhnya,
perilaku dan perbuatan orang-orang kafir yang tidak sesuai dengan ajaran
al-Qur’an sepenuhnya dibentuk oleh nafsu mereka. Karena tidak takut kepada
Allah, orang-orang kafir tidak memiliki kehendak untuk mengikuti hati
nurani mereka, tetapi lebih cenderung untuk mengikuti nafsu mereka.
Percekcokan, konflik kepentingan, dan ketidakbahagiaan yang melanda masyarakat
dan agama diabaikan, berakar dari individu-individu yang terjerat oleh nafsu
mereka dan kepentingan diri mereka, sehingga akibatnya, mereka kehilangan
sifat-sifat manusia seperti kasih sayang, saling menghormati, dan
pengorbanan.
Itulah sebabnya
mengapa rahasia yang diungkapkan oleh Allah ini sangat penting. Jika seseorang
mencamkan rahasia ini dalam hatinya, ia dapat mewaspadai nafsu dan melakukan
perbuatan yang benar. Nafsu dapat ditundukkan dengan melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan apa yang diperintahkan. Misalnya, ketika nafsu memerintahkan
untuk bermalas-malas, kita harus bekerja lebih keras. Ketika nafsu memerintahkan
untuk mementingkan diri sendiri, kita harus lebih banyak berkorban. Ketika
nafsu memerintahkan untuk berbuat kikir, kita harus menjadi lebih dermawan.
Di samping
sisi nafsu yang jahat, dari surat asy-Syams kita mengetahui bahwa Allah juga
mengilhamkan kepada nafsu hati nurani yang menjadikan seseorang dapat
mengendalikan nafsunya agar tidak memuaskan keinginannya yang rendah. Yaitu,
di samping nafsu itu mendordong kepada kefasikan, ia juga mendorong kepada
kebajikan. Setiap orang mengetahui akan bisikan ini dan dapat mengenali
perbuatan fasik dan perbuatan baik. Namun, hanya orang-orang yang takut kepada
Allah yang dapat mengikuti hati nurani mereka.
RAHASIA KEMAKMURAN
DAN KEKAYAAN YANG DIBERIKAN KEPADA MANUSIA
Seluruh alam
raya ini adalah milik Allah, dan Dia memberikan apa saja yang Dia kehendaki
kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Allahlah yang memberi rezeki kepada
manusia, Dialah yang menjadikan mereka kaya, dan Dialah yang memberi panen yang
berlimpah kepada mereka. Sebagaimana Allah menyatakan dalam sebuah ayat, Allah
meluaskan rezeki kepada hamba-hamba-Nya menurut kehendak-Nya, dan Dialah juga
yang menyempitkan rezeki tersebut. Dia melakukan ini untuk alasan tertentu dan
karena hikmah tertentu. Baik orang-orang yang rezekinya diluaskan maupun yang
rezekinya disempitkan, pada hakikatnya merupakan ujian dari Allah. Orang-orang
yang tidak menjadi sombong dan boros karena apa yang telah diberikan kepada
mereka, tetapi bersyukur kepada Allah atas segala sesuatu yang dikaruniakan
kepada mereka, orang-orang yang bertawakal kepada Allah dan tetap bersabar
ketika harta mereka disempitkan, mereka adalah hamba-hamba yang diridhai Allah.
Ucapan Nabi Sulaiman yang diketengahkan dalam al-Qur’an menjelaskan bahwa
nikmat dari Allah yang dikaruniakan kepada manusia pada hakikatnya merupakan
bagian dari ujian:
“Seorang yang
mempunyai ilmu dari al-Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singgasana itu
kepadamu sebelum matamu berkedip.’ Maka ketika Sulaiman melihat singgasana
itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku
untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau ingkar. Dan barangsiapa yang bersyukur,
maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang
ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia’.” (Q.s. an-Naml: 40).
Ucapan Nabi
Sulaiman yang menyatakan, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku
apakah aku bersyukur atau ingkar,” menjelaskan salah satu alasan mengapa
orang-orang diberi harta.
Apa yang Allah
nyatakan sebagai “kesenangan dunia” dalam al-Qur’an — termasuk harta benda,
anak-anak, istri, sanak keluarga, kedudukan, kehormatan, kecerdasan, kecantikan
atau ketampanan, kesehatan, perdagangan yang menguntungkan, keberhasilan,
pendek kata segala sesuatu yang diberikan tersebut merupakan ujian bagi
manusia.
Rahasia Kemakmuran yang Diberikan
kepada Orang-orang Kafir
Banyak manusia
di dunia ini, meskipun tidak beriman kepada Allah, mereka menikmati umur yang
panjang, memiliki kekayaan yang tak terhitung banyaknya, memiliki kebun yang
berbuah dan anak-anak yang sehat. Orang-orang seperti ini bukannya mencari
keridhaan Allah, tetapi semua karunia yang dinikmatinya tersebut justru menjauhkan
dirinya dari Allah. Orang-orang seperti ini, yang menjalani kehidupannya yang
panjang dengan mendurhakai Allah dan yang melakukan dosa semakin banyak hari
demi hari, menganggap bahwa apa yang mereka miliki itu merupakan kebaikan bagi
mereka. Namun, al-Qur’an mengingatkan kita tentang rahasia lain dan tujuan
Allah di balik nikmat dan waktu yang diberikan kepada mereka:
“Dan
janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah
menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan
agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.” (Q.s. at-Taubah: 85).
“Dan
janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa Kami menangguhkan
mereka itu lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami menangguhkan mereka
hanyalah supaya bertambah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang menghinakan.”
(Q.s. Ali Imran: 178).
“Maka
biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. Apakah mereka mengira
bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu Kami bersegera
memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak
sadar.” (Q.s. al-Mu’minun: 54-6).
Sebagaimana
dijelaskan dalam ayat tersebut, apa yang dimiliki orang-orang tersebut
sesungguhnya bukanlah merupakan kebaikan bagi mereka. Waktu yang diberikan
kepada mereka hanyalah untuk menambah dosa mereka. Ketika waktu yang diberikan
kepada mereka sudah habis; kekayaan mereka, anak-anak mereka, atau kedudukan
mereka, tidak dapat menyelamatkan mereka dari siksa yang pedih. Sesungguhnya,
Allah telah menceritakan keadaan umat-umat terdahulu yang hidup dengan
kekayaannya dan harta yang melimpah, namun mereka ditimpa azab yang pedih:
“Berapa
banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka , sedang mereka lebih
bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.” (Q.s. Maryam: 74).
Ayat berikut
ini menjelaskan alasan mengapa orang-orang tersebut diberi perpanjangan
waktu:
“Katakanlah,
‘Barangsiapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha
Pemurah memperpanjang tempo baginya; sehingga apabila mereka telah melihat
apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun Kiamat, maka mereka akan mengetahui
siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya?” (Q.s. Maryam: 75).
Allah adalah
Mahaadil dan Maha Penyayang. Dia menciptakan segala sesuatu dengan
kebijaksanaan dan kebaikan, dan setiap orang akan dibalas sepenuhnya atas apa
yang mereka kerjakan. Menyadari hal ini, orang-orang yang beriman melihat
berbagai peristiwa dengan maksud untuk melihat kebijaksanaan dan kebaikan yang
diciptakan Allah dalam setiap peristiwa. Jika tidak, orang-orang akan menjalani
hidupnya dengan tertipu dan jauh dari kenyataan.
RAHASIA MENGAPA
ALLAH TIDAK SEGERA MENYIKSA ORANG-ORANG KAFIR
Salah satu
rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah bahwa manusia tidak segera
dibalas atas perbuatan buruk yang mereka lakukan, tetapi siksa tersebut ditangguhkan
hingga waktu tertentu. Hal ini dikemukakan dalam ayat-ayat sebagai berikut:
“Dan kalau
sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan
meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi
Allah menangguhkan mereka, sampai waktu tertentu; maka apabila datang ajal
mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Q.s. Fathir: 45).
“Dan
Tuhanmulah Yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab
mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka.
Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu yang mereka sekali-kali tidak akan
menemukan tempat berlindung daripadanya.” (Q.s. al-Kahfi: 58).
Bahwa banyak
orang yang tidak segera dibalas atas perbuatan buruk mereka menyebabkan mereka
beranggapan bahwa mereka tidak akan pernah diminta tanggung jawab atas
perbuatan jahat mereka. Anggapan ini menyebabkan mereka tidak mau bertobat,
merasa menyesal, dan memperbaiki kesalahan mereka. Di samping itu, hal tersebut
semakin menambah keangkuhan mereka. Karena terjauh dari hikmah, mereka tidak
dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan itu akan menyebabkan datangnya
azab, bahkan azab tersebut semakin berat di akhirat kelak. Dalam al-Qur’an,
Allah menyatakan sebagai berikut:
“Dan
janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami
kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh
kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka
azab yang menghinakan.” (Q.s. Ali
Imran: 178).
Inilah
penangguhan yang diberikan Allah untuk menguji manusia. Namun, tentu saja ada
waktu yang telah ditetapkan Allah sehingga setiap orang akan dibalas atas apa
yang mereka perbuat. Ketika waktu yang ditetapkan ini tiba, maka waktu
tersebut tidak dapat ditunda atau dipercepat, meskipun hanya sesaat. Allah
memberi tahu kita bahwa setiap orang pasti akan memperoleh balasan:
“Dan
sekiranya tidak ada suatu ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak
ada ajal yang telah ditentukan, pasti (azab itu) menimpa mereka.” (Q.s. Thaha: 129).
“Dan Aku
tangguhkan mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.” (Q.s. al-A‘raf: 183).
KESIMPULAN
Setiap orang
yang membaca al-Qur’an kemudian dicamkan dalam hati dan jiwanya, yang
memikirkan tentang kehidupan, berbagai peristiwa, dan orang-orang di
sekitarnya dengan sikap seorang yang beriman, dan yang menganggap Allah sebagai
satu-satunya penolong dapat melihat rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam
al-Qur’an. Tidak ada satu peristiwa pun, yang penting dan yang remeh, terjadi
begitu saja; tak ada sesuatu pun yang terjadi secara kebetulan. Di balik sebuah
rahasia terdapat tujuan yang baik, dan hikmah yang diciptakan oleh Allah. Jika manusia
berbuat dengan ikhlas dan selalu berpaling kepada Allah, maka mereka dapat
mengetahui rahasia-rahasia ini dan hikmah di balik rahasia-rahasia tersebut.
Orang yang
dapat memahami rahasia-rahasia al-Qur’an dan memperhatikan rahasia-rahasia
dalam kehidupan ini semakin dekat kepada Allah dan hubungan dengan-Nya akan
semakin kokoh. Orang-orang seperti ini semakin mengenal Rabbnya, Pencipta
langit dan bumi dan akan semakin memahami kekuasaan-Nya, hikmah-Nya, dan
ilmu-Nya. Mereka menyadari bahwa tidak ada penolong atau pelindung selain
Allah. Mereka merasa bergembira ketika melihat dan memahami hikmah dan rahasia
yang diciptakan Allah setiap saat. Allah menyingkapkan lebih banyak
rahasia-rahasia ciptaan-Nya kepada orang-orang seperti itu. Sekalipun kehidupan
orang seperti itu tampaknya biasa-biasa saja bagi orang lain, namun
sesungguhnya Allah menciptakan sesuatu yang luar biasa kepada orang tersebut
setiap saat. Allah akan menunjukkan hal ini kepada setiap orang yang dengan
ikhlas ingin memahami hikmah dan rahasia dalam ciptaan-Nya.
Allah
menyatakan dalam al-Qur’an:
“Sesungguhnya (dalam al-Qur’an)
terdapat peringatan yang jelas bagi orang-orang yang menyembah.” (Q.s.
al-Anbiya’: 106).
KEPALSUAN TEORI EVOLUSI
Setiap bagian
di alam semesta ini menunjukkan adanya penciptaan yang luar biasa. Sebaliknya,
faham materialisme, yang berusaha menolak fakta tentang penciptaan alam
semesta, tidak lain hanyalah merupakan faham palsu yang tidak ilmiah.
Jika faham
materialisme telah tumbang, maka semua faham lainnya yang berdasarkan pada
filsafat ini juga tidak memiliki landasan. Hampir semua penganut faham ini
adalah penganut Darwinisme, yakni teori evolusi. Teori ini, yang berpendirian
bahwa kehidupan berasal dari benda mati, yang terjadi secara kebetulan, telah
ditumbangkan oleh kenyataan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Ahli
astrofisika Amerika, Hugh Ross, menyatakan sebagai berikut:
Atheisme,
Darwinisme, dan pada dasarnya semua “isme” yang muncul dari filsafat abad
kedelapan belas hingga abad kedua puluh, yang dibangun berdasarkan asumsi,
yakni asumsi yang tidak benar, bahwa alam semesta ini tak terbatas. Keajaiban
alam semesta telah membawa kita berhadapan dengan sebab atau penyebab utama di
balik/ di belakang/ di hadapan alam semesta dan semua isinya, termasuk
kehidupan itu sendiri.1
Allah-lah yang
menciptakan alam semesta dan Yang merancangnya hingga ke bagian-bagiannya yang
terkecil. Dengan demikian teori evolusi yang menyatakan bahwa makhluk hidup
itu tidak diciptakan oleh Allah, tetapi terjadi secara kebetulan, adalah teori
yang sama sekali tidak benar.
Tidak heran
jika kita memperhatikan teori evolusi, maka kita akan melihat bahwa teori ini
dikecam oleh penemuan ilmiah. Rancangan kehidupan ini sangatlah kompleks dan
menakjubkan. Di dunia makhluk tak bernyawa misalnya, kita dapat melihat betapa
luar biasanya keseimbangan pada atom-atom. Belum lagi pada dunia makhluk
bernyawa, kita dapat melihat betapa kompleksnya rancangan dari kumpulan atom,
dan betapa luar biasanya cara kerja dan struktur seperti protein, enzim, dan
sel, yang diciptakan di dalamnya.
Rancangan yang
luar biasa dalam kehidupan ini menumbangkan Darwinisme pada akhir abad kedua
puluh.
Kita telah
membicarakan dengan sangat detail masalah ini dalam beberapa kajian kami
lainnya, dan kami akan terus melakukannya. Namun mengingat pentingnya persoalan
ini, tentunya akan bermanfaat jika pada kesempatan ini diketengahkan
ringkasannya.
Ilmu Pengetahuan Menumbangkan Darwinisme
Meskipun
doktrin ini berasal dari zaman Yunani kuno, teori evolusi dikembangkan secara
luas pada abad ke-19. Perkembangan terpenting yang menjadikan teori ini menjadi
topik terbesar dalam dunia sains adalah buku karya Charles Darwin yang berjudul
The Origin of Species, yang diterbitkan pada tahun 1859. Dalam buku ini,
Darwin menolak bahwa berbagai spesies yang hidup di bumi, masing-masing
diciptakan oleh Tuhan. Menurut Darwin, semua makhluk hidup memiliki nenek
moyang yang sama dan makhluk-makhluk tersebut kemudian menjadi beraneka ragam
dengan berjalannya waktu melalui perubahan-perubahan kecil.
Teori Darwin
tidak berdasarkan pada pembuktian ilmiah yang kongkret; sebagaimana yang
diakuinya sendiri, tetapi hanya berupa “asumsi”. Tambahan pula, sebagaimana
pengakuan Darwin dalam bab panjang dari bukunya yang berudul Difficulties of
the Theory, teori tersebut tidak mampu menghadapi berbagai pertanyaan
penting.
Darwin
menumpukan semua harapannya pada penemuan-penemuan ilmiah baru, yang ia harapkan
dapat memberikan pemecahan atas Difficulties of the Theory. Namun, berlawanan
dengan harapannya, pembuktian ilmiah justru semakin memperluas dimensi dari
kesulitan-kesulitan ini.
Kekalahan
Darwinisme atas ilmu pengetahuan dapat disimpulkan menjadi tiga topik dasar:
1) Teori tersebut sama sekali tidak menjelaskan
tentang bagaimana asal mula kehidupan di bumi.
2) Tidak ada pembuktian ilmiah yang menunjukkan bahwa
“mekanisme evolusioner” yang diajukan dalam teori tersebut memiliki kekuatan
untuk berkembang.
3) Apa yang dikemukakan dalam teori evolusi tersebut
sama sekali bertolak belakang dengan Catatan fosil.
Dalam bagian
ini, kita akan mengkaji tiga poin dasar tersebut secara garis besar:
Langkah Pertama yang Tidak Dapat Diatasi:
Asal-usul Kehidupan
Teori evolusi
berpendirian bahwa semua spesies hidup berasal dari satu sel hidup tunggal yang
muncul di bumi 3.8 milyar tahun yang lalu. Bagaimanakah sebuah sel tunggal
dapat menghasilkan jutaan spesies hidup yang kompleks, dan jika evolusi semacam
itu benar-benar terjadi, mengapa jejak-jejaknya tidak dapat dilihat pada
catatan fosil, itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab
oleh teori evolusi. Namun, yang pertama dan utama, dari langkah pertama yang
dinyatakan oleh proses evolusioner tersebut muncul pertanyaan: Bagaimanakah
asal mula terjadinya “sel pertama” tersebut?
Karena teori
evolusi menolak penciptaan dan tidak menerima campur tangan supernatural dalam
bentuk apa pun, maka ia berpendirian bahwa “sel pertama” muncul secara
kebetulan berdasarkan hukum alam, tanpa ada rancangan atau perencanaan. Menurut
teori ini, materi tak bernyawa menghasilkan sel bernyawa sebagai akibat dari
munculnya sel pertama secara kebetulan tersebut. Namun, pernyataan ini bahkan
tidak sesuai dengan hukum biologi yang paling tidak terbantahkan.
Kehidupan Berasal dari Kehidupan
Dalam bukunya,
Darwin tidak pernah menyebut asal-usul kehidupan. Pemahaman kuno tentang ilmu
pengetahuan pada zamannya berangkat dari asumsi bahwa makhluk hidup memiliki
struktur yang sangat sederhana. Semenjak zaman pertengahan, generasi spontan,
yakni teori yang menyatakan bahwa materi tak bernyawa muncul untuk membentuk
organisme hidup diterima secara luas. Pada umumnya diyakini bahwa serangga
terjadi dari sisa-sisa makanan, dan tikus berasal dari gandum. Berbagai
eksperimen yang menarik dilakukan untuk membuktikan teori ini. Beberapa gandum
diletakkan pada sebidang kain kotor, kemudian diyakini bahwa setelah beberapa
saat tikus akan muncul darinya.
Demikian pula,
ulat yang muncul dalam daging dianggap sebagai bukti dari teori tentang
generasi spontan. Namun, tidak lama kemudian diketahuilah bahwa ulat tidak
muncul dari daging secara spontan, tetapi dibawa oleh lalat dalam bentuk larva,
yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Bahkan pada
periode ketika Darwin menulis The Origin of Species, keyakinan bahwa
bakteri dapat terwujud dari materi tak bernyawa diterima secara luas dalam
dunia ilmu pengetahuan.
Namun, lima
tahun setelah buku Darwin diterbitkan, penemuan Louis Pasteur mematahkan
keyakinan ini, yang merupakan landasan evolusi. Setelah melakukan penelitian
dan eksperimen yang melelahkan, Pasteur menyimpulkan secara ringkas, “Pernyataan
bahwa materi tak bernyawa dapat memunculkan kehidupan telah dikubur dalam
sejarah untuk selamanya.”2
Para pendukung
teori evolusi menolak penemuan Pasteur dalam waktu yang lama. Namun, ketika
perkembangan ilmu pengetahuan berhasil menjelaskan tentang struktur sel dari
makhluk hidup yang kompleks, gagasan bahwa kehidupan dapat muncul secara
kebetulan bahkan semakin menghadapi kebuntuan yang lebih besar.
Usaha-usaha yang Tidak Pernah Menghasilkan
Kesimpulan pada Abad Ke-20
Ahli evolusi
pertama yang menggeluti masalah asal-usul kehidupan pada abad ke-20 adalah ahli
biologi Rusia terkenal, Alexander Oparin. Dengan berbagai tesisnya yang ia
ajukan pada tahun 1930-an, ia berusaha membuktikan bahwa sel dari sebuah makhluk
hidup dapat terjadi secara kebetulan. Namun, penelitian ini ternyata mengalami
kegagalan, dan Oparin harus membuat pengakuan sebagai berikut:
Sayang,
asal-usul sel tetap menjadi tanda tanya, yang sesungguhnya merupakan titik
paling gelap dari seluruh teori evolusi.3
Para penganut
teori evolusi Oparin berusaha untuk meneruskan eksperimen untuk memecahkan
masalah asal-usul kehidupan. Yang paling terkenal di antara eksperimen-eksperimen
ini dilakukan oleh ahli kimia Amerika, Stanley Miller pada tahun 1953. Dalam
permulaan eksperimennya, ia menyatakan bahwa gabungan gas telah ada pada
atmosfer bumi pada zaman kuno, dan dengan menambahkan energi pada campurannya,
Miller mensitesakan beberapa molekul organik (asam amino) yang ada dalam
struktur protein.
Beberapa tahun
berlalu, eksperimen tersebut tidak berhasil mengungkapkan apa pun, yang pada
saat itu dilakukan sebagai langkah penting atas nama evolusi, terbukti tidak
valid, sedangkan atmosfer yang digunakan dalam eksperimen tersebut sangat
berbeda dengan kondisi bumi yang sesungguhnya.4
Setelah diam
dalam jangka waktu yang lama, Miller mengakui bahwa medium atmosfer yang ia
gunakan tidaklah realistik.5
Semua usaha
ahli evolusi yang dilakukan pada abad ke-20 untuk menjelaskan asal-usul
kehidupan berakhir dengan kegagalan. Ahli geokimia Jeffrey Bada dari San Diego
Scripps Institute, mengakui kenyataan ini dalam sebuah artikel yang
dipublikasikan dalam majalah Earth pada tahun 1998:
Dewasa
ini, ketika kita meninggalkan abad kedua puluh, kita masih menghadapi persoalan
sangat besar yang belum terpecahkan yang harus kita hadapi ketika kita memasuki
abad kedua puluh: Bagaimanakah asal-usul kehidupan di Bumi ini?6
Struktur Kehidupan yang Kompleks
Alasan utama
mengapa teori evolusi berakhir dalam kebuntuan besar tentang asal-usul
kehidupan adalah bahwa organisme hidup yang dianggap sangat sederhana ternyata
memiliki struktur yang sangat kompleks. Sel dari makhluk hidup lebih kompleks
dibandingkan dengan semua produk teknologi yang dihasilkan oleh manusia.
Dewasa ini, bahkan dalam laboratorium yang paling maju di seluruh dunia
sekalipun, sebuah sel hidup tidak dapat dihasilkan dari materi inorganik.
Persyaratan
yang diperlukan bagi terbentuknya sebuah sel terlalu besar kuantitasnya untuk
diabaikan dengan berpegang pada landasan bahwa terbentuknya sel tersebut
terjadi secara kebetulan. Probabilitas tentang protein, perkembangan blok dalam
sel, disentesakan secara kebetulan adalah 1 dalam 10950 untuk rata-rata protein yang terdiri dari
500 asam amino. Dalam matematika, suatu probabilitas yang lebih kecil dari 1
dibanding 1050 dengan
sendirinya dianggap tidak mungkin.
Molekul DNA
yang terletak di inti sel dan yang menyimpan informasi genetik merupakan bank
data yang luar biasa. Jika informasi yang ada dalam DNA ditulis, maka ia akan
merupakan perpustakaan raksasa yang terdiri dari 900 jilid ensiklopedi yang
masing-masing terdiri dari 500 halaman.
Dalam masalah
ini muncul dilema yang sangat menarik: DNA hanya dapat direplikasi dengan
bantuan protein-protein khusus (enzim). Namun, sintesa dari enzim-enzim ini
hanya dapat diwujudkan melalui informasi yang tercatat dalam DNA. Karena
keduanya saling tergantung, mereka harus ada pada waktu yang bersamaan untuk
replikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan yang menyatakan bahwa kehidupan
itu berasal dari dirinya sendiri mengalami kebuntuan. Prof. Leslie Orgel,
seorang ahli evolusi ternama dari Universitas San Diego, Kalifornia, mengakui
fakta ini di majalah Scientific American yang diterbitkan pada September
1994:
Sangat
mustahil bahwa protein dan asam, yang keduanya sama-sama memiliki struktur yang
kompleks, muncul dengan sendirinya pada waktu dan tempat yang sama. Namun juga
mustahil jika yang satu ada tanpa adanya yang lain. Demikian pula, secara
sekilas orang dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya kehidupan tidak mungkin
berasal dari sarana kimiawi.7
Mekanisme Evolusi Imajiner
Persoalan
penting kedua yang menafikan teori Darwin adalah bahwa kedua konsep yang
dikemukakan oleh teori tersebut sebagai “mekanisme evolusioner” pada dasarnya
tidak memiliki kekuatan evolusioner.
Darwin
mendasarkan pernyataan evolusinya sepenuhnya pada mekanisme “seleksi alam”.
Pernyataan yang ia tekankan tentang mekanisme ini dapat dilihat dalam bukunya: The
Origin of Species, By Means of Natural Selection…
Seleksi alam
berpendirian bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih kuat dan lebih cocok bagi kondisi
alam pada habitat mereka akan dapat bertahan dalam bergulat untuk
mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh, pada kawanan rusa yang menghadapi
ancaman serangan binatang buas, maka rusa-rusa yang berlarinya lebih cepat
dapat mempertahankan kehidupannya. Dengan demikian, kawanan rusa itu terdiri
dari individu-individu yang lebih cepat dan lebih kuat. Namun tak dapat
disangkal bahwa mekanisme ini tidak menyebabkan rusa tersebut muncul dan
berubah menjadi spesies hidup yang lain, misalnya menjadi kuda.
Dengan
demikian, mekanisme seleksi alam tidak memiliki kekuatan evolusioner. Darwin
juga menyadari fakta ini sehingga ia harus menyatakan dalam bukunya The
Origin of Species:
Seleksi
alam tidak dapat berbuat apa pun hingga terjadi peluang variasi yang sesuai.8
Pengaruh Lamarck
Lalu,
bagaimanakah “variasi yang sesuai” ini terjadi? Darwin berusaha untuk menjawab
pertanyaan ini dari sudut pandang pemahaman ilmu pengetahuan kuno pada zamannya.
Menurut ahli biologi Prancis, Lamarck, yang hidup sebelum Darwin, makhluk hidup
memiliki karakter yang dibutuhkan selama jangka hidupnya hingga generasi
selanjutnya, dan karakter ini berakumulasi dari satu generasi ke generasi
seterusnya sehingga menyebabkan terbentuknya spesies baru. Misalnya, menurut
Lamarck, jerapah terjadi dari kijang, karena kijang-kijang itu berjuang untuk
makan daun dari pohon yang tinggi, sehingga lehernya memanjang dari generasi ke
generasi.
Darwin juga
memberikan contoh serupa dalam bukunya, The Origin of Species, misalnya,
ia berkata bahwa sebagian beruang ada yang menyelam ke air untuk mencari makanan
sehingga berubah menjadi ikan paus setelah beberapa lama.9
Namun, hukum
genetika yang ditemukan oleh Mendel dan dibuktikan oleh ilmu genetika yang
berkembang pada abad ke-20, menolak mentah-mentah anggapan yang mengatakan
bahwa karakter itu diteruskan kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian,
seleksi alam bertentangan dengan kenyataan seperti halnya mekanisme
evolusioner.
Neo-Darwinisme dan Mutasi
Agar dapat menemukan
pemecahan, para pengikut Darwin mengajukan “Teori Sintesa Modern” atau lebih
dikenal sebagai Neo-Darwinisme, pada akhir tahun 1930an. Neo-Darwinisme
menambahkan mutasi, yakni penyimpangan yang dimunculkan oleh gen-gen makhluk
hidup karena adanya faktor-faktor eksternal seperti radiasi atau kesalahan
replikasi, sebagai “penyebab variasi yang sesuai” di samping mutasi alam.
Dewasa ini,
model yang mewakili evolusi di dunia adalah Neo-Darwinisme. Teori tersebut
berpendirian bahwa berjuta-juta makhluk hidup yang ada di bumi ini terjadi
sebagai akibat dari suatu proses di mana berbagai organ-organ kompleks dari
beberapa organisme seperti telinga, mata, paru-paru, sayap, mengalami
“mutasi”, yakni penyimpangan genetis. Namun terdapat fakta ilmiah yang sama
sekali bertentangan dengan teori ini: Mutasi tidak menyebabkan makhluk hidup
berkembang, sebaliknya mutasi menyebabkan kerusakan.
Adapun
alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat kompleks, dan
efek kebetulan hanya dapat menyebabkan kerusakan baginya. Ahli genetika
Amerika, B.G. Ranganathan, menjelaskan hal ini sebagai berikut:
Mutasi
itu kemungkinannya sangat kecil, kebetulan, dan merusak. Mutasi hampir-hampir
tidak terjadi dan kemungkinan besar tidak membawa pengaruh. Empat karakteristik
mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak menyebabkan terjadinya pekembangan
evolusioner. Perubahan yang terjadi secara kebetulan pada organisme yang sangat
khusus tidak ada pengaruhnya dan tidak merusak. Perubahan yang terjadi secara
kebetulan pada sebuah arloji tidak dapat memperbaiki arloji tersebut. Bahkan
dapat merusak atau paling-paling tidak berpengaruh. Sebuah gempa bumi tidak
mungkin memperbaiki kota, tetapi ia menyebabkan kerusakan10
Dengan
demikian tidak ada contoh mutasi yang bermanfaat, yakni yang dapat mengembangkan
aturan genetika yang pernah dilihat buktinya hingga saat ini. Semua mutasi terbukti
bersifat merusak. Maka perlu dipahami bahwa mutasi yang dinyatakan sebagai
“mekanisme evolusioner” sesungguhnya merupakan peristiwa genetik yang
merusak makhluk hidup dan menimbulkan gangguan. (Pengaruh mutasi yang sangat
umum pada manusia adalah kanker). Tidak diragukan lagi bahwa suatu mekanisme
destruktif tidak dapat menjadi “mekanisme evolusioner”. Dalam pada itu, seleksi
alam “tidak dapat melakukan apa pun bagi dirinya sendiri,” sebagaimana juga
diakui oleh Darwin. Fakta ini menunjukkan pada kita bahwa tidak ada “mekanisme
evolusioner” di alam. Karena mekanisme evolusioner itu tidak ada, maka juga
tidak terjadi proses imajiner yang disebut sebagai evolusi itu.
Catatan Fosil: Tidak Ada Bukti-bukti
tentang Bentuk-bentuk Antara
Bukti yang
sangat jelas bahwa pernyataan sebagaimana yang disebutkan dalam teori evolusi
itu tidak pernah terjadi adalah berdasarkan catatan fosil.
Menurut teori
evolusi, setiap spesies hidup muncul dari yang mendahuluinya. Suatu spesies
yang dahulu pernah ada, lambat laun berubah kepada bentuk lainnya dan semua
spesies muncul dengan cara seperti ini. Menurut teori ini, transformasi ini
berjalan dengan pelan-pelan selama jutaan tahun.
Seandainya hal
ini benar, maka banyak sekali spesies antara yang ada dan hidup dalam periode
transformasi yang panjang.
Misalnya,
binatang-binatang yang separuh berbentuk ikan dan separuhnya lagi berbentuk
reptil tentu pernah hidup pada masa lampau sehingga memiliki karakter reptil di
samping juga memiliki karakter ikan. Atau pernah ada burung-reptil, yang
memiliki karakter burung di samping karakter reptil. Karena semua ini berada
dalam fase transisi, makhluk-makhluk hidup tersebut tentu akan lumpuh, cacat,
atau pincang. Para ahli evolusi menyebut makhluk-makhluk imajiner ini, yang
mereka yakini pernah hidup pada masa lampau, sebagai “bentuk-bentuk transisi”.
Jika binatang
seperti itu benar-benar ada, tentunya terdapat jutaan, bahkan milyaran
jumlahnya dan variasinya. Dan yang lebih penting, sisa-sisa dari
makhluk-makhluk aneh seperti itu tentu ada dalam jejak fosil. Dalam The
Origin of Species, Darwin menjelaskan:
Jika
teori saya benar, maka tentu terdapat sangat banyak varietas perantara yang
saling menghubungkan antara spesies-spesies dari kelompok yang sama. …Dengan
demikian, bukti tentang keberadaannya pada masa lalu hanya dapat ditemukan di
antara peninggalan-peninggalan fosil.11
Harapan Darwin yang Kandas
Bagaimanapun,
sekalipun ahli-ahli evolusi telah bekerja keras untuk menemukan fosil sejak
pertengahan abad ke-19 di seluruh dunia, tidak ada bentuk-bentuk transisi yang
mereka temukan. Semua fosil yang digali menunjukkan, berlawanan dengan harapan
ahli-ahli evolusi, kehidupan muncul di muka bumi secara tiba-tiba dan telah
berbentuk sempurna.
Seorang ahli
paleontologi ternama dari Inggris, Derek V. Ager, mengakui fakta ini, sekalipun
ia seorang penganut evolusi:
Persoalan
pun menjadi jelas ketika saya meneliti bukti-bukti fosil secara detail, entah
itu pada tingkatan ordo atau spesies, berulang kali kami menemukan bahwa
bukannya evolusi yang terjadi secara lambat laun, tetapi yang terjadi adalah
satu kelompok muncul secara tiba-tiba, demikian pula kelompok lainnya.12
Ini artinya
bahwa bukti fosil menunjukkan bahwa semua spesies hidup tiba-tiba muncul dalam
bentuk yang telah sempurna, tanpa melalui bentuk perantara. Hal ini berlawanan
dengan asumsi Darwin. Demikian pula, terdapat bukti yang sangat kuat bahwa
makhluk hidup itu ada karena diciptakan. Satu-satunya penjelasan yang dapat
diberikan adalah bahwa spesies hidup itu muncul dengan tiba-tiba dan telah
sempurna setiap detail tanpa melalui nenek moyang yang berevolusi, dengan demikian
spesies tersebut adalah diciptakan. Fakta ini juga diakui oleh sebagian besar
ahli biologi evolusi, Douglas Futuyma:
Penciptaan
dan evolusi, di antara keduanya memerlukan penjelasan tentang asal-usulnya dari
benda-benda hidup. Organisme muncul di bumi dalam keadaan telah berkembang
secara sempurna atau tidak berkembang. Jika organisme tidak berkembang,
organisme itu pasti telah berkembang dari spesies yang pernah ada melalui
proses-proses modifikasi. Jika organisme itu muncul dalam keadaan yang telah
berkembang secara sempurna, organisme tersebut tentu telah diciptakan oleh
sesuatu yang luar biasa cerdasnya.13
Berbagai fosil
menunjukkan bahwa makhluk hidup muncul dalam keadaan yang sempurna di bumi.
Ini artinya bahwa “asal-usus spesies”, bertentangan dengan asumsi Darwin,
bukan merupakan evolusi tetapi merupakan penciptaan.
Dongeng tentang Evolusi Manusia
Persoalan yang
seringkali dikemukakan oleh para pendukung teori evolusi adalah persoalan
tentang asal-usul manusia. Para pengikut Darwin menyatakan pendiriannya bahwa
manusia modern dewasa ini merupakan hasil evolusi dari makhluk yang menyerupai
kera. Menurut mereka, selama proses evolusi ini, yang diperkirakan telah
dimulai 4-5 juta tahun yang lalu, konon terdapat beberapa “bentuk transisi”
antara manusia modern dengan nenek moyang mereka. Dalam pernyataan yang
sepenuhnya bersifat khayalan ini, disebutkan tentang empat “kategori” dasar:
1. Australopithecus
2. Homo habilis
3. Homo erectus
4. Homo sapiens
Para ahli
evolusi menyebut apa yang dinamakan sebagai nenek moyang manusia pertama yang
menyerupai monyet sebagai “Australopithecus” yang artinya “Monyet Afrika
Selatan”. Makhluk hidup ini sesungguhnya tidak lain adalah spesies monyet kuno
yang telah punah. Riset yang mendalam yang dilakukan pada berbagai sampel
Australopithecus oleh dua orang ahli anatomi ternama dunia dari Inggris dan
Amerika Serikat, yakni Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, telah
menunjukkan bahwa Australopithecus tersebut merupakan spesies monyet biasa
yang telah punah dan terbukti tidak memiliki kemiripan dengan manusia.14
Para ahli
evolusi mengklasifikasikan tahap selanjutnya dari evolusi manusia sebagai
“homo”, yakni “manusia”. Menurut pernyataan ahli evolusi, makhluk hidup pada
sejumlah Homo lebih berkembang dibandingkan Australopithecus. Para ahli
evolusi telah mengembangkan skema evolusi khayalan dengan menyusun berbagai
fosil dari makhluk-makhluk ini dalam urutan tertentu. Skema ini bersifat
khayalan karena tidak pernah terbukti bahwa terdapat hubungan evolusioner
antara beberapa kelas ini. Ernst Mayr, salah seorang pembela teori evolusi yang
terkemuka pada abad ke-20 mengakui fakta ini dengan mengatakan bahwa “mata
rantai yang sampai kepada Homo sapiens sesungguhnya terputus”.15
Dengan membuat
pembagian mata rantai seperti “Australopithecus — Homo habilis — Homo erectus —
Homo sapiens”, para ahli evolusi memaksudkan bahwa masing-masing spesies ini
merupakan nenek moyang bagi yang lain. Namun, penemuan terkini dari ahli
paleoantrhropologi telah mengungkapkan bahwa Australopithecus, Homo habilis dan
Homo erectus hidup di bagian yang berlainan di dunia pada saat yang sama.16
Di samping
itu, segmen manusia tertentu yang diklasifikasikan sebagai Homo erectus telah
hidup hingga zaman modern. Homo sapiens neandarthalensis dan Homo sapiens
sapiens (manusia modern) hidup bersama-sama di kawasan yang sama.17
Situasi ini
seolah-olah menunjukkan keabsahan klaim tersebut yang menyatakan bahwa mereka
adalah nenek moyang bagi lainnya. Seorang ahli paleontologi dari Universitas
Harvard, Stephen Jay Gould, menjelaskan kebuntuan teori evolusi meskipun ia
sendiri seorang penganut evolusi:
Apa
yang menjadi tangga bagi kita jika ada tiga garis silsilah hominid (A.
africanus, australopithecines yang tegap, dan H. habilis), tak satu pun yang
jelas-jelas berasal dari yang lain. Lagi pula, tak satu pun dari ketiganya yang
menunjukkan kecenderungan berevolusi selama mereka mendiami bumi.18
Pendek kata,
pandangan tentang evolusi manusia, yang berusaha mencari dukungan dengan
bantuan berbagai gambaran makhluk “separuh manusia, separuh kera” yang muncul
di media dan buku pelajaran, dan dengan bantuan propaganda, terus terang saja
hanyalah dongeng yang tidak memiliki landasan ilmiah.
Lord Solly
Zuckerman, salah seorang ilmuwan yang terkenal dan dihormati di Inggris, yang
melakukan riset tentang persoalan ini selama beberapa tahun, dan secara khusus
meneliti fosil-fosil Australopithecus selama 15 tahun, pada akhirnya
berkesimpulan bahwa meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi, namun
sesungguhnya tidak ada tiga cabang famili seperti itu antara makhluk yang menyerupai
kera dengan manusia.
Zuckerman juga
membuat sebuah “spektrum ilmu pengetahuan” yang menarik. Ia membentuk sebuah
spektrum ilmu pengetahuan dari pernyataan yang dianggap ilmiah hingga
pernyataan yang dianggap tidak ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling
“ilmiah”, yakni yang tergantung pada medan data kongkret dalam ilmu pengetahuan
adalah kimia dan fisika. Setelah keduanya, muncullah ilmu biologi, kemudian
ilmu sosial. Pada akhir dari spektrum tersebut, sebagai bagian yang dianggap
paling “tidak ilmiah” adalah konsep “persepsi di luar panca indera” seperti
telepati dan indera keenam, dan akhirnya “evolusi manusia”. Zuckerman
menjelaskan alasannya:
Kemudian
kami segera beralih untuk mencatat kebenaran objektif dalam bidang-bidang yang
dianggap sebagai ilmu biologi, seperti persepsi di luar panca indera atau
interpretasi tentang sejarah fosil manusia, di mana bagi orang-orang yang
mempercayainya (penganut evolusi) apa saja mungkin — dan bagi orang yang sangat
mempercayainya (dalam evolusi) kadang-kadang dapat mempercayai beberapa hal
yang bertentangan pada waktu yang bersamaan.19
Dongeng
tentang evolusi manusia semakin tidak berarti, tetapi interpretasi tentang
fosil-fosil yang digali oleh orang-orang tertentu tetap dipercayai oleh
orang-orang yang menganut teori ini dengan membabi buta.
Teknologi Mata dan Telinga
Persoalan
lainnya yang tetap tak terjawab oleh teori evolusi adalah kemampuan panca
indera yang luar biasa pada mata dan telinga.
Sebelum
melanjutkan pembicaraan tentang mata, marilah kita jawab secara sepintas
tentang pertanyaan “bagaimanakah kita melihat”. Cahaya yang masuk dari sebuah
benda jatuh secara berlawanan pada retina mata. Di sini, cahaya ditransmisikan
menjadi sinyal-sinyal elektris oleh sel, dan cahaya tersebut sampai ke titik
kecil di belakang otak yang disebut sebagai pusat penglihatan. Sinyal-sinyal
elektris ini di pusat otak terlihat sebagai bayangan setelah melewati
serangkaian proses. Dengan latar belakang teknis ini, marilah kita berpikir
sejenak.
Otak
terlindung dari cahaya. Ini artinya bahwa di bagian dalam otak sama sekali
gelap, dan cahaya tidak sampai ke lokasi otak. Tempat yang disebut sebagai
pusat penglihatan benar-benar gelap, dan cahaya tidak pernah mencapainya.
Bahkan mungkin merupakan tempat yang paling gelap yang pernah anda ketahui.
Namun, anda melihat dunia yang cemerlang dan terang benderang dari tempat yang
sangat gelap.
Gambar yang
terbentuk di mata sangat tajam dan sangat jelas, bahkan teknologi abad ke-20
tidak mampu menyamainya. Misalnya, perhatikanlah buku yang anda baca, tangan
yang dengannya anda memegang, kemudian angkatlah kepala anda dan lihatlah
sekitar anda. Pernahkah anda melihat bayangan yang sangat tajam dan sangat
jelas seperti ini di tempat lain? Bahkan layar televisi yang paling unggul yang
diproduksi oleh pabrik televisi dunia yang paling canggih sekalipun tidak akan
mampu menyajikan gambar yang sangat tajam kepada anda. Gambar di mata ini berbentuk
tiga dimensi, berwarna, dan sangat tajam. Selama lebih dari seratus tahun,
ribuan insinyur telah berusaha untuk menghasilkan ketajaman ini. Pabrik-pabrik
dan perusahaan-perusahaan raksasa pun didirikan, berbagai riset dilakukan,
berbagai rencana dan desain dilakukan untuk mencapai tujuan ini. Sekali lagi,
lihatlah ke layar TV dan buku yang anda pegang. Anda akan melihat bahwa
terdapat perbedaan besar dalam ketajaman dan kejelasan. Di samping itu, layar
TV menunjukkan gambar dua dimensi, sedangkan dengan mata anda, anda melihat
gambar tiga dimensi yang memiliki ketajaman.
Selama
beberapa tahun, sepuluh dari seribu insinyur telah berusaha untuk membuat TV
tiga dimensi yang dapat menyamai kualitas pandangan seperti mata. Ya, mereka
telah membuat sistem televisi tiga dimensi, tetapi mustahil untuk melihatnya
tanpa mengenakan kaca mata, lagi pula, gambar itu merupakan gambar tiga
dimensi yang artifisial. Latar belakang tampak kabur, latar depan tampak
seperti setting kertas. Sampai kapan pun mustahil untuk menghasilkan pandangan
yang tajam dan jelas seperti pandangan pada mata. Baik kamera maupun televisi
tidak memiliki kualitas gambar yang tajam dan jelas.
Para ahli
evolusi menyatakan bahwa mekanisme yang menghasilkan gambar yang tajam dan
jelas ini terjadi secara kebetulan. Sekarang, jika seseorang mengatakan kepada
anda bahwa televisi yang ada di kamar anda terjadi secara kebetulan, semua
atomnya datang secara kebetulan lalu membentuk peralatan yang dapat
menghasilkan gambar, maka bagaimanakah pendapat anda? Bagaimana mungkin
atom-atom dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh ribuan orang?
Jika suatu
peralatan yang menghasilkan gambar yang lebih primitif daripada mata tidak
dapat terjadi secara kebetulan, maka jelaslah bahwa mata dan gambar yang
terlihat oleh mata tidak dapat terjadi secara kebetulan. Keadaan yang sama juga
berlaku pada telinga. Telinga bagian luar menangkap suara yang ada melalui daun
telinga lalu megarahkan suara itu ke bagian tengah telinga, dan bagian tengah
telinga mengirimkan getaran suara ke otak dengan mengubah suara itu menjadi
sinyal-sinyal elektrik. Sebagaimana mata, proses mendengar berakhir di pusat
pendengaran di otak.
Situasi pada
mata juga berlaku pada telinga. Yakni, otak terlindung dari suara sebagaimana
ia terlindung dari cahaya: ia tidak membiarkan suara apa pun memasukinya.
Dengan demikian, betapapun berisiknya suara di luar, bagian dalam otak
sepenuhnya sunyi senyap. Namun demikian, otak dapat menangkap suara dengan
sangat jelas. Di otak anda, yang terlindung dari suara, anda mendengar simponi
dari sebuah orkestra, dan anda mendengar semua bunyi di keramaian. Namun
demikian, jika tingkat suara di otak anda diukur dengan peralatan yang akurat
pada saat itu, maka akan diketahui bahwa yang terjadi dalam otak adalah
kesunyian.
Sebagaimana
pada kasus alat perekam gambar, selama puluhan tahun telah dilakukan usaha
untuk menghasilkan suara sebagaimana dalam bentuk aslinya. Hasil dari usaha
tersebut adalah perekam suara “high fidelity system”, dan sistem untuk merekam
suara. Meskipun teknologi ini telah digali dan ribuan insinyur dan ahli telah
bekerja keras, tetapi tidak ada suara yang diperoleh, yang memiliki ketajaman
dan kejelasan seperti suara yang ditangkap oleh telinga. Perhatikanlah HI-FI
sistem dengan kualitas sangat tinggi yang dihasilkan oleh perusahaan terbesar
dalam industri musik. Bahkan dalam peralatan ini, ketika suara direkam,
sebagian suara ada yang hilang; atau ketika anda menghidupkan HI-FI, anda
selalu mendengar suara yang mendesis sebelum musik dimulai. Namun, suara-suara
yang merupakan produk dari teknologi tubuh manusia sangat tajam dan jelas.
Telinga manusia tidak pernah menangkap suara yang disertai dengan bunyi mendesis
sebagaimana pada HI-FI; telinga menangkap suara seperti apa adanya, tajam dan
jelas. Keadaan ini berlaku semenjak manusia pertama kali diciptakan.
Sejauh ini,
tidak ada peralatan visual atau perekam suara yang dihasilkan oleh manusia yang
sangat peka dan berhasil menangkap data indera sebagaimana mata dan telinga.
Namun,
sepanjang yang berkaitan dengan penglihatan dan pendengaran, terdapat fakta
yang lebih besar di balik semua itu.
Siapakah yang Memberi Kemampuan
Otak untuk Melihat dan Mendengar?
Siapakah yang
memberi kemampuan pada otak sehingga ia dapat melihat gemerlapnya dunia,
mendengar simponi kicau burung, dan mencium bunga mawar?
Rangsang yang
datang dari mata, telinga, dan hidung manusia diteruskan ke otak sebagai impuls
syaraf elektro-kimia. Dalam buku-buku biologi, fisiologi, dan biokimia, anda
dapat menemukan penjelasan bagaimanakah gambar tersebut terbentuk di otak.
Namun, anda tidak akan pernah menemukan fakta yang paling penting tentang
persoalan ini: Siapakah yang mengatur terjadinya impuls syaraf elektro-kimia
tersebut sebagai gambar, suara, bau, dan penginderaan di otak? Terdapat suatu
kesadaran di otak yang mampu menangkap semuanya tanpa harus memerlukan mata,
telinga, dan hidung. Siapakah yang memberi kemampuan ini? Tidak diragukan lagi
bahwa kemampuan ini tidak dimiliki oleh syaraf, lapisan lemak, dan
syaraf-syaraf yang terdapat di otak. Itulah sebabnya pengikut Darwin dan kaum
materialis tidak mempercayai bahwa segala sesuatu terdiri dari materi, tidak
dapat memberikan jawaban apa pun terhadap pertanyaan ini.
Kemampuan ini
adalah ruhani yang diciptakan oleh Allah. Ruhani tidak memerlukan mata untuk
melihat gambar, atau telinga untuk mendengar suara. Di samping itu, ia juga
tidak memerlukan otak untuk berpikir.
Setiap orang
yang membaca fakta yang jelas dan ilmiah ini harus berfikir tentang Tuhan Yang
Mahakuasa, takut kepada-Nya, dan berlindung kepada-Nya, Dialah Yang menguasai
seluruh alam semesta dan sebuah bidang yang gelap yang luasnya beberapa
sentimeter kubik dalam bentuk tiga dimensi, berwarna, teduh, dan terang
benderang.
Keyakinan Kaum Materialis
Informasi yang
kami ketengahkan hingga kini menunjukkan kepada kita bahwa teori evolusi adalah
pernyataan yang sangat berbeda dengan temuan ilmiah. Pernyataan yang diberikan
oleh teori tersebut tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, dan mekanisme
evolusioner yang diajukannya tidak memiliki pengaruh evolusioner, dan
fosil-fosil yang ditunjukkan tentang bentuk-bentuk transisi untuk mendukung
teori tersebut tidak pernah ada. Dengan demikian, tentu saja teori evolusi
harus dienyahkan karena ia adalah gagasan yang tidak ilmiah, sebagaimana
gagasan yang menyatakan bahwa alam semesta ini berpusat pada bumi telah
dienyahkan dari agenda ilmu pengetahuan di sepanjang sejarah.
Namun, teori
evolusi tetap dimasukkan dalam agenda ilmu pengetahuan. Bahkan sebagian orang
berusaha untuk mengajukan kritik terhadap orang-orang yang membantah teori tersebut
sebagai “serangan terhadap ilmu pengetahuan”. Mengapa?
Alasannya
adalah, bahwa teori evolusi merupakan keyakinan dogmatis yang tidak boleh
dibantah bagi beberapa kalangan. Kalangan ini dengan membabi buta mengabdi
kepada filsafat materialis dan menerapkan Darwinisme, karena ia merupakan
satu-satunya penjelasan ilmiah yang dapat dikemukakan tentang bekerjanya
alam.
Yang cukup
menarik, kadang-kadang mereka juga mengakui fakta ini. Seorang ahli genetik dan
seorang penganut evolusi yang jujur, Richard C. Lewontin dari Universitas
Harvard mengakui bahwa dialah yang “mula-mula dan terutama sebagai seorang
materialis, kemudian menjadi seorang limuwan”:
Bagaimanapun,
bukannya metode dan institusi ilmu pengetahuan yang memaksa kita untuk menerima
penjelasan material tentang dunia fenomenal, tetapi sebaliknya, kita dipaksa
oleh kesetiaan kita yang a priori terhadap penyebab material untuk menciptakan
peralatan penelitian dan seperangkat konsep yang menghasilkan penjelasan
material, meskipun ia bertentangan dengan intuisi, dan meskipun ia menyesatkan
bagi orang-orang awam. Di samping itu, bahwa materialisme itu absolut sehingga kami
tidak dapat membiarkan Kaki Tuhan memasuki pintu.20
Itulah
pernyataan terus terang yang menyatakan bahwa Darwinisme adalah sebuah dogma
yang tetap dipertahankan demi kesetiaannya kepada filsafat materialis. Dogma
ini berpendirian bahwa tidak ada being (yang ada) kecuali materi. Dengan
demikian ia berpendapat bahwa pencipta kehidupan adalah materi tak bernyawa dan
tidak memiliki kesadaran. Ia berpendapat bahwa jutaan spesies hidup yang
berbeda-beda; misalnya burung, ikan, jerapah, harimau, serangga, pohon, bunga,
ikan paus, dan manusia itu terwujud sebagai hasil dari interaksi antara materi
seperti hujan yang turun, kilat yang menyambar, dan sebagainya, dari materi tak
bernyawa. Pandangan ini bertentangan dengan akal maupun ilmu pengetahuan. Namun,
Darwinisme tetap mempertahankannya hanya agar “jangan sampai Kaki Tuhan
masuk di pintu”.
Siapa pun yang
tidak memperhatikan asal-usul makhluk hidup dengan pandangan materialis akan
melihat kebenaran yang nyata ini: Semua makhluk hidup adalah karya dari Sang
Pencipta, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui. Sang Pencipta
ini adalah Allah, Yang menciptakan seluruh alam semesta dan semua makhluk dari
tidak ada, dan merancangnya dalam bentuk yang sangat sempurna.
“Mereka
berkata, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” (Q.s. al-Baqarah: 32).
Allah
menjelaskan berbagai rahasia kepada manusia melalui al-Qur’an, doa, perintah,
larangan, dan akhlak yang mulia. Semua ini merupakan rahasia yang sangat
penting, dan orang yang berpikir dapat menyaksikan rahasia-rahasia ini dalam
hidupnya. Tidak ada sumber lain kecuali al-Qur’an yang menjelaskan rahasia
ini. al-Qur’an merupakan satu-satunya sumber rahasia sehingga orang-orang yang
sangat cerdas dan sangat pandai sekalipun tidak akan menemukan rahasia ini di
mana pun juga.
Jika sebagian
orang dapat memahami sedangkan orang lain tidak dapat memahami pesan-pesan yang
tersembunyi dalam al-Qur’an, ini merupakan rahasia lain yang diciptakan Allah.
Orang-orang yang tidak memahami rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam
al-Qur’an ini hidup dalam penderitaan dan kesulitan. Anehnya, mereka tidak
pernah mengetahui penyebab penderitaannya. Dalam pada itu, orang-orang yang
mengkaji rahasia-rahasia dalam al-Qur’an menjalani hidupnya dengan mudah dan
gembira.
Buku ini membicarakan tentang
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ayat-ayat yang diungkapkan oleh Allah
kepada manusia sebagai sebuah rahasia. Manakala orang membaca ayat-ayat ini,
dan perhatiannya didtumpukan kepada rahasia-rahasia dalam ayat-ayat ini, apa
yang harus ia lakukan adalah berusaha mengetahui tujuan Allah yang tersembunyi
dalam setiap peristiwa kemudian mengkaji segala sesuatunya berdasarkan
al-Qur’an. Kemudian, orang pun akan menyadari dengan kegembiraan tentang
rahasia-rahasia ini, bahwa al-Qur’an mengendalikan kehidupannya dan kehidupan
orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar