Senin, 23 April 2012

Teripang

1. PENDAHULUAN
Berbagai jenis hasil laut non ikan seperti teripang, lola, japing-japing, rumput laut, sango-sango dan kerang mutiara banyak terdapat perairan laut Sulawesi Tenggara. Hasil laut tersebut telah sejak lama diusahakan oleh nelayan yang bertempat tinggal di sepanjang pantai pulau-daerah ini, disamping usahanya menangkap ikan. Bilas musim penangkapan ikan sedang sulit, maka para nelayan tradisional melakukan pencarian, pengumpulan hasil laut non ikan apa saja yang dijumpai di sekitar mereka tinggal sebagai penghasilan tambahan.
Produksi laut non ikan ini pada tahun 1979 tercatat sebesar 491 ton yang diperdagangkan secara antar pulau. Kemudian pada tahun 1984 meningkat mejadi 1.396 ton. Peningkatan ini antara lain disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
  1. Nelayan tradisional dengan peralatan penangkapan ikan yang sederhana menjadi tidak produktif lagi, sehingga banyak diantara mereka mengalihkan usahanya mencari hasil laut non ikan secara lebih intensif.
  2. Harga hasil laut non ikan cukup tinggi bila dibandingkan dengan ikan yang mampu diperolehnya dengan peralatan tradisionalnya, lagi pula dalam pengumpulan hasil laut tidak memerlukan peralatan yang mahal dan penanganan pasca panen yang serius.
  3. Usaha budidaya rumput laut dan teripang mulai berhasil.
Pengumpulan rumput laut, dilakukan oleh nelayan bila harganya cukup menarik bagi mereka, harga rumput laut (1985) hanya berkisar Rp 100,- s/d Rp 125,-/Kg. sedangkan harga lola dan japing-japing berkisar Rp 1.750,- s/d Rp 3.750,- Kg. dan harga teripang yang berkwalitas baik mencapai Rp 20.000,-/Kg.
Tertarik akan harga teripang yang baik, mulai awal tahun 1985 banyak nelayan yang melakukan pemeliharaan (pembesaran) teripang. A nak-anak teripang yang banyak terdampar di pantai-pantai dikumpulkan dan dipelihara disuatu daerah pemeliharaan yang telah disiapkan. Yaitu berupa perairan di
pantai yang dipagar rapat yang luasnya bervariasi antara 200 s/d 800 m2. Pada saat nelayan dalam penyelaman mencari teripang dewasa memperoleh teripang-teripang yang masih muda tersebut dipelihara dibesarkan dalam kurungan.
Nampaknya usaha pemeliharaan teripang ini mempunyai pengaruh positif dalam usaha meningkatkan pendapatan nelayan dan menjaga kelestarian potensi sumber khususnya teripang di sekitar perairan dimana nelayan bermukim.
1) Dinas Perikanan Sulawesi Tenggara.

2. KEADAAN BUDIDAYA LAUT SAAT INI.
2.1. Jenis komoditi yang dibudidayakan
2.1.1. Teripang
Jenis teripang yang selama ini telah dikelola oleh nelayan antara lain : teripang susu, teripang kapek, teripang kuro dan teripang putih atau teripang pasir (Holothuria scabra). Jenis ini harganya cukup mahal yaitu berkisar Rp. 7.500,- s/d Rp. 20.000,- /Kg; jenis lainnya hanya berkisar Rp 250,- s/d Rp. 3.000,- /Kg. belum dibudidayakan.
Karena jenis teripang pasir ini semakin berkurang populasinya karena terus dipungut walaupun masih kecil-kecil, maka mulailah nelayan melakukan budidaya teripang pasir yang masih kecil dï tempat-tempat pemeliharaan yang dipagar, di perairan pantai yang cocok dengan lingkungan kehidupan teripang pasir tersebut.

2.1.2. Luas unit budidaya teripang
Budidaya teripang baru dimulai pada sekitar bulan Januari 1985 oleh beberapa nelayan disekitar Selat Tiworo. Kemudian sampai bulan September 1985 yang melakukan pemeliharaan teripang berjumlah 90 kepala keluarga. Masing-masing keluarga rata-rata memiliki areal sekitar 400 m2 - 1.000 m2.
Teripang pasir ini hidup didasar laut yang berpasir dan sedikit berlumpur. Pada malam hari mencari makanan dan pada siang harinya membenamkan dirinya dalam pasir/lumpur.
Dalam pembesaran teripang semakin dalam laut tempat pemeliharaan semakin cepat pertumbuhannya, Akan tetapi masih kecil-kecil akan cepat pertumbuhannya bila diperlihara ditepi pantai yang pada waktu air surut mencapai kedalaman 1 s/d 1½ m.

2.1.3. Padat penebaran
Dalam areal seluas 200 m2 ditebari benih sekitar 500 – 2.000 ekor teripang, langsung dipelihara dalam tempat pemeliharaan. Kemudian yang sudah mulai besar dipindahkan ditempat pemeliharaan lainnya yang sudah dapat menghasilkan daging teripang yang baik.

2.1.4. Hama dan penyakit.
Musuh utama teripang yang telah diketahui adalah kepiting. Apabila ada diantara badan teripang yang mengalami luka, maka berarti mengundang hadirnya kepiting. Dan apabila kepiting mengais-ngais luka pada tubuh teripang, maka teripang hanya menyerah diam saja, karena teripang hampir seperti tidak ada gerakannya.

2.1.5. Periode pemeliharaan.
Anak teripang yang dipelihara berukuran panjang sekitar 5 cm, dalam waktu 6 bulan dapat menjadi 10–15 cm, dagingnya menjadi tebal dan kenyal, sehingga bila diolah dapat memenuhi standar kualitas baik. Dalam keadaan kering olahan satu kg berisi sekitar 10 ekor, harganya mencapai Rp 17.500,- - Rp 20.000,-/Kg. Teripang yang masih muda ukuran 5 – 8 cm jika diolah akan mengalami penyusutan cukup besar, tiap kg mencapai 50 – 100 ekor, harganya hanya berkisar Rp 2.000,- - Rp 3.500,-/Kg. Melihat kenyataan tersebut dan menyadari akan semakin berkurangnya populasi teripang yang menjadi mata pencaharian mereka, maka teripang muda yang diperolehnya dipelihara lebih dulu samapi dewasa selama 6 sampai 8 bulan, tergantung dari besar kecilnya benih.

2.1.6. Produktivitas usaha.
Untuk dapat mengetahui hasil yang dicapai dan produktivitas usaha pemeliharaan teripang oleh masyarakat nelayan. sebagaimana telah dikemukakan masih pada tahap permulaan, diperlukan pengamatan lebih lanjut, antara lain terhadap habitat, tehnik pembudidayaan yang baik dan sebagainya.

2.1.7. Penyediaan benih.
Usaha pencarian benih teripang dilakukan dengan jalan menyelam di laut pada kedalaman 2 meter sampai 5 meter. Biasanya benih teripang diperoleh bersama pada saat nelayan mencari teripang yang dewasa untuk diolah. Teripang yang masih muda dibesarkan lebih dulu dan yang telah dewasa dapat langsung diproses untuk diolah lebih lanjut. Di beberapa tempat tertentu biasa dijumpai benih teripang yang hanyut terhempas ombak di tepi pantai. Pada umumnya teripang nampaknya tidak tahan terhadap suhu yang lebih tinggi di pantai, maka pencarian benih dilakukan pada malam hari pada saat anak-anak teripang dalam tidak bergerak seperti benda mati saja. Tetapi bagi para nelayan pengumpul teripang yang telah mengetahui kebiasaan hidup teripang, pada siang hari pun dapat juga dikenali tempat-tempat dimana teripang bersembunyi. Pada umumnya mulut teripang tetap menghadap kearah permukaan dasar laut, sehingga bila diperhatikan terdapat lubang kecil yang persis dimulut teripang.
Terdapat informasi bahwa teripang dapat berkembang biak didalam areal pemeliharaan dalam jumlah yang cukup banyak. Namun sejauh mana kebenaran informasi tersebut, penulis belum mengetahui secara langsung.

2.1.8. Pemasaran hasil.
Seperti halnya hasil laut non ikan lainnya teripang oleh nelayan penangkap dijual kepada pedagang pengumpul di desa-desa nelayan setempat. Oleh pedagang pengumpul kemudian teripang tersebut diolah dengan jalan direbus dan diasap. Kemudian dari pedagang pengumpul dilokasi pengolahan (I) teripang yang sudah diawet dijual kepada pedagang pengumpul berikutnya (II) untuk selanjutnya diperdagangkan secara antar pulau (antar daerah) yaitu ke Ujung Pandang dan Surabaya. Adapun jalur pemasarannya dan tingkat harga teripang pasir (teripang putih) dan jenis teripang lainnya adalah sebagai berikut :
Teripang hasil tangkapan nelayan yang dijual dalam keadaan basah kepada pedagang pengumpul (I)/(Pengolah) dengan harga berkisar Rp 100,- s/d Rp 250,-/ekor sesuai mutu teripang. Kemudian oleh pedagang pengumpul (I) setelah dijual kepada pengumpul (II) pedagang antar pulau dengan harga Rp 4.500,- s/d Rp 20.000,-/kg kering sesuai dengan kualitas teripang. Pada umumnya penilaian kualitas teripang dititik beratkan pada :
  1. Besar kecilnya teripang, semakin besar teripang harganya semakin mahal.
  2. Kualitas teripang tergantung dari :
    • tingkat kebersihan teripang
    • perebusan dan pengasapan
    • Tingkat kelembaban
Teripang yang pengolahannya sempurna nampak bening dan bersih, semakin sempurna pengolahan teripang harganya semakin mahal.
Perkembangan perdagangan teripang dan hasil laut lainnya dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1
Perdagangan antar pulau teripang dan hasil laut non ikan lainnya
Sulawesi Tenggara Tahun 1979 – 1984
dalam ton.
No. Urut
Jenis Komoditi
Tahun
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1.
Teripang
70
148
147
121
254
243
2.
Lola
69
64
67
146
461
476
3.
Japing-japing
161
870
103
202
224
271
4.
Batu laga
37
22
50
30
58
64
5.
Kulit Mata Tujuh
3
8
1
-
-
-
6.
Kulit Mutiara
4
2
6
12
70
81
7.
Kulit Sisik
1
2
2
1
1
2
8.
Rumput Laut
146
61
50
121
158
210

Jumlah
491
1.177
426
633
1.226
1.399

Dari tabel tersebut diatas nampak adanya kenaikan jumlah hasil laut non ikan yang diperdagangkan ke luar daerah sulawesi tenggara yaitu dari 490 ton pada tahun 1979 meningkat menjadi 1.399 ton pada tahun 1984 atau mengalami kenaikan rata-rata 23% per tahun. Dan khususnya teripang juga mengalami kenaikan dari 70 ton (1979) meningkat menjadi 243 ton (1984). Kenaikan komoditi tersebut disebabkan antara lain oleh semakin intensifnya pencarian teripang disamping sudah berhasilnya sebagian dari budidaya teripang.

POTENSI PENGEMBANGAN
3.1. Jenis-jenis ikan/kerang/rumput laut/teripang dan penyebarannya
Sebagaimana diketahui daerah terdiri dari pulau-pulau, selat-selat dan teluk-teluk diantara Laut Banda. Laut Flores dan Teluk Bone. Pada umumnya memiliki pantai yang terdiri dari pantai karang, pasir dan lumpur untuk beberapa daerah disekitar muara sungai. yang demikian itu mencerminkan keadaan perairan yang subur dengan potensi perikanan yang cukup besar.

3.1.1. Jenis ikan
Sebagaimana lazimnya diperairan laut tropis, terdapat jenis ikan yang cukup banyak. Antara lain ikan yang dominan adalah ikan tuna, ikan cekalang, ikan teri, ikan ekor kuning, ikan kerapu, ikan beronang, ikan kembung, udang dan segalanya.
Teristimewa jenis ikan ekor kuning, ikan kerapu dan ikan beronang (jenis ikan karang) mempunyai prospek yang baik untuk dibudidayakan didaerah ini. Jenis ikan ini terdapat di seluruh perairan laut Sulawesi Tenggara. Gambaran tentang besarnya produksi ikan yang dominan di daerah Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Produksi ikan di Sulawesi Tenggara
Tahun 1979 – 1984

No. Urut
Jenis ikan
Tahun

1979
1980
1981
1982
1983
1984

1.
Ikan Tuna
418,0
754,3
1.456,0
1.958,1
1.406,9
1.827,7

2.
Ikan Cakalang
2.653,0
4.884,5
8.394,0
7.304,1
7.286,7
6.129,8

3.
Ikan Teri
3.157,0
2.479,4
5.638,2
6.333,9
7.016,2
9.864,4

4.
Ikan Kerapu
309,0
339,4
312,8
722,3
760,0
1.060,0

5.
Ikan Ekor Kuning dan ikan Beronang
28,0
101,4
139,8
185,4
233,4
533,9

6.
Ikan Kembung
134,0
225,3
1.193,0
1.847,0
2.115,0
2.209,0

7.
Ikan lain-lain
13759,0
13313,9
21912,6
23178,0
27393,8
28690,6


Jumlah
20468,0
22098,2
39046,4
41528,8
46213,0
48319,4

Dari tabel tersebut dapatlah diketahui bahwa ikan karang seperti ikan ekor kuning, ikan kerapu dan ikan beronang produksinya cukup besar didaerah ini. Pada umumnya ikan tersebut ditangkap dengan alat pancing, sero bubu dan bahan peledak.

3.1.2 Kerang
Berdasarkan hasil yang diusahakan oleh nelayan, diperairan Sulawesi Tenggara terdapat berbagai jenis kerang yaitu antara lain : kima, kerang mutiara, japing-japing, mata tujuh, lola, simping dan masih banyak jenis kerang yang lain, baik yang hidup di laut maupun di muara sungai. Jenis kerang yang disebutkan terakhir ini banyak dikonsumsi masyarakat sebagai lauk-pauk dan mempunyai nilai ekonomis penting.

3.1.3. Rumput laut.
Pada mulanya hampir diseluruh pantai perairan laut Sulawesi Tenggara banyak tumbuh rumput laut jenis Eucheuma spinosum dan Gracilaria confervoides. Namun demikian setelah rumput laut tersebut dipungut secara terus menerus, dewasa ini tinggal dibeberapa tempat saja dan sebagian besar telah punah. Dewasa ini usaha untuk membudidayakan rumput laut telah dimulai oleh pengusaha swasta dipantai selatan Pulau Muna dengan jalan menanam rumput laut diatas rakit-rakit bambu. Usaha ini masih bersifat percobaan dan memerlukan bimbingan dalam pengembangannya, khususnya bimbingan tehnis.

3.1.4. Teripang
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa teripang dapat juga dijumpai di seluruh perairan Sulawesi Tenggara. Namun populasinya semakin berkurang akibat pengambilan/pengumpulan secara terus-menerus. Dengan adanya usaha-usaha masyarakat nelayan untuk membudidayakan teripang yang mempunyai nilai ekonomis penting ini, maka sudah selayaknyalah pihak-pihak yang berwenang perlu membantu mengembangkannya.

3.2. Penyebaran dan luas daerah yang memungkinkan bagi usaha budidaya laut.
Dilihat dari persyaratan tehnis budidaya laut, maka darah yang memungkinkan bagi usaha budidaya laut di perairan Sulawesi Tenggara meliputi perairan Selat Tiworo, Selat Buton dan perairan laut Kecamatan Gu dan Mawasangka, Pulau-pulau Tukang Besi dan perairan Kabaena.

3.3. Potensi produksi
Potensi produksi hasil-hasil laut baik ikan maupun non ikan apabila disertai dengan usaha budidaya cukup besar dan akan lebih lestari. Hal ini akan besar manfaatnya baik dilihat dari segi upaya meningkatkan pendapatan nelayan maupun peningkatan export hasil perikanan.

3.4. Pemasaran hasil
Hasil laut non ikan dari berbagai jenis komoditi mempunyai pasaran yang baik di luar negeri. Hal ini nampak jelas dari besarnya permintaan dan tingginya harga terhadap komoditi tersebut, sehingga banyak pengusaha dari Sulawesi Selatan melakukan pembelian hasil laut non ikan ini ke pulau-pulau terpencil, dalam hal pendapatan produksi sulit dimonitor.
Pengaruh lain adalah terjadinya pengolahan hasil laut yang tidak lagi memperhatikan segi kelestarian sumber komoditi yang bersangkutan, Rumput laut dibabat habis, lola dan japing-japing yang masih kecil-kecil sudah dipungut untuk diperdagangkan.

3.5. Ketersediaan tenaga dan dana
3.5.1. Tenaga
Tenaga penyuluh dan pembimbing dalam kegiatan budidaya laut masih sangat kurang/belum ada, sedangkan bagi nelayan, apabila mereka diberikan petunjuk-petunjuk dan bimbingan akan dapat melakukannya dengan baik.

3.5.2 D a n a
Sebagaimana diketahui, nelayan adalah masyarakat miskin sehingga dalam pengadaan sarana budidaya sangat sulit. Oleh karena itu perlu adanya usaha-usaha untuk memberikan bantuan dana bagi mereka.

3.6. Hambatan/problema
  1. Belum adanya tenaga-tenaga yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan budidaya laut.
  2. Ketiadaan dana dan sarana untuk melakukan percobaan-percobaan budidaya laut di daerah.
4. KESIMPULAN dan SARAN
4.1 Kesimpulan
  1. Bahwa daerah Sulawesi Tenggara memiliki potensi dan prospek yang baik dalam kegiatan budidaya laut, hal ini tercermin dari tersedianya lokasi yang cocok untuk budidaya laut dan berbagai komoditi yang tersedia di daerah tersebut untuk dibudidayakan.
  2. Usaha budidaya laut dapat berfungsi sebagai upaya meningkatkan pendapatan nelayan, meningkatkan ekspor komoditi non migas dan konservasi perairan setempat.
4.2. Saran-saran
  1. Agar ada usaha dari pihak-pihak yang berwenang untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan bagi para penyuluh di daerah.
  2. Perlu adanya percobaan budidaya laut di daerah-daerah yang potensial.
  3. Tersedianya dana untuk pengembangan budidaya laut.
5. PENUTUP
Adanya upaya Pemerintah untuk mengembangkan budidaya laut dewasa ini akan besar manfaatnya dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan yang kita miliki. Daerah Sulawesi Tenggara sebagai daerah yang mempunyai kemungkinan cukup besar dalam budidaya laut diharapkan akan berguna dalam pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Perikanan melalui usaha tersebut.
Demikian makalah yang sederhana ini dibuat kiranya bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.



Tidak ada komentar: