Pendahuluan
Yang
menjadi kajian ilmu politik sangatlah luas walaupun dalam ranah ilmu sosial
sebenarnya telah ada sub-sub disiplin ilmu yang memberikan pusat analisis pada
masalah-masalah yang sifatnya lebih spesifik, tetapi sebenarnya dalam ilmu
sosial tidak dapat dihindari kajian yang lintas disiplin ataupun dalam bahasa
yang umum disebut sebagai kajian lintas disiplin, hal itu tidak dapat dihindari
karena ternyata dalam kenyataannya disiplin ilmu yang ada dalam atap ilmu
sosial politik saling interdependensi dan interkoneksitas. Hubungan seperti ini
sangat jelas dapat kita lihat dari kecenderungan para ilmuwan sosial yang
menggunakan beberapa disiplin ilmu unrtuk mengkaji suatu fenomena sosial yang
mana dalam tema - tema sentral tersebut, masing-masing disiplin memberikan
analisis yang sangat berguna terutama dalam meretas masalah yang dihadapi oleh
suatu negara.
Begitu
juga dalam ilmu politik tidak dapat dihindari menggunakan kajian yang sifatnya
lintas disiplin sebagai cara untuk memperkuat analisis sosial politik yang
sedang terjadi. Sebab lain yang
mempengaruhi hal itu karena suatu tema yang akan dikaji dalam ilmu politik ternyata juga menjadi kajian dari ilmu yang lain walau berbeda titik tekan yang menjadi pusat analisis. Dengan asumsi yang terbangun seperti itu maka dalam seminar masalah - masalah politik yang penulis ikuti dalam mata kuliah Kapita Selekta Politik menghendaki suatu cara pandang yang integral dimana kita tidak hanya memperkuat dalam disiplin ilmu politik semata, akan tetapi itu mesti ditopang oleh disiplin ilmu yang lain agar hasil analisa maupun hasil dari kajian tersebut akan lebih mendalam dan lebih tuntas.
mempengaruhi hal itu karena suatu tema yang akan dikaji dalam ilmu politik ternyata juga menjadi kajian dari ilmu yang lain walau berbeda titik tekan yang menjadi pusat analisis. Dengan asumsi yang terbangun seperti itu maka dalam seminar masalah - masalah politik yang penulis ikuti dalam mata kuliah Kapita Selekta Politik menghendaki suatu cara pandang yang integral dimana kita tidak hanya memperkuat dalam disiplin ilmu politik semata, akan tetapi itu mesti ditopang oleh disiplin ilmu yang lain agar hasil analisa maupun hasil dari kajian tersebut akan lebih mendalam dan lebih tuntas.
Adapun seminar masalah politik
meliputi banyak tema yang pada dasarnya bagi penulis mempunyai kaitan yang
saling menunjang, untuk itulah resume dari tema – tema tersebut akan sangat
penting dibuat sebagai bahan untuk melakukan pengkajian lebih lanjut.
A.Kekuasan dan Supremasi Hukum
Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa pada diri manusia
inheren dalam diri mereka kehendak untuk berkuasa dan itu kemudian menjadi
pendorong didalam mencapai tujuan - tujuannya. Kekuasaan yang dimaksud disini
mencakup banyak aspek yang meliputi kekuasan eksekutif, kekuasaan yudikatif,
kekuasaan legislatif maupun dalam tipologi yang lain yang membaginya dalam
kekuasaan lembaga -lembaga yang ada dimasyarakat. Yang menjadi masalah utama
dalam tema ini adalah bagaimana hubungan antara kekuasaan dengan supremasi
hukum dalam suatu negara, atau dengan kata lain apakah kekuasaan yang efektif
dalam suatu negara akan menjadi sesuatu yang positif buat penegakan supremas
hukum ?
Pertanyaan
ini memaksa kita untuk melihat bagaimana realitas politik yang terjadi dalam
era pemerintahan modern sekarang ini. Maka dalam hal ini yang menjadi analisa
pertama adalah bagaimana konsep trias politika yang menjadi dasar dalam
penentuan kekuasaan yang membaginya dalam beberapa perangkat lembaga serta
dengan tugasnya masing-masing, dimana dalam konsep trias politika kita
mengetahui bahwa yang bertugas didalam melaksanakan tugas peradilan adalah
lembaga yudikatif. Tetapi sebenarnya yang terbaik adalah bagaimana koherensi
dari masing-masing lembaga untuk mengawal hukum yang menjadi aturan main dalam
kehidupan. Apapun yang menjadi dasar hukum yang diterapkan tanpa adanya
kerjasama yang konstruktif diantara bagian ini maka supremasi hukum hanya akan
menjadi suatu slogan. Sementara disisi lain yang perlu juga dibenahi adalah
bagaimana budaya hukum yang ada didalam masyarakat sebagai penopang didalam
upaya penegakan supremasi hukum bahkan menjadikan negara ini sebagai negara hukum. Politik semestinya
menjadi elemen yang menopang upaya supremasi hukum melalui kekuasaan yang
memihak pada kebenaran.
B. Demokrasi dan HAM
Salah satu isu yang menguak dalam wacana kontemporer
adalah demokrasi yang seakan - akan menjadi sebuah sistem yang berlaku
universal untuk menjawab permasalahan negar-negara didunia. Seiring dengan
demokrasi, isu HAM yang menjadi salah unsur dari demokrasi pun mencuat
kepermukaan. Banyak kasus - kasus yang semula tidak diperhatikan kemudian
kembali diusut karena persoalan HAM, seakan akan bahwa negara - negara tidak
diakui sebagai negara demokratis apabila masih terdapat pelanggaran HAM. Bagi
penulis terdapat pertanyaan yang mesti diajukan menyangkut tema ini yaitu dalam
kenyataanya HAM malah dijadikan sebagai senjata politik bagi negara - negara
tertentu untuk melakukan intervensi terhadap negara lain, sehingga secara tidak
langsung ada tersirat upaya politisasi terhadap isu HAM ini. Untuk itulah mesti
harus ada standar yang memungkinkan bagi setiap bangsa untuk memiliki kesamaan
penafsiran terhadap HAM itu sendiri sehingga penyimpangan tersebut dapat
dieliminir.
Dalam negara - negara yang mengalami
proses pembelajaran demokrasi seringkali terjadi hal yang paradoksal, dimana
atas nama demokrasi orang akan melakukan tindakan yang merugikan HAM itu
sendiri atau dengan kata lain sering terjadi pembunuhan karakter demokrasi
sendiri yang dilakukan oleh masyarakat dan anehnya itu dilakukan atas nama
demokrasi itu sendiri. Fenomena seperti ini bagi penulis mesti diantisipasi
sebab bisa jadi itu akan menjadi suatu masalah yang cukup berbahaya bagi
prospek demokrasi di Indonesia. Konsep
demokrasi sebenarnya lahir dari penggalian sistem sosial kemasyarakatan yang
dilaksanakan di barat yang kemudian diperkenalkan oleh para ahli keseluruh
dunia untuk menjawab persoalan sistem penyelenggaraan negara dan tata kehidupan
dalam mewujudkan cita-cita suatu negara. Berkat upaya yang sangat serius dari
elemen yang ada serta momentum yang mengikuti menyebabkan demokrasi diterima
sebagai isu yang sifatnya universal dan rasional untuk diterapkan pada
negara-negara didunia, diantara hal yang menyebabkan demokrasi menjadi
alternatif bagi negara-negara didunia adalah keruntuhan dari Uni Soviet yang
merupakan representasi dari sosialisme sehingga kemudian mau tidak mau terjadi
pembusukan terhadap sistem sosialisme
C.
Nasionalisme dan Ancaman disintegrasi bangsaa
Ada
dua pertanyaan menarik yang bisa diajukan dalam masalah ini yaitu pertama,
apakah nasionalisme Indonesia hari ini masih relevan?, yang kedua bagaimana
konsep nasionalisme baru yang lebih baik untuk mencegah disintegrasi bangsa ?.
Pertanyaan
pertama berusaha untuk menggambarkan bagaimana konsep nasionalisme sekarang
yang semakin memudar bahkan tidak punya lagi kekuatan yang besar untuk
melakukan pengikatan dalam kehidupan berbangasa dan bernegara. Perpecahan yang
terjadi didalam negara ini memberikan sebuah indikasi yang amat serius yang
mempertanyakan Nasionalisme indonesia, pergolakan Aceh untuk merdeka yang
kemudian diikuti oleh beberapa daerah yang tidak puas memberikan sebuah
indikasi yang mesti kita waspadai agar bangsa ini tetap utuh sebagai negara
kesatuan yang kokoh. Dari beberapa anggapan yang mengemukan dikatakan bahwa
salah satu yang menjadi masalah bagi nasionalisme adalah isu globalisasi yang
demikian keras melanda negara bangsa, hal itu wajar karena ternyata disisi yang
lain globalisasi mengandung unsur universalisme yang mencoba mengikis lokalitas
atau pun identitas kebangsaan yang dimiliki oleh bangsa-bangsa didunia. Adapun
yang menjadi titik pokus perubahan itu adalah budaya, ekonomi dan bidang
politik perrtahanan keamanan, yang jika dicerna secara mendalam maka ada
kemungkinan akan terjadi suatu efek dunia sebagai suatu kesatuan yang
terintegrasi dalam satu kesatuan yang tidak lagi fanatik terhadap identitas
primordial kebangsaan.
Masalah
lain yang patut diajukan adalah apakah ancaman disintegrasi yang mengancam
bangsa ini hanyalah akibat dari pengaruh globaisasi ataukah sebenarnya faktor
dari dalam negeri sendiri yang cukup berpengaruh. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa pelaksanan pemerintahan yang dilakukan selama ini ternyata menyimpang
potensi ancaman disitegrasi bangsa karena adanya ketidakadilan yang dilakukan
oleh resim yang berkuasa sehinggga kemudian terjadi peggugatan terhadap
eksistensi negara, misalnya ketidakadilan terhadap distribusi kekayaan alam dan
anggaran pembangunan terhadap daerah yang kemudian menyebabkan daerah -daerah
berkeinginan untuk melapaskan diri dalam ikatan negara kesatuan Rublik
Indonesia.
Lalu
bagaimanakah model alternatif nasionalisme indonesia untuk masa mendatang agar
mampu menjadi ikatan yang mampu merekatkan bangsa indonesia, dengan melihat
indikasi apa yang menyebabkan terjadinya ancaman integrasi bangsa. Sebenarnya
sudah ada beberapa contoh konsep redefenisi ulang terhadap nasionalisme
misalnya dengan memunculkan musuh bersama untuk menstimulus emosional rakyat
untuk bersatu padu, akan tetapi cara ini malah mempunyai implikasi negatif dimana
akan terjadi biaya sosial yang cukup besar termasuk akan terjadi proses
melenakan untuk sementara sehingga sifatnya terjadi secara temporer dan
singkat. Ada juga yang berusaha untuk menerapkan dengan mengelaborasi
globalisai dengan unsur lokalitas yang dimiliki oleh suatu bangsa sehinga
tercipta nasioalisme kosmopolit, yang jelas untuk konteks Indonesia yang menjadi syarat penting adalah berusaha untuk
menciptakan keadilan dan penegakan supremasi hukum sekaligus melakukan upaya
rekonstruksi terhadap budaya lokalitas yang ada sehingga hal itu bisa menjadi
modal sosial yang efektif.
D.
Otonomi Daerah dan Implementasinya
Asas desentraliasi yang diterapkan di
Indonesia yang diwujudkan dengan konsep otonomi daerah merupakan suatu upaya
didalam merespon kondisi kebangsaan yang mulai rapuh yang diterpa oleh ancaman
dari luar maupun ancaman integrasi bangsa yang menerpa bangsa ini. Asumsi yang
terbangun dalam analisis kontemporer kebangsaan melahirkan suatu kesepakatan
bahwa mesti harus ada upaya untuk melakukan pemberian wewenang yang lebih luas
kepada daerah - daerah agar mereka mampu untuk mengelolah dan menyelenggarakan
pemerintahannya secara mandiri sekaligus pemberian otonomisasi untuk menentukan
arah daerah masing - masing sesuai dengan lingkungan sosial kultural yang ada.
Hanya sayang kemudian pelaksaaanan otonomi daerah ternyata tidak sebaik yang
diharapkan, pada kenyataannya respon terhadap konsep ini dimaknai secara
berbeda oleh masyarakat indonesia termasuk pemerintah daerah yang diantara dapat
dilihat dengan adanya desakan untuk melakukan upaya pemekaran daerah yang
sebenarnya belum pantas, selain itu ditingkat pemerintah, otonomi daerah lebih
dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah yang dapat menopang
pembangunan sehingga substansi utama otonomi daerah untuk melakukan upaya
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat sekaligus upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat tidak diperhatikan.
Dampak
lain yang terjadi diera otonomi daerah adalah adanya indikasi pergeseran kebobrokan
dari pusat kedaerah misalnya korupsi, kolusi dan nepotisme semakain kental
didaerah sekaligus menciptakan penghisap didaerah yang sebelumnya terjadi
ditingkat pusat.
Penyebab
dari penyimpangan konsep otonomi daerah dalam implementasinya disebabkan karena
pemaknaan terhadap konsep ini ternyata menimbulkan berbagai celah yang
memungkinkan adanya penyelewengan selain itu masalah lain adalah karena undang
- undang otonomi daerah itu sendiri mengalami kekurangan yang mesti harus terus
diperbaiki minimal upaya kontekstualisai terhadap kondisi kultural dari daerah
- daerah yang ada. Begitu juga konsep otonomi daerah mesti dtopang oleh sumber
daya manusia yang handal sebagai pelaku utama dalam pelaksaanan pembangunan
pada bangsa ini. Sumber daya manusia yang dimaksudkan disini bukan hanya
kecerdasan dalam hal keahlian dan ilmu pengetahuan tetapi harus memuat tentang
moralitas dan komitmen kebangsaan yang tinggi.
E.
Sistem pemilu di Indonesia
Dalam konsep negara modern pemilu
merupakan mekanisme untuk penyelenggaran kenegaraan yang paling rasional untuk
melakukan proses regenerasi kepemimpinan sekaligus mekanisme perwakilan untuk
penyelenggaraan kenegaraan. Sampai saat ini belum ada sistem yang paling
efektif selain pemilu untuk melaksanakan mekanisme perwakilan yang dibisa
diterapkan pada suatu bangsa. Yang menjadi persoalannya adalah bagaimana model
dan mekanisme pemilu yang sesuai dengan konteks Indonesia sebagai evalusi
terhadap penerapan sistem pemilu yang dilaksanakan selama ini .
Dalam
realitas perpolitikan Indonesia, sistem pemilu yang dilaksanakan di Indonesia
adalah sistem proporsional yang mana kemudian
saat ini berusaha digunakan sistem proporsional terbuka yang ditambah
dengan peraturan dan mekanisme yang khas diterapkan di Indonesia, mengapa bisa
terjadi seperti itu karena ada beberapa negara yang menerapkan sistem
proporsional tetapi ternyata dalam kenyataan berbeda dengan apa yang diterapkan
di Indonesia.
Walaupun
masih dalam proses penggodokan yang serius di KPU, penyelenggaraan pemilu 2004
akan membuka agenda - agenda baru yang diharapkan mampu membawa angin segar
terhadap perpolitikan Indonesia. Contoh perubahan yang besar terjadi dalam
pemilu mendatang yaitu pelaksana pemilihan presiden secara langsung yang
diselenggarakan sama dengan pemilihan anggota parlemen yang akan duduk di DPR.
Walau mendapat beberapa rintangan kedepan, tetapi paling tidak agenda yang ada
dalam pemilu 2004 memberikan sutu sikap optimistik untuk perbaikan dalam sistem
politik Indonesia.
Dalam
beberapa pembicaraan yang ada kemungkinan besar yang akan diterapkan adalah
melakukan pemilihan anggota DPR dan DPD terlebih dahulu untuk duduk di
legislatif yang kemudian disusul tahap kedua yang agendanya adalah pemilihan
langsung presiden dengan persyaratan dilakukan secara bertahap jikalau tidak
mencapai standar yang ditentukan yaitu 50% ditambah satu suara dari seluruh
suara pemilih.
Selain
masalah mekanisme pemilu yang patut diperhatikan adalah bagaimana mekanisme
pengawasan terhadap pelaksaanan pemilu dan bagaimana menghindari penyelewengan
terhadap pemilu yang dilakukan oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Agenda
lain yang harus dilakukan adalah pendidikan politik yang kritis yang harus
diberikan kepada masyarakat agar secara kualitas pemilu ini benar - benar mampu
menghasilkan hasil yang baik karena tingkat kesadaran pemilih sudah tinggi dan
itu sebenarnya menjadi tanggung jawab partai poltik, media massa, lembaga atau
oraganisasi kemasyarakatan, mahasiswa, tapi pendidikan politik yang dilakukan
betul- betul; yang kritis agar hal itu tidak hanya sekedar hanya sebagai trik
politik untuk kekuasaan.
F. Konflik Parpol, Penceraharan demokrasi atau mengejar
kekuasaan
fenomena perpecahan partai politik atapun
konflik interan yang terjadi dalam sutu partai politik jika dilihat dalam kaca
mata politik adalah sesuatu yang sangat wajar karena dalam proses politik
memang sarat dengan potensi konflik kepentingan yang terjadi, dengan catatan
hal itu hanyalah sebagai fenomena untuk melakukan perbaikan dalam partai
potlitik yang bersangkutan.
Pertanyaan
kemudian yang bisa diajukan adalah apakah betul konflik partai politik secara
intern merupakan upaya pencerahan demokrasi ? atau dengan kata lain apakah
konflik yang terjadi tersebut baik intern maupun antar partai politik menjelang
pemilu 2004 adalah sesuatu yang memberikan konstribusi positif dalam upaya
demokratisasi bangsa khususnya dalam upaya pendidikan politik masuyarajkat ?
Sudah
menjadi pengetahuan umum bahwa dalam politik yang menjadi orientasi adalah
mengejar kekuasaan yang kemudian dengan kekuasaan tersebut dijadikan sebagai
alat untuk mencapai tujuan, tetapi yang menjadi permasalahan kemudian adalah
dimana letak moralitas politika ataukah dimana sifat nurani politik yang
semestinya menjadi pedoman dalam politik ditempatkan. Jikalau yang menjadi
esensi dalam politik dalah merebut dan mempertahankan kekuasaan apalagi dengan
menggunakan segala cara termasuk hal-hal yang keluar dari moralitas dan
nilai-nilai etika yang ada maka yang patut dipertanyakan adalah bagaimana
kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berlangsung secara baik.
Jikalau
diamati secara lebih mendalam, konflik yang terjadi dalam partai politik tidak
lepas dari pertentangan kepentingan yang ada dalam partai politik itu sendiri
maupun adanya strategi politik yang mengharuskan orang-orang dalam partai
politik tersebut untuk melakukan penggugatan yang pada akhirnya menimbulkan
konflik yang berkepanjangan, termasuk upaya pembentukan partai politik baru
yang sebenarnya adalah semangat perepecahan dalam partai politik itu sendiri.
Atau fenomena konflik ini bisa juga terjadi karena lemahnya kontrol partai
terhadap kader-kadernya sehingga
dengansemaunya kader-kader tersebut melakukan upaya yang cukup membahayakan
eksistensi partai politik tersebut dimata publik yang tentunya akan merugikan
sendiri partai politik tersebut. Begitu juaga kepentinyan yang sifatnya
ideologis terkadang menjadi pemicu yang efektif terjadinya konflik pada partai
politik yang ada dimana ada hal yang berbau ideologis yang ingin dipaksakan
untuk diterima secara mayoritas yang tentunya menyebabkan terjadi konflik
secara personal yang ujung-ujungnya berakibat pada perpecahan visi dan misi yang kemungkinan besar akan
diikuti perpecahan partai politik .
Berkaitan
dengan akan dilakukannya pemilu 2004 juaga sangat berpengaruh terhadap konflik
intern partai maupun antar partai p[olitik, karena pada hakikatnya pertarungan
akan terjadi didalam pemilu tersebut yang tujuannya adalah bagaimana menepati
kekuasaan yang ada di DPR maupun di Eksekutif. Petualang politik dalam realitas
politik kekinian mungkin akan menjadi sesuatu yang dilakukan oleh para
politikus demi untuk mendapatkan kue kekuasaan dan bisa jadi hal itu juga
sangat berpengaruh terhadap perpecahan partai politik yang terjadi sekarang
ini.
G. Kepemimpinan nasional
Dalam konsep triaspolitika dikenal pembagian kekuasaan yang terdiri
dari kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan yudikatif. Konsep
pembagian kekuasaan ini dalam kenyataannya mengalami berbagai macam penafsiran
yang kemudian menjadi anutan bagi negara – negara di dunia. Pemaknaan terhadap
konsep ini pada umumnya yang diterapkan oleh negara- negara di dunia adalah
bentuk pemisahan secara kelembagaan, tetapi secara fungsional ketiga lembaga
tersebut melakukan kerja sama untuk mengeluarkan kebijakan – kebijakan yang
penting bagi negara.
Dalam pembicaraan tentang
kepemimpinan nasional, yang menjadi fokus adalah bagaimana badan eksekutif yang
tentunya berbicara mengenai presiden dan perangkat pelengkapnya, tetapi pada
umumnya akan membicarakan mengenai siapa yang menjadi presiden dan bagaimana
proses regenerasi kepemimpinan nasional yang diterapkan dalam suatu negara.
Khusus untuk konteks indonesia yang menerapkan sistem presidensial maka
presiden pada dasarnya adalah mandataris dari MPR yang merupakan manivestasi
kedaulatan rakyat dan itu berlaku sejak bangsa ini merdeka sampai sekarang,
hanya pada tahun 2004 mendatang presiden tidak lagi dipilih oleh MPR, tetapi
kini rakyat yang langsung memilih presiden sehingga secara legitimasi presiden
mendatang akan lebih baik karena pemilih yang langsung memilihnya. Implikasi
kemudian yang terjadi dengan adanya pemilihan langsung preisden adalah kekuatan
DPR dan DPD untuk menggulingkan presiden akan lemah karena secara konstitusi
dan aturan main yang berhak untuk melakukan aksi delegetimasi adalah rakyat.
Akibat kebih lanjut yang mungkin akan terjadi adalah adanya fenomena power
rakyat yang harus terkonsulkidasikan sebagai pengontrol paling ampuh didalam
mengawasi penyelenggaraan negara yang dilakukan presiden terpilih.
Salah satu hal yang terkesan
lolos dalam pengawasan adadah bagaimana pertanggungjawaban secara publik DPR
dan DPD kepada rakyat dan mekanisme pengaturan kontrol tersebut sangat tidak
jelas sehingga terkesan adanya titik lemah dalam sistem politik khususnya
sistem perwakilan politik yang diterapjkan pada bagsa ini.
Kajian yang menarik untuk
negara dan masyarakat yang mengalmi fase transisi adalah bahewa kepemimpinan
nasional sangat memegang peranan yang penting dalam penentuan nasib bangsa dan
negara, hal itu terjadi karena karakter kepemimpinan nasional akan sangat
mewarna bagaimana bangsa itu kedepan, termasuk bagaimana proses penciptaan
negara yang maju dan sejahterah. Tetapi lebih jauh yang mesti dilakukan adalah
adanya pemberdayaan ditingkat masyarakat sipil agar terjadi proses penguatan
yang bisa memberikan kontribusi positif membangun demokratisasi yang sementara
berlangsung di Indonesia. Dalam wacana ini maka konsep Civil society adalah
sebuah tawaran yang menarik dimana dalam konsepsi ini dikemukakan bahwa dalam
suatu masyarakat yang akan maju harus diupayakan bagaimana pola hubungan antara
negara dengan masyarakat agar disatu sisi masyarakat akan menganggap diri
sebagai mitra bagai negara didalam mewujudkan tujuan negara, disisi lain negara
akan menempatkan diri sebagai mitra bagoivmasyarakat dengan jalan memberikan
stimulus bagi masyarakat untuk meningkatkan kemandiriannya sekaligus
meningkatkan kekuatan kontrol masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan
pemerintahan. Dengan demikian penguatan pemerintahan yang ditandai dengan
kepemimpinan nasional yang solid dan berwibawa semestinya diikuti dengan
penguatan masyarakat untuk melaksanakan fungsi kontrol terhadap negara.
H. Keseimbangan Kekuasaan
Sebagaiman yang telah dirintis oleh
pemikir-pemikir politik terdahulu seperti misalnya Jhon Locke, Thomas hobbes
maupun Monntesque, mereka membagi kekuasan dalam tiga bagian lembaga yang
mempunyai fungsi masing-masing yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif,
dan kekuasan yudikatif. Dalam perkembangannya kemudian, konsep trias politika
mengalami perubahan-perubahan pemaknaan dimana pertama kali konsep ini dimaknai
sebagai bentuk pemisahan kekuasaan yang masing-masing lembaga secara mandiri
melaksanakan kekuasaan tetapi kemudian bergeser menjadi konsep pembagian
kekuasaan yang dimaknai sebagai pemisahan secara struktural dan kelembagaan
tetapi secara fungsional ketiga lembaga ini melakukan kerja sama dalam
pelaksanaan tugasnya sehingga dalam mekanisme kerja ketiga lembaga saling
memperkuat posisi yang kemudian seringkali mengalami benturan kekuasaan yang
implikasinya mengakibatkan instabilitas sistem politik.
Konsep keseimbangan kekuasaan
sebenarnya adalah sebuah penafsiran yang multiperspektif dalam pengertian bahwa
keseimbangan kekuasaan bisa diartikan dalam arti yang luas yaitu keseimbangan
antara kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif.
Tetapi bisa jadi keseimbangan kekuasaan
meliputi antara kekuasaan negara dan masyarakat, sehingga pemaknaan
terhadap keseimbangan kekuasaan akan lebih konfrehensif dan menyeluruh.
Keseimbangan kekuasaan dengan model
pengertian seperti diatas akan mengakibatkan pemahaman secara lebih mendalam
terhadap konsep ini, karena ternyata dalam realitasnya kekuasaan itu tidak
hanya menggumpal pada titik negara yang meliputi lembaga eksekutif dan
legislatif serta yudikatif melainkan ternyata kekuasaan juga ada pada
masyarakat termasuk kelompok-kelompok kultural didalam masyarakat. Perlunya keseimbangan antara kekuasaan negara
dan masyarakat dalam hal ini disebut sebagai masyarakat sipil adalah agar
disatu sisi dalam aras negara terjadi keseimbangan kekuasaan diantara
lembaga-lembaga negara disisi lain terjadi penguatan kekuasaan ditingkat
masyarakat yang akan menjadi alat kontrol bagi negara atau struktur lembaga
negara didalam melaksanakan penyelenggaraan negara.
Apabila kita mencari format ideal
keseimbangan kekuasaan maka untuk sekarang ini konsep civil society adalah
sebuah alternatif pemecahan yanag dapat dipertimbangkan, karena dalam konsep
civil society menghendaki adanya hubungan yang harmoinis ditingkat struktur
negara maupun keseimbangan antara negara dan masyarakat, dimana negara dalam konsep ini akan mengposisikan
diri sebagai kekuatan yang akan memberikan stimulus untuk menciptakan kemandirian
masyarakat, sekaligus menciptakan kesadaran hukum dan kesadaran politik
masyarakat yang berfungsi unbtuk menciptakan penguatan pada aras masyarakat
dalam melakukan kontrol terhadap sehingga
kemudian negara tidak lagi
mempunyai kekuatan yang sewenang-wenang dalam menetapkan kebijakan dan
penyelenggaraan negara. Disisi yang
lain, masyarakat tentunya akan memposisikan diri sebagai mitra kerja bagi
negara didalam mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan secara bersama, dan
sekaligus masyarakat akan menempatkan posisi sebagai kontrol bagi negara dalam
pelaksanan penyelenggaraan negara.
I.
Dampak Kebebasan dan Keterbukaan.
Setelah reformasi bergulir sebagai
keberhasilan gerakan mahasiswa yang ditopang dengan gerakan rakyat
mengakibatkan ruang kebebasan dan keterbukaan dinikmati oleh masyarakat yang
selama masa sebelumnya dalam pemerintahan rezim Orde Baru dikekang. Sebagai akibat dari dibukanya ruang kebebasan
yang luas bagi masyarakat, maka dengan sendirinya masyarakat menikmati kebebasan
itu dengan euforia yang berlebihan.
Dampak dari euforia berlebihan tersebut masyarakat malah cenderung
melakukan aksi-aksi yang anarkis dimana pola tingkah laku seperti itu
kontraproduktif dengan demokrasi yang akan dibangun pada bangsa ini, sebab demokrasi
yang akan dibangun tidak mungkuin akan mencapai hasil yang maksimal jikalau
kebebasan dan keeterbukaan yang ada itu dikotori dengan aksi-aksi anarkis,
malah kemungkinan besar yang akan terjadi adalah terciptanya kembali
pemerintahan yang otoriter sebagai akibat dari politik ketertiban yang akan
dilakukan oleh negara dalam meredam aktivitas politik masyarakat yang
konvensional.
Sebagaimana
yang dikatakan oleh O’Donnel atau Samuel P.H Tintong, bahwa negara yang
mengalami fase transisi akan berada pada
fase ketidak pastian dan ketidak menentuan yang tinggi, menurut tesis mereka
transisi yang sedang berlangsung pada sebuah negara kemungkinan akan mengarah
kepada demokrasi yang dicita-citakan atau mungkin akan menuju pada bentuk lain
seperti otoriterianisme jenis baru atau pemerintahan baru hasil revolusi
jikalau prasyarat demokrasi tidak terpenuhi.
Mengingat
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam masyarakat dan negara transisi
maka dalam hal ini sangat penting upaya melakukan konsolidasi demokrasi
ditingkatan masyarakat dan elit - elit politik.
Dengan demikian kebebasan yang dinikmati oleh masyarakat sekarang harus
terus dipertahankan tetapi dengan melakukan upaya kelembagaan agar yang tercipta kemudian bukanlah
anarkisme politik yang ujung - ujungnya
adalah chaos politik.
Kritikan
dari Samuel P.Huntington terhadap para ahli politik yang ada yaitu bahwa mereka
lebih memusatkan perhatiannya terhadap perubahan sosial yang cepat sehingga
kemudian memberikan implikasi terjadinya instabilitas sosial politik yang
seringkali terjadi yang ternyata dampaknya terhadap demokratisasi adalah sebuah
proses yang berjalan bergelombang bahkan mengarah pada gerak yang sifatnya
involusi. Dalam konteks ini Ia mengemukakan bahwa yang terpenting sebenarnya
yang harus dilakukan adalah bagaimana melakukan proses pelembagaan politik yang
syarat mutlaknya adalah pembangunan kelembangaan politik yang kuat yang
mempunyai kapasitas intitusional yang dapat responsif terhadap perubahan
politik yang terjadi, termasuk kebebasan dan keterbukaan politik yang sedang
melanda bangsa ini.
Kebebasan
dan keterbukaan yang melanda bangsa Indonesia sebenarnya merupakan suatu
indikasi yang positif bagi prospek demokratisasi, tetapi hal yang harus
dilakukan adalah bagaimana mengindentifikasikan kebebasan yang bagaimana yang
menopang demokratisasi dan model keterbukaan bagaimana yang efektif terhadap
demokratisasi, hal ini sangat penting dilakukan sebab bisa jadi keterbukaan
yang diterpakan dalah sebentuk upaya pelemahan kelembagaan maupun secara
kultural, begitu juga kebebasan yang ada adalah sutu bentuk ekspresi kehidupan
bersama yang menempatkan tanggungjawab dan kesadaran terhadap aturan main yang
disepakati bersama.
J. Terorisme
Isu terorisme semakin menjadi wacana
dominan setelah Amerika serikat melakukan propaganda melalui media untuk
melakukan perlawanan terhadap terorisme, hal itu dilakukan oleh Amerika Serikat
setelah kejadian yang luar biasa menggemparkan negara adikuasa tersebut dengan
peristiwa peledakan gedung kembar WTC dan Pentagon sebagai markas Angkatan
Darat yang merupakan kebanggan bagi negara tersebut. Walaupun tanpa ada bukti,
Amerika serikat melemparkan issu bahwa peristiwa peledakan tersebut dilakukan
oleh gerakan yang terorganisir yang mencoba untuk menghancurkan Amerika serikat
dan berusaha untuk menarik perhatian dunia Internasional. Sebagai tindak lanjut
untuk memerangi terorisme Amerika Serikat melakukan politik tinggi dengan cara
melakukan pembusukan karakter terhadap terorisme melalui propaganda dimedia,
selain itu berupaya mencari dukungan dari negara-negara lain dengan dalih untuk
memerangi terorisme dalam rangka menjaga ketertiban dan perdamaian dunia.
Selanjutnya melakukan agresi militer ke negara Afganistan untuk melumpuhkan
kekuatan terorisme Al- Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden yang disinyalir
sebagai biang peledakan gedung WTC dan Pentagon. Disinilah letak dari kerancuan
pemaknaan terorisme dimana agresi militer yang dilakukan oleh AS dilakukan
dengan atas nama penghancuran terhadap teroorisme akan tetapi disisi lain
secara langsung telah melakukan teror terhadap warga negara Afganistan, yakni
munculnya kondisi yang tidak nyaman, tidak aman serta tidak tentram bagi warga
Afganistan sendiri, karena agresi yang dilakukan oleh AS tersebut dilakukan
secara sporadis dengan dalih melakukan pencarian terhadap pimpinan Al-Qaeda dan
para pengikutnya tanpa memikirkan aspek ketentraman dari warga, dimana-mana
hampir tiap harinya warga hanya mendengar suara peluru dan dentuman peluru
kendali yang diarahkan ketempat-tempat yang disinyalir sebagai tempat
persembunyian dari Al-Qaeda, suasana tersebut menjadikan warga Afganistan
kalang kabut untuk mencari tempat yang aman dari agresi tersebut.
Dalam waktu yang sangat singkat
kemudian respon negara-negara terhadap isu terorisme bermunculan dan itu
dilakukan baik secara intern maupun secara ekstern dengan melakukan kerja sama
dengan negara-negaran lain untuk melakukan pemberantasan terhadap terorisme.
Begitu juga banyak bermunculan kasus-kasus lain yang disinyalir berkaitan
dengan terorisme internasional yang ingin melakukan kekacauan internasional,
untuk konteks Indonesia banyak teror bom yang melanda yang tak luput dari
beberapa pandangan yang menyangkutkan dengan terorisme internasional, misalnya
tragedi pemboman di Bali yang secara internasional menggemparkan warga dunia
karena selama ini yang dikenal dan sering dikunjungi oleh wisatawan dari luar
negeri adalah Bali , selain itu korban yang ada di Bali banyak warga dari luar
negeri terutama Australia. Dengan adanya kasus bom yang merupakan peristiwa
terorisme terbesar di Indonesia menyebabkan implikasi yang luar biasa terhadap
indonesia baik dari segi ekonomi maupun dari segi yang lain termasuk bidang
politik keamanan. Dengan adanya peristiwa Bali maka kemudian Indonesia melakukan
langkah proaktif didalam memerangi terorisme termasuk dengan membuat UU tentang
terorisme sekaligus menggalang kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam
memerangi terorisme.
K.
Politik Luar Negeri Indonesia
Politik
luar negeri dari suatu negara dengan negara lain itu mempunyai karakteristik
yang berbeda-beda, hal itu disebabkan karena masing-masing negara mempunyai
sumber daya yang berbeda-beda sekaligus kepentingan nasional yang menjadi
prioritas dari setiap negara berbeda. Walau demikain sebenarnya politik luar
luar negeri suatu negara mempunyai substansi yang sama jika ditinjau dari segi
tujuan nya yaitu masing masing negara akan mencapai tujuan nasional bangsa dan
negaranya dalam hubungan internasinal tersebut.
Indonesia
dalam hal ini menganut sistem politik luar negeri bebas aktif yang mana
Indonesia dalam praktek politik luar negerinya bebas menentukan akan
berhubungan dengan negara yang mana sekaligus bebas untuk menentukan sikap
terhadap situsi politik internasional yang sedang berkembang, bebas juga dapat
dimaknai bahwa dalam menentukan sikap politiknya Indonesia tidak dipengaruhi
oleh negara lain. Sedangkan aktif adalah perwujudan dari sikap politik luar
negeri Indonesia yang mana akan aktif didalam memberikan sikap politik terhadap
situasi politik dunia, sehingga dalam hal ini aktifnya indonesia dalam
menyikapi persoalan politik internasional merupakan wujud dari politik luar
negeri Indonesia yang bebas aktif.
Lalu
bagaimana dengan politik bebasa aktif Indonesia yang ada sekarang ini dalam era
terorisme internasional sebagai gejala internasional. Meski sebenarnya
Indonesia hati-hati dalam menetapkan sikap politiknya sebelum kejadian tragedi
bali, tetapi setelah kejadian bom Bali maka Indonesia dengan tegas memberikan
sikap politik yang menentang terorisme yang sangat bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusian. Sikap politik luar negeri indonesia kemudian menjadikan
terorisme sebagai agenda dalam melakukan kerja sama antar negara sehingga dalam
kenyataannya Indonesia bersikap yang tegas memerangi terorisme. Sikap perang
yang dilakukan oleh Indonesia berbeda dengan Amerika Serikat yang cenderung
menggunakan isu terorisme sebagai kendaran politik untuk melakukan tekanan
terhadap negara-negara tertentu yang tentunya untuk mencapai tujuanya yang
merupakan taktik politik yang tinggi.
Dalam
realitas politik luar negeri Indonesia sebenarnya seringkali terjadi
penyimpangan arah dimana menurut sebagian pengamat bahwa politik luar negeri
bebas aktif hanya menjadi sebuah simbolisasi belaka padahal yang dilakukan
adalah ketidakjelasan sikap politik terhadap situasi politik internasioanal
yang sedang berkembang. Sehingga dengan adanya kenyataan tersebut ada beberapa
pengamat politik Luar negeri Indonesia mengusulkan agar politik luar negeri Indonesia
harusnya bukan hganya bebas aktif tetapi harus proaktif dan kreatif serta
kejelasan visi dan misi.
Penutup
Demikianlah
resume yang sangat singkat dari beberapa tema seminar masalah-masalah politik
yang mana menurut penulis sangat penting untuk terus dikembangkan agar secara
lebih mendalam dengan analisis yang lebih tajam, begitu juga seyogyanya dalam
melakukan pengkajian dalam masalah politik maka pertanyaan yang berbau filsafat
dekonstuktif terus dikembangkan dengan model berfikir kritis sehingga resume
yang ada bukan hanya sebagai ringkasan yang dilakukan terhadap tema yang
diangkat tetapi lebih sebagai tindak lanjut terhadap permasalah yang kritis
yang mengemuka pada saat pelaksaaan prensentase di ruangan kuliah sehingga
betul-betul kemudian yang tersusun dalam resume seminar masalah-masalah politik
akan lebih memberikan konstribusi yang positif terhadap mahasiswa dalam upaya
meningkatkan daya analisis politik , terutama dalam melakukan analisis terhadap
wacana yang aktual sehingga mahasiswa ilmu politik memiliki pengetahuan yang
lebih dibangdingkan dengan mahasiswa
lain dan masyarakat umum.
Secara
mendalam sebenarnya tema-tenma yang diangkat kali ini adalah tema-tema yang
aktual baik secara realitas maupun secara wacana, sehingga ada ketertarikan
mahasiswa untuk melakukan kajian secara mendalam dan ini harus terus
dikembangkan terutama melakukan kajian spesifik terhadap tema yang penting,
dengan adanya pengakjian yang intens yang dilakukan maka bisa saja jika
ditekuni secara lebih luas akan bisa menjadi kumpulan tulisan yang bermamfaat.
Sebagai kata terakhir baragkali penulis ingin memberikan saran bagaimana
misalnya kalau ada upaya untuk mencari judul-judul yang menarik dan kontekstual
yang kemudian diramu oleh mahasiswa dengan tulisan yang lebih ilmiah dan
digarap secara serius yang kemudian di jilid dalam satu kumpulan tulisan yang
mungkin bisa berguna sebagai refensi tambahan bagi mahasiswa lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar