ABSTRAK
Salah
satu usaha yang cukup menjanjikan untuk masa depan yang cerah ialah bergelut
dalam dunia perikanan. Mengapa demikian? Karena secara garis besar potensi laut
yang dimiliki Indonesia lebih kaya dan luas disbanding daratannya. Namun
terkadang masih ada masalah yang sering muncul terutama bagi para nelayan yang
berada dipinggir pesisir masih banyak yang berada dibawah garis kemiskinan.
Sehingga campur tangan pemerintah dalam usaha untuk meminimalisir segenap
masalah yang ada. Setidaknya dengan program pemerintah yang dijalankan untuk
bidang perikanan diharapkan sedikit ada perubahan tingkat kesejahteraan untuk
masyarakan nelayan pesisir yang juga mempunyai peranan penting dalam perputaran
roda kehidupan kita.
Hal
yang mungkin tidak tampak oleh masyarakat umum mengenai kehidupan masyarakat
pesisir ialah keterbatasan dari segi ekonomi yang biasanya pula disebabkan oleh
ulah orang-orang yang bergelut dikepemerintahan yang tidak bertangggung jawab.
Maka dari itu pihak yang berperan penting untuk kembali memulihkan keadaan yang
optimal ialah pihak pemerintah juga yang harus didukung oleh segenap masyarakat
umum agar tercapai apa yang diharapkan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor
perikanan di Indonesia (terutama di Propinsi Riau) mempunyai peranan yang cukup
penting, terutama dikaitkan dengan upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi perikanan yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup
nelayan. Dari sektor ini dimungkinkan akan menghasilkan protein hewani dalam
rangka memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, meningkatkan ekspor, menyediakan
bahan baku industri, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta
mendukung pembangungn wilayah Propinsi Riau dan tentunya dengan tetap
memperhatikan kelestarian dan fungsi lingkungan hidup.
Menurut
Laporan Kompas 23 Juli 2008, dikatakan bahwa masalah perikanan dan nelayan saat
ini semakin terpuruk dengan himpitan ekonomi, harga BBM, dan teknologi yang
sangat rendah menyebabkan kaum nelayan selalu berada di lapisan paling bawah
dalam sektor pembangunan pertanian dan perikanan. Keberpihakan pemerintah dan
lembaga terkait lainnya belum mampu menyejahterakan mereka.
Pada
hal konsep pembangunan perikanan modern pada dasarnya merupakan suatu
pembangunan perikanan yang berorientasi agribisnis. Sasaran akhirnya adalah
meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan bagi para nelayan.
Karenanya
pembangunan perikanan menghendaki koordinasi yang mantap, mulai tahapan
perencanaan sampai kepada pelaksanaan dan pemantauan serta pengendaliannya.
Untuk itu , dibutuhkan visi, misi, strategi, kebijakan dan perencanaan program
yang mantap dan dinamis. Melalui koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai
pihak baik lintas sektor maupun subsektor, tentu dengan memperhatikan sasaran,
tahapan dan keserasian antara rencanan pembangunan nasional dengan regional,
diharapkan diperolah keserasian dan keterpaduan perencanaan dari bawah (bottom
up) yang bersifat mendasar dengan perencanaan dari atas ( top down) yang
bersifat policy, sebagai suatu kombinasi dan sinkronisasi yang lebih mantap.
B. Rumusan Masalah
Salah
satu model pengembangan sektor pertanian dan perikanan yang dewasa ini mulai
digalakkan adalah pengembangan agribisnis. Dalam pola ini nelayan diarahkan
berubah polanya dari minimalisasi profit ke arah maksimalisasi profit. Oleh
karena sistem agribisnis merupakan suatu runtut kegiatan yang berkesinambungan
mulai dari hulu sampai hilir, maka keberhasilan pengembangan agribisnis
perikanan ini sangat tergantung kepada kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai
pada setiap simpul yang menjadi sub-sistemnya dan bukan hanya para nelayan saja
sebagai subyek dan obyeknya. Untuk itu tulisan ini akan mencoba menganalisis
kebijakan sektor perikanan, utamanya mengenai pengembangan agribisnis yang
mungkin akan diterapkan juga di daerah Propinsi Riau.
C. Maksud dan Tujuan
Dari
skema di atas tampak bahwa kebijakan sosial bertujuan untuk memecahkan masalah
dan memenuhi kebutuhan sosial masyarakat. Selanjutnya dalam garis besarnya,
kebijakan sosial diwujudkan dalam 3 kategori, yakni perundang-undangan, program
pelayanan sosial, dan sistem perpajakan (Midgley, 2000). Berdasarkan kategori
ini, maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum atau
peraturan daerah yang menyangkut masalah sosial dan kehidupan sosial adalaj
wujud dari kebijakan sosial. Namun tidak semua kebijakan sosial berbentuk
perundang-undangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan
sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial
merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat
publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat
(Suharto, 2006).
Dengan
demikian arti kebijakan sosial menunjuk pada apa yang dilakukan pemerintah
sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian
beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program
lainnya. Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi
preventif, kuratif, dan pengembangan.
Selanjutnya
dikatakan oleh Suharto (2005), dalam konteks pembangunan social, kebijakan
social merupakan suatu perangkat, mekanisme, dan sistem yang dapat mengarahkan
dan menterjemahkan tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan sosial senantiasa
berorientasi kepada pencapaian tujuan social. Tujuan sosial ini mengandung 2
pengertian yang saling terkait, yakni: memecahkan masalah social dan memenuhi
kebutuhan social.
Berkaitan
dengan kebijakan perikanan di bidang agribisnis, juga merupakan kebijakan
sosial di mana yang terungkap sejauh ini memberikan kesan kepada kita bahwa
agribisnis adalah suatu corak pertanian tertentu dengan jati diri yang berbeda
dengan pertanian tradisional (yang dilakoni mengikuti budidaya yang berakar
pada adat istiadat dari komunitas tradisional) maupun dari pertanian hobi yang
tidak mendambakan nilai tambah komersial.
Agribisnis
adalah pertanian yang organisasi dan manajemennya secara rasional dirancang
untuk mendapatkan nilai tambah komersial yang maksimal dengan menghasilkan
barang dan/atau jasa yang diminta pasar. Oleh karena itu dalam agribisnis
proses transformasi material yang diselenggarakan tidak terbatas kepada
budidaya proses biologik dari biota (tanaman, ternak, ikan) tetapi juga proses
pra usahatani, pasca panen, pengolahan dan niaga yang secara struktural
diperlukan untuk memperkuat posisi adu tawar (bargaining) dalam interaksi
dengan mitra transaksi di pasar. Ikatan keterkaitan fungsional dari kegiatan
pra usahatani, budidaya, pasca panen, pengolahan, pengawetan dan pengendalian
mutu serta niaga perlu terwadahi secara terpadu dalam suatu sistem agribisnis
yang secara sinkron menjamin kinerja dari masing-masing satuan sub proses itu
menjadi pemberi nilai tambah yang menguntungkan, baik bagi dirinya maupun
secara keseluruhan.
Secara
konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas mulai
dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran
produk-produk yang dihasilkan oleh usahatani dan agroindustri, yang saling
terkait satu sama lain. Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu
sistem yang terdiri dari berbagai subsistem, yaitu:
(a) subsistem pengadaan dan penyaluran
sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian;
(b) subsistem budidaya atau usahatani;
(c ) subsistem pengolahan hasil atau
agroindustri, dan
(d) subsistem pemasaran hasil;
(e) subsistem prasarana dan
(f) subsistem pembinaan.
BAB III
PEMBAHASAN
Sebagai
industri yang bertumpu kepada proses biologis, dunia perikanan adalah dunia
pedesaan. Data statistik menunjukkan lebih dari 54 persen dari angkatan kerja
pedesaan bermata pencaharian di bidang pertanian/perikanan dengan rata-rata
pendapatan relatif lebih rendah dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang
bekerja di sektor lain dan yang tinggal di perkotaan. Rendahnya pendapatan
penduduk pedesaan, terutama yang bekerja di sektor perikanan ada hubungannya
dengan struktur pedesaan yang kurang kondusif bagi perkembangan agribisnis yang
dinamik dan kompetitif, karena sosok usahatani perikanan yang lemah prasarana,
fisik dan non fisik yang masih belum memadai, serta terbatasnya jangkauan
pasar.
Kita
semua mengetahui bahwa hampir sebagian besar produksi hasil perikanan adalah
hasil jerih payah nelayan yang bertumpu kepada usahatani keluarga , yang
didukung dengan sumberdaya manusia dan iptek yang masih tertinggal. Kondisi
struktural demikian itu menyebabkan terbatasnya kemampuan nelayan untuk
menjangkau sarana produksi dan kesempatan memperoleh sinergi yang diperlukannya
untuk berkembang.
Ditinjau
dari aspek dukungan pendanaan dari perbankan, ternyata investasi perikanan juga
sangat kurang diminati dunia usaha. Hal ini menjadi salah satu indikator dari
adanya suku bunga perbankan yang dirasakan terlalu tinggi untuk usahatani di
pedesaan dan fakta bahwa lembaga dan sistem perbankan belum sepenuhnya
menjangkau nelayan, baik dari segi kelembagaan maupun prosedurnya. Andaikata
jangkauan tersebut sampai kepada sasarannya, ternyata lembaga perbankan justru
telah menjadi sarana untuk mengalirnya dana dari pedesaan ke perkotaan, karena
pedesaan lebih banyak menyimpan daripada meminjam. Disini terlihat bahwa
ketertinggalan dan keterbatasan nelayan ternyata merupakan faktor kondisional
yang berada dibalik mengalirnya dana dari pedesaan ke perkotaan tersebut.
Kondisi
lain yang ikut memperlambat laju penanaman modal di sektor pertanian khususnya
perikanan adalah keharusan untuk sejak awal menerapkan pendekatan terpadu yang utuh.
Produk perikanan mempunyai karakteristik yang mudah rusak dan bervolume dengan
dibandingkan nilainya. Penanganan pasca panen, penyimpanan , pengolahan,
pengangkutan dan lancarnya pemasaran menjadi sangat penting. Apabila penanam
modal tidak mampu menerapkan prinsip integrasi vertikal dalam investasinya,
maka ia terpaksa harus bergantung kepada adanya investasi lain yang menjamin
hadirnya semua mata rantai yang diperlukan agar produknya dapat dipasarkan
dengan baik.
Kebijakan
perikanan sebenarnya telah disusun memenuhi sistem agribisnis yang diharapkan,
yaitu salah satunya adalah berusaha meningkatkan keterkaitan antara subsistem
sehingga setiap kegiatan pada masing-masing subsistem dapat berjalan secara
berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Namun dalam kenyataannya
pola ini masih berkembang untuk beberapa desa di pedesaan Jawa, dan belum
menyentuh ke Propinsi Riau.
Untuk
itu ke depan kiranya perlu dipikirkan pembangunan prasarana dan sarana yang
memadai guna mendukung budidaya perikanan yang potensial melalui kajian yang
memadai. Propinsi Riau merupakan sentra perikanan yang strategis karena
letaknya berupa perairan dan laut.
BAB IV
PENUTUP
Keberhasilan
suatu kebijakan apabila pada salah satu programnya terdapat pilot proyek yang
benar-benar mengikuti aturan yang ada pada kebijakan tersebut. Maka pembangunan
perikanan berwawasan agribisnis bukan lagi sekedar bertumpu pada persoalan
produksi semata-mata, akan tetapi lebih berwawasan kepada peningkatan
pendapatan dan mutu kehidupan yang lebih baik, dan itu sangat layak
dikembangkan untuk kasus Propinsi Riau.
Kebijakan
perikanan yang perlu dikembangkan tersebut perlu disusun berdasarkan alur
proses perencanaan pembangunan perikanan, yaitu telah mengetahui situasi
lingkungan dalam rangka pembangunan perikanan, misalnya telah mengetahui
permasalahan, dan peluang yang akan dihadapi dalam pembangunan perikanan.
Sehingga kebijakan yang dibuat telah mengacu kepada hasil analisa situasi
lingkungan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar