PERLUKAH ANAK-ANAK MENDAPAT HUKUMAN BADAN?
Melihat anak berbuat salah, orang tua ataupun guru sering tak kuasa untuk tidak memberikan hukuman badan pada si anak.
Padahal, hukuman fisik itu belum tentu perlu. Sebab, hukuman macam ini justru sering berdampak buruk. Ada cara lain yang lebih baik dan patut dianut.
Kita masih ingat, pada tahun 1960-an atau 1970-an, masih banyak orang tua yang menghukum anak dengan sabetan gagang kemucing atau sapu, hanya gara-gara anak memecahkan piring murahan, tidak mau disuruh ke warung atau mengerjakan PR. Atau kalau di sekolah, ada guru yang menghukum anak push up sampai pucat pasi lantaran terlambat datang. Pikir mereka, si anak bakal jera melakukan kesalahan yang sama.
Kini, hukuman badan justru sering digugat efektivitasnya oleh kalangan orang tua, para pendidik, maupun psikolog. Hukuman badan ada kalanya memang berdampak positif. Namun, terbuka pula peluang untuk melahirkan dampak negatif.
Secara filosofis, orang tua merasa bertanggung jawab untuk mendisiplinkan dan menghukum anak demi kebaikan si anak sekarang dan kelak. Bahkan, secara tradisional pun, hukuman badan telah diterima sebagai salah satu metode sangat efektif untuk mengendalikan dan mendisiplinkan anak. Hal ini didukung oleh masyarakat yang percaya bahwa hukuman badan penting untuk mencegah degradasi moral, baik dalam kalangan rumah tangga maupun masyarakat.
Di sekolah, hukuman badan masih sering digunakan. Banyak guru atau para pendidik berpendapat, ketakutan murid pada hukuman fisik akan menambah kekuatan atau kewibawaan guru. Dengan demikian sang murid akan lebih mudah dikendalikan. Namun, ini bukanlah satu-satunya cara untuk mengendalikan murid atau anak. Ada banyak metode yang bisa dipilih untuk menumbuhkan kepatuhan atau kedisiplinan. Namun, jika semua metode tersebut sudah tidak mempan, hukuman badan bisa dijadikan jalan terakhir untuk menumbuhkan kepatuhan.
Bisa berakibat buruk
* Terhadap hukuman yang diterima, si anak bakal memberikan reaksi aktif atau pasif.
Reaksi aktif dapat dilihat saat hukuman berlangsung. Umpamanya, berteriak, mengentak-entakkan kaki, dll. Sedangkan reaksi pasif pada umumnya tidak ditunjukkan di depan orang tuanya. Contohnya, menyalurkan kemarahan kepada adiknya atau pembantu rumah tangganya.
Sebenarnya secara psikologis, manusia mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk berbuat baik atau buruk. Hukuman badan mungkin akan mendukung perbaikan perilaku buruk mereka. Jika digunakan secara tepat, hukuman badan akan menjadi cara paling tepat untuk menurunkan atau mengurangi kelakuan yang tidak bisa diterima.
Contohnya, acap kali orang tua memberikan hukuman badan bila anak tidak mau melakukan aktivitas tertentu macam membuat PR atau melakukan latihan-latihan lain. Dalam kasus ini, hukuman badan dapat merusak keinginan atau motivasi anak untuk mengerjakan aktivitas tersebut. Sehingga aktivitas berikutnya dilakukan karena paksaan atau rasa takut, bukan karena keinginannya sendiri, dan dilaksanakan semata-mata hanya untuk menghindari hukuman. Pekerjaan yang demikian akan dirasakan anak tidak nikmat.
Hukuman fisik, menurut Neil A.S. Summerheil asal AS dalam bukunya A Radical Approach to Children Rearing, merupakan suatu usaha untuk memaksakan kehendak. Walaupun tujuan utamanya untuk menegakkan disiplin anak, tindakan ini dapat berakibat sebaliknya. Anak menjadi frustrasi. Selanjutnya, anak hanya merespons pada tujuan hukuman itu sendiri. Banyak anak merasa bahwa menerima hukuman badan tidak terhindarkan, sehingga mereka menjadi resisten (kebal) terhadap hukuman tersebut. Hukuman badan tidak membuat mereka melaksanakan suatu aktivitas dengan baik. Sebaliknya, anak akan cenderung membiarkan dirinya dihukum daripada melakukannya.
James Dobson asal Illinois, AS, dalam bukunya Dare to Dicipline menekankan, hukuman badan tidak akan mencegah atau menghentikan anak melakukan tindakan yang salah. Ganjaran fisik ini justru bisa berakibat buruk. Bahkan, dapat mendorong anak untuk meneruskan dan meningkatkan tingkah lakunya yang salah. Riset ahli lain, Leonard D. Eron, menunjukkan hukuman fisik dikhawatirkan malah mendorong anak untuk bertingkah laku agresif.
Celakanya, orang tua sering kali malah bereaksi terhadap agresivitas ini dengan menggunakan cara yang salah, misalnya dengan meningkatkan intensitas serta frekuensi hukuman badan. Tidak heran kalau anak kemudian malah meniru tingkah laku agresif orang tua atau orang dewasa yang menghukumnya. Di sini secara tidak sadar orang tua telah mengajarkan anak untuk berperilaku agresif.
Gunakan hukuman variatif
* Hukuman badan secara fisiologis dan psikologis memiliki dampak jangka pendek dan panjang.
Efek fisik jangka pendek misalnya luka memar, bengkak, dll. Sedangkan dampak fisik jangka panjang misalnya cacat seumur hidup. Efek psikologis jangka pendek, misalnya merasa marah, sakit hati, jengkel untuk sementara waktu. Dampak ini tentu lebih ringan dibandingkan dengan efek psikologis jangka panjang, seperti merasa dendam yang mungkin sampai bertahun-tahun.
Bahkan, Philip Greven dalam bukunya Spare the Child: The Religious Roots of Punishment and the Psychological Impact of Physical Abuse menyatakan, efek psikis jangka panjang itu termasuk disasosiasi bermacam bentuk seperti represi atau amnesia, pikiran terbelah serta kekurangpekaan perasaan.
Hukuman yang muncul karena orang tua khawatir kehilangan kewibawaan, bukan upaya untuk menunjukkan kasih sayang atau melatih anak agar disiplin pada aturan, akan menimbulkan reaksi negatif. Menurut Neil, anak akan merasa hukuman sebagai lambang kebencian orang tua kepada mereka. "Tidak heran kalau kemudian anak bereaksi negatif," tegasnya.
Arnold Buss seorang psikolog dalam bukunya Man in Perspective mengingatkan, bila hukuman diberikan terlalu sering dan anak merasakan hal ini tidak dapat dihindarkan, anak akan membentuk rasa ketidakberdayaan (sense of helplesness). Anak tidak belajar apa pun dari hukuman tersebut, tetapi cenderung menerimanya tanpa merasa bersalah. Konsekuensinya, menurut ahli dari Kanada ini, hukuman tidak mempunyai arti apa-apa bagi mereka. Rasa tidak berdaya ini dapat dikurangi dengan menggunakan hukuman yang variatif, tidak monoton.
Kondisi bertambah parah apabila anak mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya sendiri sehingga anak tidak dapat memisahkan antara perilaku dengan kepribadian mereka yang sebenarnya. Mereka lalu menganggap dirinya memang bukan anak yang baik, tidak lagi memandang bahwa kelakuan mereka yang salah. Akibatnya, anak akan merasa rendah diri. Bila rasa tidak berdaya terhadap rasa rendah diri ini terbentuk, maka anak akan terus memandang diri mereka sebagai anak yang tidak baik. Akibatnya, mereka akan terus berperilaku buruk. Mereka pikir memang begitulah orang lain memandang dirinya. Dalam kasus ini kemungkinan untuk memperbaiki keadaan itu sangat sulit.
Tanpa hukuman badan
* Menurut Debby Campbell, seorang pendidik asal Ottawa, Kanada, dalam bukunya About Dicipline and Punishment, efektivitas hukuman badan lebih tergantung pada metodenya ketimbang frekuensinya.
Setiap kali menerima hukuman, memang anak akan jera untuk melakukan kesalahan yang sama. Namun setelah menerima hukuman, pada umumnya anak akan berusaha menarik perhatian orang tuanya untuk memperlihatkan penyesalan mereka atas perbuatan buruknya. Setelah situasi emosional berakhir, sering kali anak ingin berada dalam pelukan orang tuanya.
"Saat ini orang tua harus menyambut dengan pelukan hangat, penuh kasih sayang. Di sini pembicaraan dari hati ke hati antara anak dan orang tua perlu dilakukan," tambah Dobson. Di sinilah hukuman berdampak positif karena dapat meningkatkan perasaan cinta kasih antara anak dan orang tua.
Sebenarnya ada berbagai cara untuk mendidik anak agar mereka menaati suatu aturan atau melaksanakan suatu aktivitas. Tidak perlu harus dengan hukuman badan. Sekali lagi, hukuman badan harus dipandang sebagai jalan terakhir.
Jalan terbaik antara lain dengan memberikan teladan yang baik. Dengan demikian si anak akan mempelajari tentang apa yang boleh dan tidak boleh mereka perbuat. Metode non-hukuman badan bentuk lain adalah metode time out dengan mengisolasi si anak dalam ruangan kurang nyaman baginya selama beberapa menit. Atau, anak diminta mengerjakan sesuatu yang kurang menyenangkan baginya, misalnya membersihkan kamar mandi, menyapu, dilarang menonton TV seharian, dll. Namun hendaknya anak diberi peringatan sebelum hukuman dilaksanakan.
Jika hukuman badan tidak dapat dihindarkan, A.M. Cooke dalam bukunya Family Medical Guide memberikan beberapa saran hukuman badan seperti apa yang patut dilakukan:
* Memukul anak dengan menggunakan telapak tangan terbuka pada pantat, kaki, atau tangan.
* Hukuman diberikan cukup satu kali sehari.
* Jangan memberikan hukuman badan pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun.
* Sedapat mungkin hindari hukuman pada saat orang tua sedang pada puncak emosi.
* Hukuman diberikan singkat dan sungguh-sungguh, segera setelah kesalahan dilakukan. *
KEGUNAAN JERUK NIPIS
Perasan jeruk nipis ternyata berguna bagi penderita batu ginjal.
Kesimpulan tersebut adalah sari penelitian Mochammad Sj ‘bani, ahli ginjal dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, yang dimuat dalam buku 90 Tips Kesehatan.
Gagasan penelitian ini berawal dari pengalaman sebuah keluarga yang memiliki kecenderungan batu ginjal. Seluruh anggota keluarga terkena batu ginjal kecuali seorang anak gadisnya. setelah diteliti ternyata si gadis rajin minum jeruk nipis. Dugaan sementara, jeruk nipis inilah yang menekan pembentukan endapan batu ginjal.
Sementara itu, dalam dunia kedokteran, kalium sitrat selalu diberikan kepada pasien batu ginjal pasca operasi. Senyawa ini menguraikan zat-zat, seperti sulfat, fosfat, dan natrium yang berpotensi membentuk endapan batu yang memicu gagal ginjal.
Sayangnya, harga kalium sitrat lumayan mahal, dan harus diminum empat butir sehari selama beberapa minggu. Sja’bani kemudian meneliti kemungkinan jeruk nipis sebagai pengganti kalium sitart. Kebetulan, jeruk nipis bulat (Citrus aurantifolia) mengandung sitrat yang lebih tinggi ketimbang jeruk nipis oval, jeruk lemon, jeruk manis, atau jeruk keprok.
Berikutnya, Sj’bani, melakukan uji klinis terhadap 72 pasien batu ginjal pascaoperasi. Responden dibagi dua kelompok. Kelompok kedua hanya diberikan plasebo. Sebelum dan sesudah penelitian, kondisi kesehatan ginjal responden terus dimonitor. Setengah tahun kemudian, Sja’bani melanjutkan penelitian selama sepuluh hari, responden dibagi dalam dua kelompok. Yang pertama diberi minuman perasan dua buah jeruk nipis bulat yang diencerkan menjadi dua gelas air jeruk, sekali sesudah makan malam. Dan kelompok kedua diberikan plasebo.
Hasilnya, kalium sitrat menekan berbagai kondisi, yakni kenaikan kadar pH dan penurunan kalium yang memicu endapan batu ginjal. “Hasil serupa juga terjadi pada kelompok yang minum air jeruk nipis.” Dengan demikian, menurut Sja’bani, minum air jeruk nipis sehari-hari juga berguna bagi mereka yang punya kecenderungan berpenyakit batu ginjal. (*)
SI KECIL BATUK? PERHATIKAN PENGATURAN MAKANANNYA!!
Seusai Lebaran, sudah merupakan hal yang tidak aneh lagi bila si kecil tiba-tiba menjadi batuk. Banyaknya konsumsi makanan yang manis-manis ataupun kurangnya istirahat karena lelah di perjalanan mudik, memang bisa membuat pertahanan tubuh buah hati Anda melemah dan terserang penyakit. Salah satunya yang lazim adalah batuk.
Walaupun tampak sepele dan seperti penyakit ringan yang biasa diderita pada iklim seperti sekarang ini, gejala batuk juga bisa bercampur dengan gejala lain, misalnya pada penyakit bronchitis yang disertai panas, demikian juga penyakit lain seperti flu dan sebagainya.
Kadang saat menderita batuk, si kecil juga kehilangan nafsu makan atau malahan sama sekali tidak doyan makan. Tentunya ini membuat Anda sebagai orang tua semakin kuatir akan kesehatannya. Pikiran Anda akan cemas, bagaimana bisa cepat sembuh dari batuknya bila makan saja tidak doyan? Untuk itu sebaiknya Anda pintar-pintar menyiasati pengaturan makan si kecil.
Perhatikan beberapa kunci sederhana pengaturan makanan di bawah ini agar kondisi tubuhnya bisa cepat membaik..
1. Kalau ada gejala panas, beri makanan lunak. Jangan lupakan untuk memberi banyak cairan atau minum air putih.
2. Nafsu makan yang menurun akibat batuk terus-menerus harus diimbangi makan yang cukup supaya kondisi tubuh membaik.
3. Untuk memudahkan pengaturan makannya, berikan saja makanan dalam porsi kecil tetapi sering dengan cara bertahap supaya kebutuhan gizinya terpenuhi.
4. Usahakan suplai dengan cukup protein karena penyakit dengan gejala batuk membutuhkan protein lebih tinggi dari biasanya.
5. Jangan berikan ia makanan gorengan atau bumbu yang merangsang agar tidak menimbulkan batuk. Kurangi juga konsumsi makanan yang terlalu manis dan bisa menimbulkan batuk seperti coklat, permen, manisan dan minuman manis.
6. Setelah anak sembuh, kalau berat badannya turun perlu ditingkatkan konsumsi makanannya. Mulailah dengan makanan favoritnya.
Untuk mendukung pengaturan makanan tersebut, jangan lupa tentunya konsumsi obat batuk anak-anak yang cocok untuk si kecil..
9 KEINGINAN ANAK DARI ORANG TUA
Ternyata, anak pun punya harapan kepada orang tua. Mereka menginginkan orang tua yang punya waktu luang untuknya, yang mau berbagi, dan sebagainya. Apa lagi?
Sudah seminggu ini Tesa diam membisu. Tak mau makan, enggan belajar, bahkan berbicara pun pelit. Selidik punya selidik, ternyata gadis 8 tahun ini tengah ngambek dan kesal pada orang tuanya. Menurutnya, orang tuanya hanya peduli pada diri mereka sendiri, dan membiarkan dirinya tumbuh sendiri bersama orang lain alias pembantu yang setiap hari mengasuhnya.
Terlalu sibuk, itu alasan klise kenapa banyak orang tua yang akhirnya menyerahkan urusan si kecil pada baby sitter atau pembantu. Padahal, anak menginginkan orang tua yang mau memerhatikan mereka. Apa lagi keinginan anak yang perlu diketahui orang tua?
1. WAKTU LUANG
"Mama, kok, sibuk terus, sih? Memangnya kerja enggak ada liburnya?" protes Tesa suatu hari pada sang mama.
Ya, boleh-boleh saja Anda sibuk berkarier di luar rumah, karena tujuan bekerja pasti untuk anak juga. Namun, anak pun menginginkan Anda memiliki waktu luang baginya. Jadi, Anda harus pintar me-manage waktu. Yang pasti, Anda harus menetapkan hari libur yang tak boleh lagi diusik dengan pekerjaan. Pergunakanlah waktu libur bersama anak.
2. KASIH SAYANG
Kebutuhan anak tak hanya kebutuhan fisik. Hal ini seringkali tidak disadari para orang tua yang sibuk berkarier. Mereka berpikir, melimpahi anak dengan harta benda sudah cukup.
Padahal tidak, kasih sayang dan perhatian Andalah yang paling penting untuk anak. Bentuk perhatian tidak melulu harus hadiah, tetapi dengan menemaninya belajar ataupun bermain, sudah cukup membuat anak senang.
3. TIDAK BERTENGKAR
Orang tua kadangkala tidak menyadari, saat emosi mereka memuncak, masalah anak dikesampingkan. Cekcok di depan anak lalu tak lagi jadi masalah, tidak peduli apakah anak merasa tertekan atau tidak, yang penting amarah itu bisa terlampiaskan.
Cara ini jelas salah. Boleh-boleh saja Anda dan pasangan bertengkar, tetapi janganlah di depan anak. Secara psikologis, ini tidak baik untuk perkembangan anak. Jiwanya akan tertekan dan ia akan bingung, siapa yang harus dibela dan disalahkan. Ayahnya-kah atau ibunya-kah? Nah, jika persoalan muncul, sebaiknya selesaikan saat anak tidak di rumah
atau sedang tidur, sehingga ia tidak melihat atau mendengar orang tuanya tengah ’berantem’.
4. TIDAK PILIH KASIH
Ninies mempunyai 2 anak. Tesa dan Oiya. Nah, si kecil Oiya diberi perhatian yang lebih dibandingkan Tesa. Pikirnya, si kakak juga akan mengerti bahwa adiknya itu bungsu. Jadi, wajar saja jika ia berlaku demikian.
Padahal, cara ini jelas salah dan tidak mendidik. Jangan sekali-sekali membedakan kasih sayang antara anak yang satu dengan anak yang lain. Jelas ini akan membuat anak yang dinomorduakan cemburu. Jangan pernah membuat batasan, yang bungsu harus lebih disayang daripada yang besar. Kalau tidak
5. RAMAH
"Mama jahat, Mama judes! Tesa benci sama Mama!", protes Tesa suatu hari pada sang Mama. Pasal kekesalannya, karena ketika temannya berkunjung ke rumah, mamanya tidak bersikap ramah. Memang, sih, ia tidak memberitahukan teman-teman sekolahnya akan datang, sehingga merepotkan mamanya menyiapkan makanan.
Sikap orang tua yang tidak bersahabat pada teman-teman si kecil jelas akan membuat anak merasa tidak nyaman. Dan ini sangat sering terjadi. Saat orang tua bete dan tidak siap menerima kedatangan teman anaknya, timbullah sikap tidak bersahabat. Untuk itu, meski suasana hati sedang tidak nyaman, cobalah tetap bersikap ramah pada teman-teman si kecil. Ingat, anak tak siap menerima perlakuan seperti itu dan akan berontak jika orang tuanya mempermalukannya.
6. MENEPATI JANJI
Janji adalah utang yang harus ditepati. Hal ini seringkali terlupakan para orang tua. Mereka menganggapnya sepele dan merasa tidak perlu harus selalu menepati janjinya pada si kecil. Bisa jadi, orang tua memang lupa, tapi sebaiknya hindari ingkar janji.
Ninies misalnya. Ketika Tesa sakit dan sulit minum obat, ia menjanjikan akan memberikan hadiah tas baru kalau mau minum obat. Namanya anak, diiming-iming dapat hadiah jelas saja bersemangat. Setelah sembuh, janji itu ditagih. Ternyata janji tinggal janji. Jelas saja si anak kecewa yang berujung dengan aksi ngambek dan nangis.
Sebaiknya, jangan pernah memberikan janji pada anak, jika hal itu hanya Anda maksudkan bercanda atau tidak sungguh-sungguh. Anda tidak mau, kan, dicap anak sebagai orang tua pembohong? Jika Anda sudah telanjur janji, sebaiknya ditepati.
7. PINTAR
Hal lain yang perlu Anda ketahui, anak ternyata juga menginginkan punya orang tua yang pintar dan cekatan. Tidak harus menjadi seorang profesor, tetapi setiapkali ia bertanya, Anda bisa menjawabnya.
Berikan jawaban yang masuk akal. Sebaiknya, berikan jawaban yang simpel dan tidak terlalu rumit, karena justru akan membuat anak bingung. Dalam hal pelajaran misalnya, Anda bisa mengikuti perkembangan belajar anak dari hari ke hari dan membaca buku pelajarannya. Dengan demikian, Anda akan mendapatkan solusi saat si anak mengalami kesulitan dalam belajar.
8. JADI TEMAN
Hubungan antara orang tua dan anak seringkali tidak harmonis, karena orang tua membuat batasan, tidak mau mengakrabkan diri pada anak dengan alasan agar anak segan. Padahal, sebagai anak, mereka juga menginginkan orang tua tidak saja menjadi tempat untuk meminta ataupun berlindung, melainkan juga bisa diajak berbagi alias curhat.
Nah, inilah yang terkadang tidak disadari para orang tua. Sulit membaur dalam kehidupan anak, membuat jarak, dan tidak mau tahu masalah yang dihadapi anak. Mulai sekarang, cobalah menata kembali hubungan Anda dan anak agar lebih akrab. Sehingga posisi Anda tak hanya sebagai orang tua, tetapi juga bisa sebagai teman.
9. MAMPU MENGATASI MASALAH
Seringkali, orang tua tidak menyadari sikapnya, dan mengeluh di depan anak. Keluhan Anda pun bermacam-macam, dari masalah keluarga sampai urusan pekerjaan yang membuat bingung si kecil. Mau tidak mau, ini melibatkan anak untuk turut berpikir dalam persoalan yang Anda hadapi. Padahal, itu tidak perlu. Kenapa harus berbagi masalah dengan anak? Apa yang dapat Anda harapkan dari seorang anak yang masih kecil dan pola pikirnya belum luas? Kalaupun anak memberikan pendapat, pasti Anda tidak puas karena tidak sesuai dengan yang Anda harapkan. Jadi, bicarakan masalah Anda dengan pasangan ataupun orang yang lebih tua dan memahami masalah tersebut. (Tabloid Nova)
BAYI TAK PERLU BEDAK DAN MINYAK
Oleh dr. Eric Gultom, Dokter spesialis anak, di Jakarta
Apakah bayi saya perlu diberi bedak?
Jawabannya, bisa ya dan bisa tidak! Jika tujuannya untuk membuat tubuh bayi menjadi harum, untuk mengeringkan keringat, dan menyeka bekas BAK (buang air kecil) atau sesudah cebok, sebaiknya bedak tidak diborehkan.
Pasalnya, di daerah tropis bayi Anda cenderung lebih sering berkeringat. Kalau Anda mengoleskan bedak di tubuhnya, akan terjadi persenyawaan antara bedak dengan keringat. Padahal, campuran keduanya merupakan media yang baik untuk berkembang biaknya kuman di permukaan kulit. Terutama di bagian tubuh tertutup macam lipatan leher, ketiak, atau selangkangan.
Selain itu, campuran air dan bedak akan menutup pori-pori kulit bayi yang sangat halus. Bahkan, bisa pula menyumbat pernapasan kulit dan saluran kelenjar keringat bila diborehkan terlalu tebal. Masalah lain yang dapat timbul adalah menyebabkan lebih banyak keringat buntet dan ruam di permukaan kulit.
Untuk membersihkan bayi, sebenarnya cukup gunakan air, lalu seka sampai benar-benar kering. Cukup seperti itu, tanpa ditambah-tambahi dengan bedak atau minyak lainnya. Bedak hanya boleh dipakai untuk mencegah tergoresnya kulit kering.
Akan tetapi kulit kering jarang terjadi di negeri tropis, mengingat udara yang cukup lembap dan kulit cenderung lebih basah. Berbeda dengan di negara empat musim yang mempunyai kelembapan udara lebih rendah.
Bila ingin juga memakai bedak, sebaiknya bubuhkan tipis-tipis saja di permukaan kulit. Caranya, taburkan sedikit bedak di tangan kita, lalu oleskan tipis-tipis di bagian tubuh, terutama yang mudah tergores.
Bagaimana dengan berbagai minyak, baby oil, atau baby cream?
Bahan minyak-minyakan, misalnya minyak telon dan minyak kayu putih, sering diborehkan dengan alasan mencegah masuk angin dan menghangatkan tubuh bayi (terutama minyak kayu putih). Padahal, bahan minyak-minyakan, terutama baby oil dan baby cream, lebih parah lagi dampaknya dalam hal menyumbat pori-pori kulit dan saluran kelenjar keringat.
Oleh karena itu, sebaiknya produk minyak-minyakan itu tidak diborehkan pada kulit bayi Anda. Selain menyumbat pori, bahan minyak-minyakan, seperti minyak telon dan minyak kayu putih, dapat menyebabkan iritasi bagi kulit bayi Anda. Akibatnya, sering kali kulit menjadi kering seperti terbakar dan bersisik (beruntusan).
Kalau alasannya untuk menghangatkan tubuh, cukup kenakan baju hangat untuk bayi Anda. Tidak kalah penting, dekaplah bayi Anda. Selain memberi kehangatan, juga menambah erat ikatan emosional antara Anda dengan bayi Anda.
Bagaimana? Mudah dan murah bukan? (intisari)
SI MEONG DAN SI GUGUG SUMBER PENYAKIT!!
Selain rabies dan leptospirosis, banyak lagi penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia. Jadi, masih perlukah memelihara hewan buat anak?
Banyak jenis hewan peliharaan untuk anak yang bisa dipelihara di rumah. Kucing dan anjing cuma salah dua di antaranya. Masih ada lagi iguana, ular, monyet, kelinci, tupai, tikus, ikan, berbagai jenis burung, sampai hewan yang rada seram seperti anak macan.
Tapi, amankah hewan-hewan peliharaan ini untuk si kecil maupun anggota keluarga lainnya? "Selama hewan itu dipelihara dengan baik dan benar oleh pemiliknya, aman-aman saja," ungkap Drh. Yeye Seri Danti. "Tapi tentu saja, kesehatan hewan peliharaan itu juga mesti diketahui lebih dulu."
Dokter hewan lulusan UGM ini mengingatkan, ada beberapa penyakit dari hewan peliharaan yang bisa menular pada pemiliknya. Entah melalui kontak fisik dengan hewan, dengan tempat makan, tempat feses, kandang, atau melalui perantara seperti udara dan air.
Sumber Bakteri & Parasit
Masih segar dalam ingatan kita, tiga tahun lalu sewaktu wabah banjir melanda Jakarta. Wabah penyakit leptospirosis menyerang manusia dan hewan-hewan peliharaan, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Penyakit akibat bakteri Leptospira yang dibawa tikus ini punya mekanisme penularan yang sangat mudah, yakni melalui urine tikus. Penyakit ini tak hanya menyebar ke manusia, namun juga anjing dan kucing. "Urine tikus yang mencemari tempat makan hewan itulah yang menularkan penyakit ini pada binatang peliharaan kita," ujar Yeye.
Lesu, lemah, tidak nafsu makan, muntah-muntah, adalah gejala yang bisa kita lihat bila anjing atau kucing mengidap penyakit tersebut. "Bila infeksi berlanjut, bakteri leptospira akan menyerang livernya sehingga selaput lendir anjing akan berwarna kuning," ungkap Yeye. "Akibatnya, tubuh hewan akan berwarna kuning."
Yang perlu diwaspadai, si kecil juga bisa terjangkit penyakit ini. Luka yang terbuka, bila bersentuhan dengan selaput lendir hewan yang sudah terjangkit penyakit ini bisa menjadi jalan masuknya bakteri ke tubuh anak. Begitu juga melalui gigitan. "Gejala yang mudah diamati pada anak biasanya flu yang berkepanjangan. Segera bawa ke dokter anak supaya dites darahnya, apakah ada infeksi bakteri ini atau tidak."
Selain bakteri, parasit juga mudah hinggap pada hewan peliharaan kita. Ektoparasit merupakan parasit yang biasa menyerang tubuh bagian luar hewan peliharaan, sehingga menimbulkan scabies (kudis) pada kucing atau demodex pada anjing. Dengan bersentuhan langsung dengan kucing atau anjing yang terkena parasit ini, parasit ini dengan mudah juga hinggap ke kulit anak.
Scabies pada kucing mudah diamati, yakni melalui ujung telinganya, karena bagian ini paling mudah diserang. "Scabies ini bisa disembuhkan dengan suntikan ivermectin dengan dosis tertentu atau dengan salep scabicid atau scabimite," terang dokter hewan yang enerjik ini. "Ulangi lagi pengobatan ini setelah 2 minggu dari pengobatan pertama sampai kucing sembuh."
Sedangkan demodex biasanya menyerang anjing. Parasit yang satu ini hidup di akar rambut, sehingga bila anjing kita terus menggaruk-garuk badannya, bisa dipastikan ia terserang parasit itu. "Penanganannya, mandikan anjing dengan shower yang bertekanan tinggi (hydrobath). Akan lebih efektif lagi bila dipadu dengan obat-obatan yang biasa kita sebut Amitras," ungkapnya. "Lakukan lagi pengobatan ini setelah 1 minggu dari pengobatan pertama, sampai minimal 8 kali. Kalau demodex-nya terbilang parah, dokter akan memberikan antibiotik Lincosin."
Masih ada lagi jenis endoparasit, yakni parasit yang menyerang hewan dari dalam tubuh, misalnya cacing. Anjing maupun kucing yang telah terserang penyakit ini biasanya lesu dan nafsu makannya berkurang. "Untuk mengurangi dan menghilangkan parasit ini, gunakan obat cacing khusus untuk hewan," terang dokter hewan yang telah bertugas di RS Hewan Jakarta sejak tahun 1993 ini. "Sebaiknya setiap 2 bulan sekali obat cacing diberikan, selama 6 bulan."
Hati-hati Lalapan!
Lalapan, telur dan daging setengah matang, bagi sebagian orang adalah makanan favorit. Namun makanan tersebut juga sangat berisiko dihinggapi parasit toksoplasma dan menyebabkan toksoplasmosis, bila penanganannya tidak benar. "Parasit ini sebenarnya berasal dari feses kucing yang mengandung ookista. Tetapi makhluk bersel satu ini akan berkembang biak dengan sempurna bila bersentuhan dengan tanah. Sebaliknya bila kotoran itu langsung terkena air yang mengalir seperti selokan, tidak akan menimbulkan dampak apa-apa," jelas Yeye.
Feses kucing yang kering dengan mudah terbawa angin, sehingga bersentuhan dengan banyak benda, termasuk rerumputan dan sayuran. Anjing, ayam, kambing, atau hewan ternak lainnya, bila mengonsumsi rumput yang telah terkontaminasi parasit ini dengan sendirinya tubuh atau daging mereka mengandung parasit ini. Jika daging hewan yang
mengandung parasit ini cuma dimasak setengah matang, parasit ini akan dengan nyaman hinggap dan hidup di dalam tubuh kita. Sayuran segar untuk lalapan, bila tidak dicuci dengan air bersih yang mengalir, juga berisiko menyumbangkan parasit ini.
Bagi wanita hamil, parasit ini bisa menjadi biang keladi terjadinya keguguran. Karenanya, wanita hamil sebaiknya tidak berhubungan langsung dengan hewan peliharaan, sebelum hewan peliharaan bebas dari segala macam penyakit. Sedangkan pada anak, parasit toksoplasma yang hidup di dalam tubuh, sedikit banyak akan mengganggu proses metabolisme. Flu, kejang atau pegal-pegal pada otot, biasanya gejala awal yang dirasakan penderita, 4-5 hari setelah terinfeksi parasit ini. Bila ini diabaikan, akan timbul gejala lain yang lebih gawat lagi, yakni meningitis. "Tes darah khusus untuk parasit toksoplasma, merupakan cara tepat untuk memastikan apakah penyakit yang sedang diderita anak disebabkan oleh parasit toksoplasma atau bukan," tegas Yeye. "Jadi kuncinya, memelihara hewan peliharaan boleh-boleh saja, tapi menjaga kesehatan mereka juga mutlak dilakukan."
Bleki, Puspus, Ayo Vaksinasi Dulu!
Anjing dan kucing pun perlu divaksinasi, layaknya manusia. Bahkan jenis vaksinasinya hampir sama banyak!
Anjing
1. Di usia 2 bulan, beri vaksinasi parvovirus, distemper, adenovirus (hepatitis), dan leptospira parainfluenza
2. Tiga bulan kemudian, ulangi vaksinasi di atas
3. Empat bulan kemudian, beri vaksinasi rabies (boleh diberikan saat usia anjing lebih dari 3 bulan). Bisa juga vaksinasi ulang parvo, distemper, hepatitis, dan leptospira
4. Ulangi semua vaksinasi setahun kemudian, lalu setiap 3 tahun.
Kucing
1. Di usia 2 bulan, beri vaksinasi klamidia, rhinotracheitis, calicivirus, panleukopenia. Ketiga vaksinasi terakhir untuk mencegah virus yang menyerang saluran pencernaan. Tapi vaksinasi ini bukan untuk kucing yang bunting atau berusia kurang dari 1 bulan
2. Setelah 3 bulan, ulangi lagi vaksinasi di atas
3. Empat bulan kemudian, beri vaksinasi rabies. Bisa juga vaksinasi ulang rhinotracheitis, calicivirus, panleukopenia dan klamidia
4. Ulangi semua vaksinasi setahun kemudian, lalu setiap 3 tahun.
Feses Burung Bisa Bermasalah
Burung tak cuma menyebabkan flu burung, seperti yang baru-baru ini kembali melanda Vietnam dan Hongkong. Jamur Criptococcus neoformans yang tumbuh di feses burung pun bisa menjadi penyebab gangguan pernafasan dan batuk kronis pada manusia. Kontak langsung dengan burung juga berisiko bila burung itu telah mengidap jamur cripto.
Sayangnya, pengobatannya belum ada. Yang bisa dilakukan ya, rajin membersihkan kandang burung. Jangan biarkan kotoran burung menumpuk di kandang.
Haa..chiii!! (Akibat Si Gugug?)
Hidung si kecil meler terus, sementara matanya berair? Bisa jadi dia kena alergi akibat serpihan kulit atau bulu si gugug atau si meong. Sekitar 6-15% masyarakat diperkirakan rentan alergi hewan peliharaan. Apalagi jika kecenderungan alergi memang sudah ada pada keluarga. Anak pengidap asma lebih rentan lagi kena alergi ini, dan bisa membuat asma makin parah.
Jalan satu-satunya ya, jaga kebersihan dan kesehatan hewan, sehingga tidak jadi 'produsen' serpihan ini. Hindari terlalu sering kontak dengan hewan. Ceklah sensitivitas si kecil terhadap alergi dengan membawanya ke klinik alergi.
Jangan Mencium, Jangan Mau Dijilati!
Mau aman dari penyakit akibat hewan peliharaan? Yuk, simak petunjuk Centers for Disease Control and Prevention ini:
Selalu basuh tangan dengan air dan sabun setelah bermain atau memegang hewan peliharaan, apalagi kalau hendak makan atau memegang makanan
Perhatikan makanan dan minuman hewan. Beri hanya makanan khusus hewan atau yang dimasak matang betul. Jangan beri makanan mentah atau setengah matang. Jangan biarkan hewan minum dari lubang toilet, mengorek-ngorek sampah, atau mencari kotoran hewan lain
Jangan memegang hewan yang tengah kena diare. Jika diare si pus atau si gugug lebih dari 2 hari, bawa ke dokter hewan
Jangan membawa ke rumah hewan yang tengah sakit. Jika membawa hewan dari pet shop atau pembiakan hewan, periksa kondisi dan sanitasi tempat tersebut
Jangan menyentuh atau hewan yang telantar karena kita bisa dicakar atau digigit. Hewan ini juga bisa membawa banyak bibit penyakit
Jangan pernah menyentuh feses hewan apapun!
Jika sedang sakit atau hamil, minta orang lain membersihkan kandang atau tempat kotoran hewan. Jika harus membersihkan sendiri, kenakan sarung tangan plastik atau karet dan segera basuh tangan dengan air dan sabun
Potong kuku kucing agar tidak mencakar kita. Jika kena cakar atau digigit, segera basuh dengan air dan sabun dan segera ke dokter hewan
Jangan biarkan si meong atau si gugug menjilati mulut atau luka di badan kita
Jangan mencium hewan peliharaan!
Bersihkan kutu, lalat dan serangga lain dari hewan peliharaan
Hindari memelihara hewan langka atau liar seperti monyet, musang, anak singa, kucing liar, kelelawar, atau tupai
Hindari reptil seperti ular, biawak, iguana, atau kura-kura. Jika menyentuh reptil apapun segera basuh tangan dengan air dan sabun
Jika mengunjungi rumah teman atau saudara yang memelihara hewan, lakukan tindakan pencegahan yang sama.
10 CARA BEROBAT SECARA EFISIEN
Dalam keadaan sekarang ini hidup terasa semakin sulit. Segala hal menjadi mahal. Dulu, jika sakit, tinggal pergi ke dokter. Tapi sekarang ini banyak orang yang tidak bisa selalu menebus obatnya, jika pergi ke dokter.
Sama seperti harga barang lain, harga obat pun ikut-ikutan terbang ke langit. Sementara upaya untuk mengobati diri sendiri pun bukan tanpa bahaya. Jika yang diobati sendiri bukan penyakit ringan, ongkos pengobatannya menjadi lebih besar. Misalnya, jika harus dirawat di rumah sakit. Memang ada kondisi yang bisa diobati sendiri dengan obat warung. Tapi ada saatnya pula kapan harus ke dokter, serta bagaimana bersikap kritis dan rasional dalam penggunaan obat.
Berikut ini ada sepuluh panduan yang mungkin bisa dimanfaatkan agar lebih efisien dalam berobat.
1. Tidak semua keluhan sakit memerlukan obat.
Betul. Bagaimanapun obat menjadi "racun" jika salah alamat dan dipakai secara berlebihan. Sekalipun itu obat warung, pasti ada efek sampingannya. Lebih-lebih jika sering dipakai. Efek sampingan obat sakit kepala terhadap ginjal dan hati, misalnya.
Orang Amerika sudah jera, sebab obat sakit kepala (aspirin) dulu diperlakukan masyarakat mirip kacang goreng. Sakit kepala sedikit, langsung minum obat.
Pihak yang konservatif lebih takut menggunakan obat, sehingga tidak sebentar-sebentar minum obat. Betapa ringannya pun obat itu pasti ada efek buruknya bagi tubuh. Mereka yang bergerak di bidang pengobatan alternatif merasa prihatin atas pemakaian bahan kimia obat pada tubuh. Pengobatan homeopathy, mixobition, prana, orthomoleculer medicine, accupressure, maupun akupungtur, sebetulnya hendak menjauhkan tubuh dari imbas bahan kimiawi obat. Jika masih bisa sembuh atau meringankan tanpa obat, sebaiknya tidak memilih obat.
2. Tidak semua obat menyembuhkan penyakit.
Memang, tidak semua obat menyembuhkan penyakit. Jika pemakaian obat yang sama untuk waktu lama tidak mengubah penyakit, mungkin obatnya memang tidak tepat. Dalam keadaan begini, sebaiknya obat segera dihentikan. Prinsip dalam memakai obat memperhitungkan unsur manfaat dan melupakan efek buruknya. Jika masih punya manfaat, efek buruk obat boleh dilupakan. Tapi jika minum obat tidak memberi manfaat, orang cuma memikul efek buruknya. Ini yang harus dicegah.
Banyak pasien kanker juga tidak sudi diberi obat, sebab efek buruk obat kanker dianggap menyengsarakan: rambut rontok, kulit jelek, dan sel darah rusak. Karena manfaatnya cuma memperpanjang hidup dan efek buruknya dirasa menyengsarakan, maka orang tidak memilih obat.
Obat menjadi tidak bermanfaat kalau dokter salah mendiagnosis. Pemakaian obat untuk penyakit baru yang tanpa reaksi kesembuhan harus dicurigai. Dalam hal ini selain salah mendiagnosis, bisa saja dokter salah memberi obat, atau obatnya memang palsu.
Rata-rata obat sudah memberikan reaksi setelah beberapa kali diminum. Obat suntik segera memberikan reaksi. Jika tidak ada reaksi sama sekali, tanyakan pada dokternya. Melanjutkan obat tanpa khasiat, selain merugikan kocek, juga memikul efek buruk obat.
3. Tidak semua obat dalam resep harus diterima.
Benar. Dalam meresepkan obat, dokter berpola pada dua hal. Pertama, memberikan jenis obat untuk meringankan keluhan dan penderitaan pasien. Jenis obat ini sebetulnya perlu tidak perlu. Jika pasien bisa tahan dengan keluhan demam, nyeri, batuk, mual, atau muntahnya, dan dokter memperkirakan tidak akan mengancam jiwa, obat pereda keluhan dan gejala tidak begitu perlu.
Yang lebih perlu tentu obat pokok. Obat ini yang membasmi atau meniadakan sumber penyakitnya. Kalau infeksi, ya, antibiotiknya. Kalau darah tinggi, ya, penyebab darah tingginya. Soal pereda demam, pereda nyeri kepala, pusing, boleh diberi boleh tidak.
Orientasi dokter sering memihak pada permintaan pasien. Kebanyakan pasien mengira keluhan dan gejala yang mereda identik dengan sembuh. Karena itu pasien (dan sering-sering juga dokter) lebih mementingkan obat simptomatik daripada obat untuk meniadakan penyebab penyakitnya. Dengan atau tanpa obat simptomatik, asal pilihan obatnya tepat, sebetulnya penyakit akan sembuh juga.
4. Mutu obat tidak ditentukan oleh harganya.
Bukan sebab harganya tinggi maka obat lebih bermutu. Semua obat generik, yang meniru obat aslinya, jika dibuat dengan standar pembuatan obat yang baik (CPOB), pasti sama manjurnya.
Banyak kali kesembuhan pasien ditentukan pula oleh faktor psikisnya. Rasanya kurang tokcer kalau tidak minum obat mahal. Pasien dari awal sudah tidak percaya pada obat yang berharga rendah. Sugesti begini bisa berpengaruh terhadap proses kesembuhan dan memang bisa tidak sembuh betulan. Efek placebo begini banyak menghantui orang kota. Imbasnya, dokter yang tak mau dianggap kurang bonafid akan selalu memberi resep yang mahal, walaupun ia tahu ada pilihan yang lebih murah. Takut pasien nggak sembuh. Padahal obat sama yang lebih murah mengobati lebih banyak pasien (di pedesaan) yang dari awalnya memang percaya saja.
5. Kebanyakan obat bisa menimbulkan penyakit baru.
Benar. Orang sekarang doyan sekali banyak minum berbagai jenis obat sekaligus. Minum obat jadi kebanggaan. Padahal di negara-negara maju, orang mampu pun semakin membatasi pemakaian obat.
Semakin berderet resep yang diberikan dokter, mungkin saja bisa mencerminkan keragu-raguan dokter. Tapi itu juga bisa untuk menenteramkan hati pasien, yang dianggap dokter punya efek menyembuhkan juga.
Banyak ahli obat mencemaskan kecenderungan dokter sekarang yang menulis resep lebih banyak. Resep yang disebut bersifat polypharmacy menjadikan perut pasien mirip apotek. Semua jenis obat masuk. Hal ini sering tidak rasional.
Pemakaian obat secara berlebihan yang tidak jelas manfaat dan tujuannya, jelas merugikan pihak pasien. Kasus kesalahan pihak dokter dalam memberi obat atau iatrogenic menjadi pembicaraan masyarakat modern. Kini, semakin banyak kasus orang sakit akibat kebanyakan obat yang tidak perlu. Penyakit iatrogenic sedang dicemaskan masyarakat yang sadar akan bahaya obat.
6. Pasien tetap punya hak bertanya.
Kesalahan selama ini sebab pasien tidak memanfaatkan haknya untuk bertanya pada dokter yang memeriksanya. Jangankan bertanya obat yang diberikan, soal apa
penyakitnya pun sering pasien belum tahu. Pasien cenderung menerima saja apa yang dikatakan dan diberikan dokter.
Di pihak lain, kondisi yang tersedia pada kebanyakan dokter di negara berkembang kurang cukup waktu bagi dokter untuk menjawab pertanyaan pasien. Dokter berpikir, yang penting sembuh, pasien tak perlu banyak bertanya.
Namun dalam hal obat, pasien perlu bertanya. Kultur pasien di Barat selalu memanfaatkan haknya untuk bertanya. Bahkan bertanya apa saja, sebab memang kewajiban dokter untuk menjelaskan, apa yang dilakukan dokter terhadap diri pasiennya. Termasuk obat apa yang diberikan, bagaimana cara kerjanya, apa efek buruknya, dan seterusnya.
Pasien yang banyak bertanya menguntungkan dirinya dalam banyak hal. Begitu juga dalam hal resep yang dia terima. Mestinya, pasien menanyakan jenis-jenis obat yang diresepkan dokter. Apa gunanya dan apa bahayanya. Apakah boleh dikurangi? Misalnya, obat-obat yang cuma meringankan keluhan dan gejala, apa bisa dicoret dari resep atas kesepakatan dokternya.
7. Apotek tidak berhak menukar obat lain dari yang ditulis dokter.
Ya, acap kali terjadi apotek menukar obat yang tidak sesuai dengan yang dituliskan dokter tanpa sepengetahuan dokter. Motifnya lebih karena alasan ekonomi. Mungkin obat yang diminta dokter memang tidak ada. Agar pasien tidak mencari ke apotek lain, apotek menukarnya sendiri dengan obat yang sama dari pabrik yang lain.
Mungkin juga sebab kenakalan apotek, misalnya sengaja menukarnya dengan obat yang walaupun sama tapi harganya lebih tinggi, atau yang memberi untung lebih besar bagi apotek. Ini berarti merugikan kocek pasien, padahal khasiat kesembuhannya tidak berbeda. Sekali lagi obat yang lebih tinggi harganya tidak berarti selalu lebih manjur.
8. Tidak semua obat harus dihabiskan.
Pasien sering bingung apa obat yang diberikan dokter perlu dihabiskan atau tidak. Juga karena komunikasi pasien - dokter yang buntu, pasien dirugikan sebab memakai obat secara salah. Sebab, tidak semua obat yang diberikan dokter perlu dihabiskan. Obat jenis simptomatik, yaitu untuk meredakan keluhan dan gejala pasti tidak perlu dihabiskan. Hanya diminum kalau keluhan dan gejalanya masih ada atau muncul lagi.
Obat yang masih sisa sebaiknya disimpan baik-baik. Jika tahu indikasinya, obat yang disimpan baik bisa dipakai kembali jika mengalami keluhan yang sama.
9. Tidak setiap kali sakit perlu ke dokter.
Benar. Demi penghematan dan efisiensi, masih arif kalau tidak selalu pergi berobat setiap kali sakit.
Untuk dapat berperan demikian tentu perlu pengetahuan medis dari bacaan dan pergaulan. Jika batuk pilek saja, bisa minum obat sendiri. Begitu juga jika mulas, pening, pusing, atau mual.
Hampir kebanyakan penyakit harian, biasanya akan sembuh sendiri walaupun tidak diobati. Tubuh kita punya mekanisme penyembuhannya yang besar. Intervensi obat yang terlalu cepat atau berlebihan justru mengganggu mekanisme alamiah tubuh.
Obat warung dibutuhkan jika orang sudah merasa terganggu dengan keluhannya. Misalnya, peningnya bikin susah tidur, atau mualnya sampai nggak bisa makan, obat baru diperlukan. Selama bisa tanpa obat, biarkan tubuh menyembuhkannya sendiri.
Jadi, kapan kita harus ke dokter? Yaitu bila keluhan dan gejala yang sama tidak menghilang sampai beberapa hari. Atau keluhan dan gejala yang sama berkembang progresif. Semakin hari keluhan dan gejalanya semakin berat. Ini tanda penyakitnya bertambah parah dan perlu intervensi medis.
Batuk-pilek lebih dari seminggu pun perlu diwaspadai. Siapa tahu sudah radang paru-paru, sinusitis, atau congekan. Mengobati sendiri memang tidak selamanya aman, selain berisiko membiarkan penyakit telanjur bertambah parah. Tapi dengan pengetahuan dan wawasan medis yang semakin banyak, di saat harga obat dan berobat menjadi semakin mahal, upaya pengobatan sendiri menjadi pilihan untuk efisiensi.
10. Banyak upaya untuk pencegahan bisa dilakukan.
Motto lebih baik mencegah daripada mengobati harus diingat kembali. Sebetulnya, banyak upaya bisa dilakukan supaya tidak gampang sakit.
Pertama, kondisi tubuh jangan sampai diperlemah. Dalam kondisi seperti sekarang, stres bisa merusak badan juga. Orang kurang doyan makan, menu menurun mutunya, istirahat terganggu sebab semakin susah tidur, pekerjaan bertambah berat karena harus cari tambahan kiri-kanan. Semua itu memperburuk pertahanan tubuh.
Dalam kondisi pertahanan tubuh yang buruk penyakit mudah menyerang. Selain infeksi, maag, darah tinggi, herpes zoster, sering flu, atau kena virus lain yang kesemuanya lazim menyerang orang dengan kondisi tubuh yang dibiarkan menurun terus.
Dalam keadaan seperti sekarang ini, tetaplah hidup teratur. Dalam musim penghujan perlu membuat tubuh lebih hangat. Pilih menu yang hangat, seperti soto, sop, dan berprotein tinggi. Jauhkan menu dan jajanan yang dingin seperti gado-gado, rujak, asinan, buah dingin, masakan Padang, serta semua yang dihidangkan secara instan, tidak panas, atau dimakan mentah.
Ketika tubuh mulai terasa kurang enak, stop kerja berat, makan makanan yang lebih banyak mengandung protein (daging, ikan, susu, telur), dan beristirahat lebih banyak atau
lebih sering. Jika merasa lesu dan mengantuk berarti tubuh memang mengajak kita untuk beristirahat. Isyarat ini jangan dilawan. Kalau memang maunya tidur terus, bawalah tidur dan jangan melakukan aktivitas apa pun, sekali pun menonton TV atau membaca.
Banyak penyakit yang menyerang orang yang tubuhnya sedang lemah. Semua penyakit virus, termasuk demam berdarah (yang kini cenderung menyerang orang dewasa juga, selain anak-anak), cacar air, herpes zoster dan herpes simpleks mulut, flu, dan banyak penyakit perut disebabkan oleh virus dari jajanan dan lingkungan kotor.
Semua ancaman di sekitar kita tidak mungkin kita redam. Yang bisa dilakukan hanya membuat tubuh lebih kuat dengan menu bergizi, cukup beristirahat, dan olahraga untuk melawan semua ancaman itu. Jika tubuh terasa loyo, mungkin diperlukan vitamin C, E, dan mineral lebih banyak, selain buah dan sayur-sayuran. *
MEMARAHI DAN MENCUBIT TIDAK SEHAT BUAT ANAK
Dewi, seorang Ibu yang tinggal di Jakarta, mengeluhkan kedua anak laki-lakinya yang kelewat bandel. "Kadang kala anak kami (terutama yang sulung) berperilaku yang membuat kami marah. Padahal, sebelumnya dinasihati secara halus, tetapi tetap tidak mau mendengar. Akibatnya, terkadang keluar kata-kata dengan nada yang tinggi bahkan mencubit," ujarnya dengan nada menyesal.
Kepada HM Ihsan Tanjung yang dimintai konsultasi, Dewi menanyakan tentang bagaimana sikap yang sebaiknya diambil dalam memarahi anak yang masih balita ini. Dewi khawatir bertindak di luar kontrol dan "menyakiti" anaknya.
Dewi juga menanyakan bagaimana seharusnya cara mendidik anak, baik secara fisik maupun mental, bagi anak-anak balita.
Menurut Ihsan, sebagai orangtua mestinya bersikap bijak dalam memperlakukan anak-anaknya sesuai dengan perkembangan usia mereka. Untuk anak usia 0-7 tahun, Ihsan menganjurkan agar orangtua lebih mengajak anak untuk bermain. Pada usia sekecil itu, bermain adalah masa mereka dan itu secara psikologis sangat baik bagi perkembangan kejiwaan anak.
Ihsan juga menganjurkan untuk usia tujuh hingga 14 tahun anak diajari disiplin mengenai etika bergaul. Pada usia itu anak memang sangat membutuhkan bimbingan dengan disiplin yang lebih tegas.
Sedangkan untuk anak usia 14 tahun ke atas, Ihsan menganjurkan agar orangtua mengambil sikap tepat dengan menjadikan anak sebagai sahabat. Pada usia seperti itu, anak mengalami perubahan kejiwaan yang dipengaruhi oleh lingkungannya dalam pandangan yang berbeda dari sebelumnya. Sehingga mereka membutuhkan tempat curhat untuk menumpahkan uneg-unegnya.
Ihsan menyebutkan pembagian tersebut sebagai tahapan sikap orangtua terhadap anak. Menurut konsultan keluarga itu, anak belum mencapai kesempurnaan akalnya sebelum usia tujuh tahun. Sebelum usia itu ia belum sempurna dalam memahami perintah dan larangan serta belum memahami kewajiban dan tanggung jawab.
Bagi mereka yang berusia di bawah itu, bermain adalah bekerja itu sendiri, bermain adalah kehidupannya dan kegembiraannya, bermain adalah mata pelajaran resminya.
Dengan bermainlah ia belajar. Karena itu, anak di bawah usia itu sering belum bisa serius dalam aktivitas keagamaan selain ikut-ikutan.
Jika Anda mengharapkan anak usia tiga tahun untuk mengikuti aturan sikap anak usia tujuh tahun ke atas, misalnya duduk diam ketika bertamu. Atau tidak penasaran mengkotak-katik barang yang bukan mainannya, tidak berlari kian ke mari di dalam rumah, berarti harapan itu berlebihan.
Selain anak itu belum sanggup mengikuti aturan demikian, juga kasihan sebab kita akan mengganggu keasyikannya menjelajah dunia dengan pola pikirnya sendiri.
Demikianlah, sering kali kemarahan dan kekesalan kita terhadap anak lebih disebabkan oleh anak itu yang tidak memenuhi harapan kita, ketimbang karena anak itu memang sengaja membuat kita marah. Persoalannya sekarang, apakah harapan kita memang wajar ataukah berlebihan?
Alasan Sepele
"Saya sering menemukan bahwa anak seusia itu bahkan memukul anak lain dengan alasan sepele, senang melihat anak lain menangis.
Bahkan, terkadang anak usia tiga tahun itu belum benar-benar tahu bahwa memukul adalah ekspresi kemarahan atau membalas pukulan. Bagaimana pun kita dapat menuduh bahwa anak tersebut dengan sengaja memang ingin menyakiti anak lain.
Anak belajar dari apa yang ia lihat di lingkungan terdekatnya. Jika di lingkungan terdekatnya ia biasa melihat kekerasan, ia adalah penggemar kekerasan dan pelaku kekerasan kecil-kecilan. Jika yang dilihatnya di lingkungan terdekatnya adalah ekspresi kelemahlembutan, kasih sayang dan saling menghormati, ia pun akan menjadi anak yang penyayang, santun, dan lemah lembut.
Kemudian, jika kita membahas masalah pengaruh lingkungan terhadap anak, lingkungan yang buruk sangat potensial membuat anak berkembang menjadi karakter yang buruk pula.
Kata-kata yang buruk, perilaku yang buruk dan kasar, bahkan sampai ke gaya dan kebiasaan hidup dipelajari anak dari lingkungan.
Karena itu, sebagai orangtua kita wajib menjaga dengan siapa anak Anda bermain, apa yang biasa ia dengar, apa yang biasa ia lihat dan siapa yang biasa berinteraksi dengannya setiap hari.
Jika, orangtua mengabaikan faktor itu, jangan heran jika orangtua tidak sanggup mengendalikan anaknya saat bandel sebab orangtua sudah tidak tahu lagi siapa dan apa yang menyebabkan anaknya demikian. (L-11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar